AMBON, Siwalimanews – Gubernur Maluku, Murad Ismail dinilai tidak mampu merealisasi 16 program unggulan, yang disampaikan saat kampanye 2018 lalu bersama Barnabas Orno.

Padahal, pasangan dengan jargon Baileo ini jika mewujudkan 16 program tersebut maka tentu saja angka kemiskinan di Maluku tidak akan bertambah, dan kese­jahteraan masyarakat Maluku tercapai.

16 program unggulan MI-Orno adalah (1) Pemindahan Ibukota ke Makariki, Seram dan perce­patan Pembangunan Perkanto­ran Provinsi. (2) Rekruitmen PNS dan pejabat berdasarkan komperensi dan mempertimbangan keterwa­kilan suku, agama, dan kewila­yahan. (3) Penerapan sistem e-goverment dan e-budgeting un­tuk transparansi dan percepatan pelayanan publik. (4) Harga sem­bako stabil dan murah. (5) me­wajibkan perusahaan di Maluku memperkerjakan minimal 60% anak Maluku. (6) Biaya pendi­dikan gratis untuk SMU-SMK di Maluku. (7) Kartu Beasiswa Ma­luku untuk mahasiswa berpres­tasi yang kurang mampu. (8) Pengembangan RSUD menjadi RSUD pusat bertaraf Internasio­nal. (9) Meningkatkan status puskesmas biasa menjadi puskes­mas rawat inap di daerah terpencil dan terjauh. (10) Kartu Maluku sehat untuk berobat gratis di puskesmas dan rumah sakit. (11) Bedah rumah untuk keluarga miskin. (12) mencip­takan produk lokal “one sub distric/one village, one product. (13) Pe­ngembangan Provinsi Kepulauan dan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional. (14) Pembangunn Smart City di pusat kabupaten/kota di Maluku. (15) Maluku terang dengan listrik masuk desa. (16) Revitalisasi lembaga-lembaga adat.

Kegagalan merealisasi 16 program ini kemudian dikritik oleh sejumlah kalangan jika sebelumnya, akade­misi Fisip, Ekonomi, LSM Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara (LPPN) dan BEM, kini giliran pe­ngacara, Munir Kairoty dan Ketua GMKI, Josias Tiven.

Kata Kairoty, janji kampanye yang dijanjikan oleh siapapun kepala daerah haruslah direalisasikan de­ngan baik.

Baca Juga: BEM Nusantara Daerah Maluku Keluarkan, Kartu Merah ke Murad-Orno

“Artinya dengan tidak direalisasi­kannya janji kampanye, maka sudah pasti masyarakat yang memilih pasangan Murad Ismail dan Bar­nabas Orno pasti kecewa,” ujar Kairoy kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (30/1).

Kata dia, masyarakat pasti saja kecewa karena program-program unggulan yang sangat penting dan bermanfaat dalam rangka mening­katkan kesejahteraan masyarakat, namun tidak dapat direalisasikan.

“Pasti masyarakat kecewa karena janji kampanye tidak terlaksana, sebab harapan masyarakat, semua janji yang disampaikan pak Murad dan Orno itu semuanya berjalan dengan baik,” ujar Kairoty.

Menurutnya, diakhir masa jabatan ini, Murad dan Orno sebaiknya fokus untuk merealisasikan janji yang berhubungan langsung de­ngan peningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Dengan waktu yang tersedia supaya masyarakat dapat melihat janji-janji telah dilakukan, agar Murad Ismail berkeinginan untuk maju lagi maka masyarakat sudah dapat melihat kinerja,” tuturnya.

Walau demikian, dia pesimis de­ngan waktu yang tersisa setahun ini maka sulit bagi Murad-Orno untuk menuntaskan janji kampanye itu, atau merealisasi 16 program unggu­lan itu. Sebab secara manusiawi, tidak mungkin seluruh janji kampa­nye direalisasikan dalam waktu sekecap.

“Kalau dengan waktu yang tersisa agak berat secara manusiawi, kecuali disulap tapi secara manusiawi tidak bisa, termasuk Murad Ismail dan Barnabas Orno dipenghujung masa jabatan ini harus bisa menjelaskan kepada publik, alasan sehingga dana SMI ratusan miliar rupiah tidak dirasakan masyarakat jadi ini harus menjadi perhatian beliau kalu mau maju,” tegasnya.

Kecewa

Terpisah, Ketua Gerakan Maha­sis­wa Kristen Indonesia Maluku, Josias Tiven menyesalkan, ketidak­mampuan Murad Ismail dalam membawa keluar Maluku dari ketertinggalan dan kemiskinan.

