AMBON, Siwalimanews – Setelah DPRD Maluku mengancam akan mencabut izin operasinya karena tak mampu menyelesaikan revitalisasi Bandara Internasional Pattimura tepat waktu, akhirnya PT Amasta Karya buka suara.

“Revitaliasi Bandara Interna­sional Pattimura hampir rampung dan belum ada verifikasi bersama dengan Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubu­ngan,” kata Project Manager PT Amasta Karya, Ester kepada Siwalima, Senin (15/2).

Pengerjaan proyek ini dilaku­kan sejak Oktober tahun 2018 lalu, namun tak kunjung diselesaikan oleh PT Amasta Karya.

Namu Ester berdalih, pihaknya masih menunggu verifikasi dari Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.

Verifikasi itu lanjutnya, dilakukan untuk menguji bangunan atau peralatan apakah sudah layak digunakan ataukah tidak.

Baca Juga: Kemenhub Tambah Tansporasi Laut di Kepulauan Aru

“Apakah bangunan sudah se­suai standar perlu verifikasi dari Direktorat Perhubungan Udara agar dikatakan layak atau tidak,” jelasnya.

Ester menjelaskan dalam veri­fikasi itu juga akan dilihat dari struktur-struktur teknis misalnya bangunannya, konstruksinya.

PTS Legal, Compliance, and Stakeholder Relation Manager PT Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandara Pattimura, Chandara A Suryamatja mengaku, saat ini Dirjen Perhubungan Udara sudah sampai commissioning test untuk kesiapan verifikasi.

Commissioning test merupakan pengujian atau melakukan pengu­jian operasional suatu pekerjaan secara real, maupun secara simulasi untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksa­nakan dan memenuhi semua pe­raturan yang berlaku, regulasi, kode dan sesuai standar yang ditetapkan,” tandasnya.

DPRD Ancam

Diberitakan sebelumnya, DPRD Maluku mengancam PT Amasta Karya selaku kontraktor yang mengerjakan proyek renovasi Bandara Internasional Pattimura

Proyek yang dilakukan sejak bulan Oktober 2018 lalu hingga saat ini belum selesai dikerjakan. DPRD mengancam mencabut izin kerja jika deadline hingga 15 Feb­ruari belum selesaikan dilakukan.

“Awal rencananya PT Amasta Karya akan me­nyelesaikan proses rehab Bandara Pattimura  pada bulan  15 Desember Tahun 2020. Namun kemudian diundur lagi hingga 15 Januari 2021,” jelas Ketua Komisi III DPRD Maluku, Richard Rahak­bauw kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, Selasa (2/2) usai rapat internal dengan pihak Angkasa Pura dan PT Amasta Karya.

Jika deadline waktu yang diberi­kan hingga 15 Februari PT Amasta Karya tidak mampu menyelesaikan re­novasi Bandara Internasional Pattimura, maka pihak Angkasa Pura akan mengambil tindakan pencabutan kerja.

Ia mengaku, Komisi III DPRD Maluku  akan memback-up dengan memberikan rekomendasi kepada aparat penegak hukum.

“Komisi III akan memback-up dengan pertimbangan kepada pimpinan DPRD untuk mereko­men­dasikan laporkan PT Amasta Karya kepada kejaksaan tinggi Maluku, karena tak bisa menyelesaikan pekerjaan renovasi Bandara Pattimura,” tegas Rahakbauw.

Kata Rahakbauw, Bandara Inter­nasional Pattimura merupakan pintu gerbang untuk menuju ke berbagai wilayah di Indonesia maupun Internasional sehingga penyelesaian pekerjaan renovasi tersebut diharapkan secepatnya bisa selesai dikerjakan.

Menurutnya, PT Amka sebagai kontraktor yang mengerjakan proyek Bandara Internasional Pattimura telah tiga kali dilakukan adendum. Ini menandakan peru­sahaan tersebut tidak mampu mengerjakan proyek renovasi itu.

“Kalau BUMN yang kaya gini berarti BUMN yang tidak ada kerjaan. Presiden harus perhatikan kinerja dari BUMN seperti ini, dan  harus dicabut izin usahanya,” katanya.

Sebelumnya, ang­gota DPR asal Maluku, Hendrik Lewerissa menyesalkan terbeng­kalainya proyek renovasi Bandara Internasional Pattimura yang telah dilakukan sejak bulan Oktober 2018 lalu.

Ketua DPD Partai Gerindra Ma­luku ini dalam kunjungan reses di­akhir tahun 2019 lalu, menyem­pat­kan waktu bertemu dengan GM Angkasa Pura Ambon, Perwakilan dari PT Amasta Karya selaku kontraktor proyek renovasi dan perluasan Terminal Bandara Pattimura Ambon di Laha.

Menurut anggota Komisi VI DPR dalam pertemuan tersebut pihak Angkasa Pura dan Amka menar­getkan penyelesaian proyek itu adalah akhir Maret 2020.

“Saya masih punya catatannya dan saya tidak pikun. Itu berarti semestinya proyek itu diselesaikan sebelum pandemic Covid-19 me­nu­lar ke Ambon,” jelas Lewerissa dalam rilisnya kepada Siwalima, Senin (23/11).

Selain itu, anggaran Rp 87 milyar yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek tersebut tidak terpengaruh dengan kondisi pandemic Covid-19. (S-51)