AMBON, Siwalimanews – Kebijakan Gubernur Maluku, Murad Ismail yang mengangkat Faradilla Attamimi sebagai Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan merupakan bentuk kemunduran dalam penataan birokrasi.

Faradilla Attamimi merupakan dokter hewan yang saat ini memangku jabatan sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan, dan terhitung sejak tanggal 1 November lalu diangkat sebagai Plt menggantikan Meikyal Pontoh yang sebelumnya menjabat sebagai Plh.

Akademisi Fisip UKIM, Amelia Tahitu kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (4/11) mengakui pengangkatan pejabat eselon merupakan hak prerogatif Gubernur sebagai kepala pemerintahan di Maluku.

Namun, dalam pengangkatan pejabat eselon tidak serta merta mengikuti kehendak bebas dari gubernur, sebab gubernur harus memperhatikan kualitas dan kapabilitas pejabat yang diangkat.

Apalagi, seorang Kepala Dinas Kesehatan memiliki tugas yang sangat berat untuk mengurusi persoalan kesehatan yang belakangan disoroti, lantaran tidak mampu menyelesaikan sejumlah hak tenaga kesehatan.

Baca Juga: Buktikan Korupsi Akoon, Jaksa Cecar 15 Saksi

“Memang itu hak prerogatif gubernur tapi mestinya beliau memperhatikan kualitas dan kapabilitas dari pejabat yang diangkat,” ujar Tahitu.

Menurutnya, Maluku saat ini memiliki begitu banyak dokter manusia yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang mumpuni dan dapat memimpin dinas kesehatan.

Persoalan Kesehatan di Maluku kata Tahitu, membutuhkan sosok kepala dinas yang memiliki kualitas yang luar biasa, sebab pasca Covid-19 terjadi degradasi kepercayaan terhadap rumah sakit milik pemerintah daerah dibawah Dinas Kesehatan.

“Coba bayangkan saja seorang dokter hewan memimpin pengelolaan rumah sakit yang isinya semua manusia, bagaimana kebijakan untuk mengatasinya. Ini kan kebijakan yang sebenarnya kacau juga,” kesalnya.

Tahitu pun mempertanyakan komitmen Gubernur Maluku untuk membawa perubahan di dunia kesehatan, sedangkan kebijakan penempatan pejabat eselon tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi.

 Keliru Besar

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik, Nataniel Elake menilai kebijakan pengangkatan dokter hewan menjadi Plt Kadis Kesehatan merupakan kekeliruan besar dari Gubernur Maluku.

Dijelaskan, kembali kepada prinsip pengelolaan birokrasi untuk mewujudkan good government, maka pendidikan spesialis penting walau telah terjadi pengingkaran terhadap prinsip pengelolaan birokrasi dengan kebijakan menempatkan orang tidak sesuai keahliannya pada OPD.

“Prakteknya sekarang karena politiknya sudah masuk ke wilayah birokrasi, maka tidak sedikit orang yang pendidikan tidak sesuai dengan tugas dan kewenangan OPD tetapi ditempatkan. Ada sarjana Fisip jadi Kadis PUPR, jadi Kadis Pertanian kalau sebatas itu masih bisa ditolerir, tetapi kalau untuk dinas kesehatan memerlukan keahlian karena menyangkut hak hidup manusia,” jelasnya Elake saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (5/11).

Elake menegaskan, dalam pelaksanaan pengelolaan kesehatan masyarakat yang dibutuhkan oleh dinas adalah orang yang memiliki keahlian mengelola Kesehatan.

“Ini kekeliruan yang luar biasa yang dibuat. Itu kebijakan yang paling keliru, ada apa sampai pengelolaan birokrasi seperti ini dan apa yang mau diharapkan dari kebijakan seperti ini,” kesalnya.

Menurut Elake, mengelola Dinas Kesehatan bukan bagaimana meracik obat tetapi manajemen pengelolaan kesehatan harus diterapkan dengan efektif dan efisien.

Jika seorang dokter hewan menjadi Plt Kadis Kesehatan lanjut Elake merupakan bentuk kemunduran akal sehat dan tidak dapat dibenarkan dalam pendekatan birokrasi.

Diakui Elake, penunjukan pimpinan OPD merupakan kewenangan gubernur, tetapi kak prerogatif gubernur tersebut dibatasi juga dengan aturan, norma dan nilai.

“Jangan karena hak prerogatif lalu gubernur atur Iko suka, ada nilai-nilai yang perlu dikedepankan. Sangat tidak masuk akal, memangnya dokter di Maluku ini sudah tidak ada, lalu angkat dokter hewan,” ujarnya.

Elake pun meminta gubernur meninjaunya kembali kebijakan tersebut, sebab banyak dokter di Ambon yang sudah profesor yang dapat diangkat menjadi kadis dan mengetahui pengelolaan birokrasi dinas kesehatan. (S-20)