Dia menilai, gubernur lebih ba­nyak menghadiri acara-acara seri­monial, dan kurang tampil mem­bi­carakan tentang pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Maluku.

“Jika dilihat Gubernur Maluku lebih sering menghadiri acara-acara seremonial ketimbang tampil untuk membicarakan tentang pembangu­nan dan kesejahteraan masyarakat Maluku,” kesalnya saat diwawan­carai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (30/1).

MI-Orno, sapaan akrab Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku ini, sejak dilantik pada 24 April 2019 lalu hingga saat ini, belum ada progress pembangunan yang dirasakan oleh masyarakat Maluku yang tersebar di sebelas kabupaten/kota.

Hal ini dapat dilihat dari 16 program prioritas pasangan Murad Ismail dan Barnabas Orno seperti Kartu Maluku Sehat, Biaya Pendi­dikan Gratis, Pemindahan Ibu Kota Provinsi dan sebagainya yang dikampanyekan saat pilkada 2018 lalu, sampai saat ini tidak ada yang  terealisasi bagi masyarakat Maluku.

“Semenjak menjabat sebagai Gu­bernur Maluku dan Wakil Gubernur, tidak ada progres pembangunan yang dirasakan oleh masyarakat Maluku, bahkan dari 16 program prioritas seperti Kartu Maluku Se­hat, Biaya Pendidikan Gratis, Pemin­dahan Ibu Kota Provinsi dan lain-lain  tidak terealisasi,” ucap Tiven.

Bahkan, pemerintah Murad-Orno akan meninggalkan hutang ke pihak ketiga sebesar 700 miliar yang sebe­lumnya dipinjam oleh pemerintahan dan diperuntukan untuk pemulihan ekonomi nasional, namun sampai saat ini tidak ada dampak peng­gunaan dari 700 miliar itu untuk masyarakat.

“Saya rasa tidak ada manfaat apa-apa. Yang ada hanya menambah beban kepada provinsi untuk mem­bayar hutang kepihak ketiga PT. SMI,” ujar Tiven.

Selain itu, data Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku terbaru juga mengeluarkan rilis dimana, menurut BPS angka kemiskinan Maluku mengalami peningkatan 299,66 ribu orang. Artinya bahwa program-program unggulan MI-Orno tidak mampu untuk menda­tangkan kesejahteraan bagi mas­yarakat Maluku.

Beri Kartu Merah

Sebelumnya, Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara Daerah Ma­luku memberikan kartu merah terha­dap MI-Orno yang gagal mem­bawa perubahan dalam pembangunan Maluku.

Bertolak dari data kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku menuju­kan bahwa selama MI-Orno meme­rintah, tidak terjadi penurunan terha­dap angka kemiskinan tetapi seba­lik­nya justru bergerak naik dipeng­hujung tahun periode 2019-2024.

“Dari data BPS menujukan ke­naikan angka kemiskinan di Maluku, artinya masa periode Gubernur Maluku Murad diakhir tahun ini belum mampu menurunkan angka kemiskinan dan menjadi pukulan telak bagi MI–Orno,” ungkap Koor­dinator BEM Nusantara Daerah Maluku, Adam R Rahantan kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (28/1).

Kenaikan angka kemiskinan seba­nyak 296. 66 ribu orang, lanjut Adam adalah buntut dari 16 janji kampanye yang selalu diumbar Murad-Orno selama tahapan pilkada 2018 lalu, yang tidak kunjung direalisasikan hingga dipenghujung tahun peme­rintahan yang akan selesai pada Desember 2023 mendatang.

Padahal, kata dia, 16 janji kam­panye tersebut merupakan program prioritas yang dicetus MI-Orno yang jika direalisasikan sudah pasti dapat menekan angka kemiskinan, dan seharusnya mampu dijalankan bagi masyarakat di Maluku, belum lagi adanya proyek-proyek yang gagal mensejahterakan masyarakat.

“Bukan saja soal kemiskinan, ada juga proyek bermasalah juga sehingga BEM Nusantara Maluku memberikan kartu merah bagi Murad dan Orno karena Pemerintah Murad-Orno gagal dalam membangun Maluku,” tegasnya.

Selain itu, pinjaman dana yang dilakukan oleh Pemerintahan Murad dan Orno dari PT Sarana Multi Infra­struktur sebesar 683 miliar rupiah, yang diharapkan sejak awal dapat membawah perubahan guna pening­katan ekonomi masyarakat, dengan adanya pembangunan infrastruktur ternyata tidak mampu membawa perubahan.

