UU Cipta Kerja merupakan terobosan Pemerintah untuk mendongkrak investasi yang selama ini dibekap regulasi. Produk hokum tersebut diyakini mampu meringkas perizinan yang selama ini berbelit dan memperluas kesempatan kerja.

Sejak UU Cipta Kerja disahkan oleh DPR, regulasi tersebut rupanya mengundang polemic dari berbagai kalangan. Meski demikian, UU Cipta Kerja merupakan jalang tengah bagi siapapun yang ingin membuka usaha sehingga terciptalah lapangan kerja baru.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah telah bekerja keras dalam menyusun UU Cipta Kerja untuk memperluas lapangan pekerjaan.

Hal ini seiring dengan disahkannya UU Cipta Kerja yang bakal mendatangkan investasi yang banyak di Indonesia. Sebelum UU Cipta Kerja dirumuskan, pemerintah juga telah mengidentifikasi aturanaturan yang berkaitan dengan kewenangan dan kemudahan dalam perizinan.

Pasalnya dalam hal kewenangan, selalu ditemukan kendala dalam proses perizinan. Tumpang tindih wewenang dari tingkatan presiden, kementerian dan lembaga, sector industri, hingga pemerintah daerah yang menjadi faktor penghambat investasi dan harus diurai.

Baca Juga: Peta Kemiskinan Indonesia

Jika peraturan ini diringkas dan investasi di Indonesia berkembang, maka bisa dipastikan lapangan pekerjaan akan terbuka.

Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Eka Sastra menilai, undang-undang (UU) Cipta Kerja merupakan kebijakan strategis yang sangar diperlukan dalam mendukung pertumbuhan melalui program pemulihan ekonomi, terutama pada masa pandemi Covid-19.

Menurutnya, UU Cipta Kerja ini akan mengakomodir pengusaha muda dalam mendorong penciptaan lapangan kerja. Dirinya menegaskan, hal ini perlu dilakukan, melihat masih ada 45 juta orang yang membutuhkan lapangan pekerjaan.

Pada kesempatan berbeda, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5% – 5,5%, maka 2,5 juta masyarakat bisa memperoleh lapangan kerja. Bahkan, jika digitalisasi naik, hal ini bisa menjadi daya ungkit tersendiri.

Apalagi jika digitalisasi pada tahun 2025 bisa mencapai USD 130 miliar, tentu saja hal ini menjadi pengungkit sendiri di luar APBN.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Rahmat Soekarno mengatakan, UU Cipta Kerja yang sudah disahkan oleh Presiden Jokowi merupakan sebuah produk hukum yang sangat baik khususnya dalam upaya membuka peluang usaha bagi masyarakat.

Oleh karena itu, hal ini harusnya mendapatka dukungan oleh segenap kalangan. Karena dari semua produk, UU Cipta Kerja sangat baik untuk membuka peluang kerja pada masyarakat.

Menurut Rahmat pada masa pandemi Covid-19 Indonesia sedang melakukan upaya perbaikan ekonomi akibat hantaman krisis kesehatan yang berdampak pada kondisi ekonomi nasional. Pada semester awal tahun 2021, terdapat target-target  pertumbuhan yang hendak dicapai oleh pemerintah.

Dirinya berujar, pada semester awal tahun 2021 Indonesia akan melakukan perbaikan ekonomi, di semester kedua diprediksi ekonomi Indonesia akan kembali normal dengan rata-rata pertumbuhan 5% seperti biasanya. Oleh karena itu upaya pemerintah dalam memperbaiki kondisi ekonomi melalui implementasi UU Cipta Kerja harus didukung bersama.

Rahmat yang merupakan praktisi hokum tersebut meyakini, apabila tidak ada terobosan UU Cipta Kerja tersebut, maka Indonesia bisa kalah dengan negara-negara lainnya.

Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan bahwa pengembangan budaya inovasi menjadi kunci negara menjadi maju dan hal tersebut harus terus dilakukan oleh Indonesia agar dapat keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah.

Bambang mengatakan bahwa Indonesia saat ini masih mengandalkan sumber daya alam sebagai tulang punggung perekonomian sehingga Indonesia masih belum bisa keluar dari jebakan negara dengan pendapatan kelas menengah.

Berdasarkan pengalaman beberapa Negara yang dapat lolos dari kondisi middle income trap seperti Korea Selatan, pengembangan budaya inovasi menjadi kunci untuk suatu negara dalam meningkatkan perekonomiannya hingga menjadi negara maju.

Kita juga tidak bisa menampik bahwa pada tahun 2035, Indonesia akan menuju pada puncak bonus demografi. Dimana pada tahun tersebut, 70 persen penduduk Indonesia merupakan pemuda usia produktif yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian bangsa.

Bonus demografi ini tentu harus dipersiapkan sejak sekarang, agar nantinya para pemuda usia produktif tersebut dapat terlibat langsung sebagai penggerak perekonomian bangsa. Oleh karena itu lapangan kerja adalah hal mutlak yang harus tersedia. Tentu saja hal tersebut harus didukung dengan regulasi yakni UU Cipta Kerja.( Primadi Kurniasari,  contributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini)