AMBON, Siwalimanews – Komisi III DPRD Maluku menge­cam Balai Wilayah Sungai Maluku dalam pengerjaan proyek air baku Mahia,  yang hingga pertengahan Juni belum juga tuntas dikerjakan.

Komisi menyebutkan proyek air baku Mahia, Desa Urimessing, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon sebagai proyek abal-abal yang terbengkalai dan tak dapat difung­sikan bagi kepentingan masya­rakat.

Kecaman keras ini dilontarkan sekretaris Komisi III DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Afifuddin kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Selasa (13/6

Dijelaskan, proyek air baku Mahia yang merupakan proyek air bersih untuk kebutuhan masyarakat tetapi sayangnya, sejak proyek ini di tahun 2020 sampai dengan saat ini tidak pernah bermanfaat bagi masyarakat.

“Saat rapat antara BWS dengan komisi III saya bertanya soal apa persepsi BWS tentang air baku, apakah dinyatakan seratus persen pekerjaannya itu infrastrukturnya saja, ataukah hingga airnya bersih untuk digunakan masyarakat,” ujar Afifuddin.

Baca Juga: Walau Ditolak, Audy Tetap Jadi Raja

Menurutnya, jika proyek air baku hanya sampai pada pembangunan infrastrukturnya maka proyek ini selesai dengan kedalam sesuai dengan standar kontrak kerja, artinya masalah tidak mendapatkan air bersih bukan menjadi tanggung jawab BWS.

Akan tetapi jika proyek ini sampai pada tahap air bersih untuk dinikmati masyarakat maka,  Balai Wilayah Sungai terkesan tidak serius untuk menuntaskan proyek bernilai 1.3 miliar rupiah ini sebab Komisi III sejak tahun 2021 hingga 2022 terus mengingatkan BWS tapi tidak tuntas.

Afifuddin menegaskan jika BWS serius membangun proyek untuk kepentingan masyarakat Mahia, maka seharusnya dicari dahulu sumber air bersih dan ketika ditemukan barulah dibangun jaringan dan reservoirnya untuk dialirkan kepada masyarakat.

“Ini air belum dicari, bangunan sudah selesai, faktanya seperti hari ini bangunnya sudah selesai menurut penjelasan BWS tapi airnya tidak dinikmati masyarakat, bahkan ketika sudah ramai aduan ma­syarakat, pemberitaan baru dimulai penggalian,” kesalnya.

Ditambahkan, pihaknya merasa binggung dalam memintakan pertanggungjawaban lantaran dalam pekerjaan ini terdapat tiga kontrak­tor diantaranya, kontraktor pelak­sana, pengawas, dan perencanaan, tiga kontraktor yang menangani sehingga sulit dicari penyebab masalah proyek tak selesai ini. (S-20)