Hal ini karena, kebijakan yang ditempuh MI-Orno tidak menyentuh daerah-daerah yang menyuplai kemiskinan seperti Buru, Buru Se­latan, Maluku Barat Daya dan lainnya akibatnya, pasangan ini tidak mampu mengeluarkan Provinsi Maluku dari tingkat kemiskinan ke empat dari 34 provinsi di Indonesia.

Dia juga mengingatkan seluruh lapisan masyarakat Maluku dalam menghadapi tahun-tahun politik harus mampu memilih pemimpin yang baik, agar masa depan pemba­ngunan Maluku dapat dilakukan dan masyarakat semakin sejahtera bukan sebaliknya semakin sengsara.

Dia menegaskan, pihaknya akan terus mengawal pemerintahan MI-Orno hingga selesai, dan tetap kritis terhadap kebijakan yang ditempuh Pemprov Maluku.

“BEM Nusantara merupakan mitra akan tetap kritis terhadap seluruh kebijakan yang ditempuh oleh Peme­rintah Provinsi Maluku. Artinya, jika salah maka harus ada masukan dan kritikan, karena itu BEM Nusantara Daerah Maluku akan terus mengawal pemerintaan MI-Orno sampai sele­sai,” tegasnya.

Sebagai tindaklanjut dari kartu merah yang dikeluarkan terhadap Pemerintahan Murad dan Orno, Adam memastikan, pihaknya akan menyampaikan surat kepada BEM Nusantara pusat agar diketahui jika Gubernur Maluku MI-Orno gagal dalam membangun Maluku

Program Lemah

Terpisah, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Afifudin menilai salah satu indikator yang menyebabkan kenaikan angka kemiskinan di Maluku yakni, program pembangunan dari Pemprov Maluku yang sangat lemah yang menyebabkan perputaran uang di masyarakat tidak berjalan dengan baik.

Rovik menjelaskan, bila program pembangunan yang bersumber dari APBD maupun APBN di suatu wilayah sepi, maka akan berkorelasi terhadap angka pengangguran yang bertambah serta lonjakan angka kemiskinan yang signifikan seperti yang terjadi saat ini.

“Salah satu indikatornya memang program APBD Pemda lesu alias tidak berjalan dengan maksimal, bisa dikatakan amburadul dan tidak terstruktur,” ujar Afifudin kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Jumat (27/1).

Menurut Rovik, ketika Program APBD dan APBN mulai digulirkan maka semestinya aktivitas ekonomi akan berjalan, lapangan kerja ter­buka serta menumbuhkan sumber ekonomi baru, sebab notabene ada arus perputaran uang dalam masya­rakat, ada aliran dana segar yang dikucurkan, investasi di daerah me­lonjak dan digunakan untuk menum­buhkan sektor-sektor ekonomi.

“Saya minta kepada Pemprov Maluku segera merealisasikan AP­BD 2023 yang sudah ditetapkan, jika tidak direalisasikan pada Febuari atau Maret, dikhawatirkan angka kemiskinan akan naik,” tegas Rovik.

Badan Anggaran DPRD kedepan harus dapat melakukan perannya yakni berkoordinasi dengan Pem­prov Maluku agar secepatnya bisa terealisasi, sebab untuk menurunkan angka kemiskinan di Maluku mesti­nya ada intervensi program yang bersentuhan langsung dengan pemberdayaan masyarakat

Tak Punya Solusi

Seperti diberitakan sebelumnya, janji MI-Orno untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, hanya kamu­flase dan khayalan yang tak mampu direalisasikan.

Terbukti, angka kemiskinan di Maluku semakin bertambah, per September 2022 justru meningkat menjadi 299,66 ribu orang.

Pengamat pemerintah, Nataniel Elake kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (26/1), mengatakan, dalam menjalankan sebuah program tidak hanya mem­butuhkan rencana yang bagus, tapi juga komitmen yang kuat di lapa­ngan khususnya dalam merealisasi 16 program unggulan tersebut yang didalamnya menyangkut dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Elake mengatakan semua persoa­lan yang terjadi saat ini buntut dari tidak mahirnya Murad dan Orno dalam melakukan pengelolaan peme­rintahan, akibatnya rakyat yang harus menjadi korban dari janji yang tidak pernah dilakukan. Ini justru berimbas pada kemiskinan di Ma­luku terus meningkat.

