AMBON, Siwalimanews – Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Provinsi Maluku men­duing, Pemprov Maluku dan Kota Ambon mengorbankan Pedagang Kaki Lima di Pasar Mardika untuk kepentingan sesaat.

Sekretaris APKLI Provinsi Maluku, Najir Samal kepada wartawan di Ambon, Rabu (15/3) mengungkapkan, sebagai pengurus APKLI Perjuangan Maluku sangat prihatin terkait dengan kondisi Pasar Mardika saat ini.

Pasalnya, persoalan kese­mrawutan Pasar Mardika yang terjadi sejak masa pemerintahan Walikota Ambon M.J Papilaya, Richard Louhenapessy hingga penjabat Bodewin Wattimena sengaja mendiamkan persoalan Mardika, dan hari ini PKL yang menjadi korban

“Pemerintah Provinsi Maluku dan Kota Ambon tahu atau tidak kalau APKLI itu ada sebagai induk pedagang kaki lima, kalau tahu lalu kenapa bentuk lagi APMA, IPMA dan Paguyuban Pasar Mardika. Mestinya kordi­naasi dengan APKLI Maluku bukan sebaliknya menimbulkan tumpang tindih asosiasi seperti ini,” kesal Samal.

APKLI kata Samal,  dibentuk dengan akta notaris oleh Peme­rintah Pusat  di 34 provinsi, bukan hanya segelintir orang di Mardika saja, tetapi justru Pemprov Ma­luku dan Kota Ambon menutup mata terhadap keberadaan APKLI yang telah berdiri pasca keru­suhan.

Baca Juga: Tansportasi Jadi Fokus Tasageoby di Malteng

Pemerintah daerah seharusnya ingat bahwa kehadiran APKLI di Maluku bukan untuk kepentingan sesaat saja, tetapi telah mem­bantu pemerintah dalam mela­kukan rekonsiliasi pasca konflik yang memporak-porandakan mardika dan terbukti APKLI berhasil memberikan jamin ke­amanan dalam lalu lintas perda­gangan.

“Munculah tiupan kepentingan ternyata akses ekonomi yang besar di Mardika yang ditambah dengan titipan keinginan politik, maka lahirnya APMA, IPMA dan Paguyuban Pasar Mardika, sebanyak skenario apa yang lagi dimainkan sebab dari sisi redaksi radius hanya Pasar Mardika sementara Kota Ambon ini ada sembilan pasar,” ungkap Samal.

APKLI mencoba untuk tidak berkompromi dengan siapapun, tetapi berupaya menyelamatkan PKL karena akibat dilahirkan organisasi lain telah mengor­bankan PKL  tetapi pemerintah tidak memahami persoalan ini.

Pembentukan APMA, IPMA dan Paguyuban Pasar Mardika bertujuan untuk mengatur PKL yang notabene adalah pasukan APKLI, dan pada akhirnya bukan konteks perlindungan atau pemberdayaan tetapi konteks bangun lapak

“Ini sebenarnya organisasi untuk membela PKL atau kaki tangan untuk mengejar proyek dadakan, dan pemerintah jangan mengkambing hitamkan per­soalan, tetapi harus transparan jujur menyampaikan tendensi dibalik semua ini,” tegasnya.

Menurutnya, akibat dari pem­biaran yang dilakukan pemerintah hari ini telah mengorbankan PKL  yang setiap hari bertahan hidup dari berjualan dengan keuntungan yang tidak seberapa dibanding­kan dengan pengusaha.

Pemerintah mestinya hadir untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada pedagang, namun sayangnya justru peda­gang yang dijadikan objek kepentingan sesaat termasuk dengan tidak melibatkan APKLI dalam setiap pengambilan keputusan berkaitan dengan PKL.

“Kita tidak tuntut hormat tetapi harus ada koordinasi dengan APKLI sebagai induk PKL  untuk dicarikan solusi bukan sebaliknya dengan APMA, IPMA dan Pa­guyuban Pasar Mardika yang pada akhirnya mengorbankan PKL, bahkan Dinas Perdagangan dan Perindustrian saat ini pun tidak memiliki data pasti terkait dengan PKL,” cetusnya.

Terhadap semua persoalan yang terjadi, APKLI pun meminta untuk bertanggungjawab dan kalau terjadi pembayaran lapak maka, pemerintah harus berani membawa persolaan ini ke ranah hukum, dan meminta agar instansi pemerintah harus serius sehingga ada perlindungan khusus terhadap PKl, dan PKL jangan ikorbankan. (S-20)