NAMLEA, Siwalimanews – Manpapa Latbual alias Mansabar (40), tewas akibat ditebas dengan parang oleh pelaku Mantimbang Nurlatu (30) warga Kabupaten Buru Selasa (23/2) sekitar pukul 03.00 WIT. Insiden ini terjadi tepatnya di areal ketel Kayu Putih Waepulut, Desa Waefkan, Kecamatan Waekata Kabupaten Buru.

Akibat tebasan parang pelaku, di tubuh korban ditemukan luka  sayatan benda tajam pada bagian leher kiri dan tangan kanan. Korban meninggal dunia di TKP,” ungkap Paur Humas Polres Pulau Buru, Aipda MYS Djamaluddin.

Djamaluddin menjelaskan, menu­rut saksi  Olobeo Latbual (60), pada Selasa (23/2), pelaku tiba-tiba men­datangi areal ketel yang satu lokasi dengan korban Manpapa Latbual.

Selanjutnya pelaku meminta bantu  korban dan saksi Olobeo Lat­bual untuk melakukan babeto atau ritual adat untuk mengusir penyakit. Me­nurut keyakinaan mereka warga adat, mengusir penyakit harus dilakukan dengan ritual babeto.

Olobeo menjelaskan, alasan pe­laku kepada korban dan saksi kalau yang bersangkutan diguna-guna atau disantet orang. Dalam mela­kukan ritual adat itu, pelaku meminta istrinya Sina Behuku mengambil dua buah gong guna diberikan kepada korban dan saksi Olobeo.

Pertama kali pelaku memegang kaki saksi Olobeo lalu berpindah lagi hendak memegang kaki korban. Namun tiba-tiba pelaku mencabut parang dari pinggangnya seraya mengayunkan parang tersebut ke tubuh korban.

Saksi Olobeo kaget dengan ke­jadian itu dan spontan melarikan diri. Ia sempat mendengar teriakan ber­nada caci maki dari pelaku yang dialamatkan kepadanya.

Sementara istri korban,  Noni Behuku (40 tahun) menerangkan, saat kejadian naas itu ia sedang tidur di tenda yang berdekatan dengan rumah pelaku.

Ia terjaga saat mendengar suara kesakitan dari suaminya yang se­dang berada di rumah pelaku. Noni kaget dan spontan lari tinggalkan tenda guna menyelamatkan diri, sehingga tidak menyaksikan  ke­jadian di rumah pelaku.

Noni mengaku tidak mendatangi TKP karena takut, sebab pelaku Man­tibang Nurlatu pernah mema­rangi istrinya sekitar tahun 2007 lalu. Paur Humas Polres Buru, Aipda Djama­luddin menyebutkan, peris­tiwa pembunuhan itu baru dila­porkan kepada kepolisian setelah pagi hari.

Untuk capai lokasi pembunuhan, Kapolsek Waeapo, Ipda Zainal bersama personil Polsek Waeapo harus berjalan kaki selama satu jam dan baru tiba pukul 09.15 WIT. Selang beberapa menit giliran Kasat Reskrim, Iptu Handry Dwi Azhary dan personilnya tiba di TKP.

Sayangnya, rombongan polisi tidak lagi menemukan pelaku dan istrinya itu. Keduanya diduga telah melarikan diri ke dalam hutan. Setelah tempat kejadian perkara (TKP), jenazah korban ditandu guna dibawa ke Puskesmas Waelo untuk dilakukan visum et repertum. Se­sudah itu jenazah hendak dipu­langkan kepada keluarganya pada pukul 15.40 WIT.

Saat melewati Dusun Tanah Me­rah, Desa Waetina, iringan jenazah yang dihantar personil polisi telah dihadang warga setempat yang keluar dari rumah menggunakan parang dengan tombak.

Warga Tanah Merah hendak memaksa polisi agar membawa korban ke Dusun Watempuli di Kecamatan Lolongquba, agar dikebumikan di dusun alamat tempat tinggal pelaku.

Mereka meminta polisi agar kor­ban dikuburkan satu liang lahat dengan pelaku yang telah mem­bunuh korban. Mereka menuntut agar keluarga pelaku ikut ber­tanggungjawab.

Tuntutan yang tidak masuk akal itu spontan tidak diterima Kapolsek Waeapo Ipda Jainal yang turut me­ngantar jenazah korban, sehingga terjadi perang mulut. Akibatnya sempat terjadi ketegangan di lokasi tersebut. Setengah satu jam ter­tahan di sana akibat warga ikut memalang jalan, akhirnya jenazah korban dapat dibawa sampai ke Dusun Walumnako dan diserahkan kepada pihak keluarganya. (S-31)