Dijelaskan, kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku diawal pandemi Covid-19 dari PT Sarana Multi Infra­struktur dianggap sebagai bentuk keberpihakan MI-Orno kepada masyarakat, dengan tujuan memu­lihkan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat Covid-19,  namuan ternyata ratusan miliar tidak men­sejahterakan rakyat.

“Mestinya pinjaman yang dila­kukan Pemprov melalui SMI seyo­gianya dimanfaatkan untuk sektor pembangunan yang berhubungan langsung dengan peningkatan in­deks pembangunan manusia, pem­berdayaan masyarakat agar ada dampak dari pinjaman itu apalagi pasca Covid-19,” kata Elake.

Namun, faktanya banyak dana SMI ratusan miliar rupiah tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang tidak bergerak lurus terhadap peningkatan kesejah­teraan masyarakat, sehingga pinja­man SMI yang menjadi hutang bagi daerah itu tidak berdampak terhadap menurunnya angka kemiskinan sama sekali.

Elake mempertanyakan berapa persen masyarakat yang direkrut menjadi tenaga kerja dari program SMI sangat kecil, sementara seba­gian besar anggaran SMI dialokasi­kan untuk pembangunan infra­struktur dengan membeli material pabrikasi seperti semen dan aspal, artinya uang itu kembali lagi ke Jawa sedangkan uang yang beredar di Maluku tidak sampai 10 persen dari pinjaman itu.

Menurutnya, persoalan kemiski­nan yang meningkat di Maluku terjadi karena Pemerintahan Murad-Orno gagal dalam berfikir yang menyebabkan seluruh kebijakan yang ditempuh tidak membawah kesejahteraan, bukan saja masya­rakat kecil tetapi dirasakan juga masyarakat kelas menengah keatas.

Pemerintah MI-Orno kurang memiliki kepedulian terhadap mas­yarakat yang dibuktikan dengan tidak ada satupun janji kampanye yang direalisasikan, padahal bila 16 poin ini dijalankan maka dipastikan masyarakat Maluku dapat keluar dari kemiskinan dan kesengsaraan.

MI-Orno kata Elake, kurang memiliki niat untuk membangun dae­rah sebab hingga tahun kelima peme­rintah, pasangan dengan jargon Baileo ini Maluku tidak meng­alami kemajuan dan sekarang terasa dimana masyarakat menjadi korban dari pemimpin yang tidak peduli dan memperhatikan masyarakat.

Jadi Ancaman

Terpisah, Akademisi Ekonomi Unpatti Erly Leiwakbesy mengung­kapkan jika secara umum program pemberdayaan masyarakat tidak me­ngalami penurunan tetapi diper­hadapkan dengan kondisi pandemi covid-19 yang melanda Indonesia termasuk Maluku.

Bahkan, indikator-indikator eko­nomi Provinsi Maluku kelihatannya baik-baik saja tetapi Badan Pusat Statistik mengeluarkan rilis jika kemiskinan Maluku meningkat 6007 orang selama tahun 2022, maka menjadi ancaman sehingga peme­rintah harus hati-hati dalam mengambil kebijakan.

“Beta pikir implementasi dari usaha pemerintah daerah untuk pengentasan kemiskinan dan juga kegiatan yang lain khususnya untuk memulihkan perekonomian Maluku Pemda harus lebih selektif,” ujar Leiwakbesy.

Artinya keberadaan masyarakat yang berada dibawah garis kemis­kinan harus didata dengan baik termasuk program yang diimplemen­tasikan harus langsung memberikan dampak terhadap pemulihan eko­nomi masyarakat, bukan saja mengejar target makro ekonomi.

Selain itu, kondisi masyarakat Maluku bukan seperti di daerah lain yang terbiasa untuk memanfaatkan dengan benar program pemberdayaan masyarakat yang digelontorkan oleh pemerintah daerah.

“Jadi memang pemerintah bukan saja memberikan bantuan seperti itu lalu tidak ada pantauan tetapi harus ada pendampingan terus menerus artinya pengawasan dan pendamping yang optimal,” beber Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpatti ini.

Terhadap persoalan ini, Leiwakbesy menilai sering kali Pemerintah Provinsi Maluku hanya menyalurkan bantuan pemberdayaan tetapi mengabaikan aspek pengawasan akibatnya tidak tepat sasaran.

Karenanya, Leiwakbesy berharap Pemerintah Provinsi Maluku dapat lebih serius untuk melihat persoalan ini agar dapat menekan angka kemiskinan. (S-20)