AMBON, Siwalimanews – Kepemimpinan Gubernur Maluku Murad Ismail dan Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno dinilai gagal membawa keluar Maluku dari tingkat kemiskinan.

Pasalnya, hingga dipenghujung masa jabatan pemerintahan periode 2019-2024, Provinsi Maluku masih bertengger diposisi keempat daerah miskin dari 34 provinsi di Indonesia.

Bertolak dari laman BPS. go.id presentase kemiskinan Maluku hingga tahun 2023 sebesar 16.42 persen dengan jumlah penduduk miskin mencapai 301.610 jiwa.

Lima provinsi termiskin yakni Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Gorontalo diposisikan kelima.
Fakta Maluku yang masih bertengger diposisi keempat daerah termiskin direspon Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Samson Atapary.

Atapary mengakui, hampir lima tahun ini dari 2019-2023 tidak bisa keluar dari urutan keempat kemiskinan di Indonesia.
Fakta tersebut kata Atapary sangat dipengaruhi oleh pola dan cara kepemimpinan pimpinan daerah Maluku.

Baca Juga: Honorer Meningkat, Pemprov Perlu Tertibkan

“Kenapa demikian karena 2019 saat kita menetapkan RPJMD lima tahun 2019-2024, kebetulan saya Ketua Pansus Ranperda RPJMD yang merupakan terjemahan dari visi dan misi Gubernur Dan Wakil Gubernur terpilih,” ujar Atapary kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (17/10).

Atapary mengakui, RPJMD 2019-2024 telah memasang indikator dan output yang berkaitan dengan pelaksanaan program dan kegiatan untuk menjawab penurunan kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

RPJMD tersebut, lanjut dia, sudah sangat ideal artinya jika gubernur konsisten menjalankan RPJMD yang diterjemahkan dalam APBD setiap tahun, maka pasti Maluku dapat keluar dari persoalan kemiskinan.

“Jadi kalau kita masih diposisi keempat daerah termiskin, ini karena pola dan cara kepemimpinan, apa yang sudah ditetapkan di RPJMD di terjemahkan dalam program dan kegiatan disetiap tahun anggaran APBD, tetapi dalam implementasi terkadang tidak sejalan dengan RPJMD artinya tidak konsisten,” tegasnya.

Kondisi tersebut diperparah dengan tata kelola birokrasi yang cukup buruk karena dalam lima tahun kepemimpinan ini terjadi pergantian kepala OPD cukup banyak.

Akibatnya, Kepala OPD belum sempat mengeksekusi program kerja secara konsisten dari RPJMD yang ditetapkan, justru sudah berganti sehingga mempengaruhi output dari perencanaan yang sudah ditetapkan dalam RPJMD.

Tak hanya itu, momentum yang cukup besar yang diperoleh Gubernur Maluku dengan mendapat pinjaman SMI dengan nilai yang cukup besar juga tidak digunakan dengan baik.

Anggaran cukup besar jika digunakan dengan bijak untuk penurunan kemiskinan dan penurunan ekonomi maka pasti mencapai target.
Namun sayangnya, dana SMI tidak menggambarkan satu kondisi objektif dalam menerjemahkan program dan kegiatan untuk penurunan kemiskinan dan pemulihan ekonomi padahal uang begitu banyak.

Semua proses yang terjadi muaranya di kepala daerah, menurutnya jika kepala daerah paham dan bisa menerjemahkan RPJMD maka pasti bisa mendorong seluruh kepala OPD untuk menerjemahkan RPJMD, guna keluar dari persoalan kemiskinan yang terus berada diurutan ke empat.

“Jadi ini sangat tergantung dari pola kepemimpinan saat ini sehingga dalam posisi ini pemerintahan ini dikategorikan gagal dalam lima tahun mendorong Maluku keluar dari persoalan kemiskinan,” jelasnya. (S-20)