Karena menoeroet kajakinan kita kemerdekaan bangsa dan tanah air kita Indonesia ini teroetama akan tertjapai dengan djalan persatoean anak-Indonesia jang antara lain-lain terikat oleh bahasa Indonesia.”

Itu adalah kutipan pemikiran seorang pemuda pada tanggal 11 Februari 1926 dalam tulisannya yang berjudul “Bahasa Indonesia” di koran Hindia Baroe. Pemuda itu bernama Mohammad Tabrani Soerjowitjitro  atau M. Tabrani. Namanya disebut sebagai salah satu pahlawan nasional pada peringatan Hari Pahlawan 2023  melalui surat Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional dalam  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/2023. Kutipan pemikirannya tersebut menunjukkan bahwa ada ide besar mengenai persatuan bangsa yang  harus hadir untuk mencapai kemerdekaan. Jalan persatuan itu adalah bahasa yang diketahui bersama oleh unsur-unsur pembentuk bangsa, yaitu adanya bahasa persatuan.

Pada Kongres Pemuda I pada tahun 1926, bahasa persatuan merupakan salah satu hal yang dibahas. Muhammad Yamin menjadi pembicara mengenai bahasa persatuan saat kongres itu. Dalam pidato yang disampaikannya, Yamin mengatakan bahwa dia yakin mengenai bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan di Indonesia. Saat pemuda lain menghubungkan ide  bahasa persatuan itu dengan bahasa yang telah dipakai sebagai bahasa perhubungan saat itu, yaitu bahasa Melayu, Tabrani memiliki pemikiran yang berbeda. Dia menyampaikan, “Bangsa Indonesia beloem ada. Terbitkanlah bangsa Indonesia itoe! Bahasa Indonesia beloem ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia!”

Fakta itu mengarahkan kita untuk menyimpulkan bahwa ketika para pemuda dari berbagai daerah mulai berkumpul dalam Kongres Pemuda I pada tahun 1926, bahasa Indonesia belumlah ada. Pada saat perumusan putusan Kongres Pemuda Pertama tanggal 2 Mei 1926, Tabrani menyam­paikan bahwa jika rumusan pertama mengenai tanah air dan rumusan kedua mengenai bangsa bisa menggunakan istilah Indonesia, rumusan tentang bahasa pun harus menggunakan istilah Indonesia, bukan Melayu. Karena permasalahan istilah itulah, putusan Kongres Pemuda I tidak disampaikan pada saat itu juga. Putusan itu dibacakan pada saat Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928. Oleh karena itu, penyampaian putusan kongres pemuda itu menjadi tonggak dikenalnya bahasa Indonesia secara luas. Bahkan, kepedulian terhadap arah perkembangan (termasuk penggunaannya) mengantarkan para pemikir bahasa saat itu untuk mengadakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo pada 25—27 Juni 1938. Dalam perkembangannya sebagai sebuah bahasa baru, bahasa Indonesia mendapat tantangan besar karena penggunaan bahasa Belanda sebagai bahasa resmi. Ketika bahasa Indonesia dilarang untuk digunakan di dewan rakyat (volksraad) dan dewan kota (gemeenteraad),  Tabrani adalah orang yang menentang pelarangan itu.

Dalam kajian yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada tahun 2019 mengenai ketokohan M. Tabrani, disampaikan penegasan mengenai kebermanfaatan gagasan Tabrani tentang bahasa persatuan. Disebutkan di dalamnya, “Gagasan tentang nama bahasa Indonesia yang dicetuskan Tabrani memiliki dampak luas dan besar bagi persatuan Indonesia yang merupakan negara-bangsa yang berlandaskan bahasa sebagai alat penyatunya. Nama bahasa Indonesia juga memiliki dampak besar, yaitu penerimaan seluruh kelompok dan suku bangsa di Indonesia karena tidak menonjolkan suatu suku bangsa tertentu. Kemunculan istilah bahasa Indonesia memiliki dampak yang sangat besar bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, yaitu penerimaan dan rasa memiliki bersama seluruh suku bangsa yang ada di wilayah Indonesia.”

Baca Juga: Memilih Bergabung Partai Politik, Akankah Kaum Milenial Beranjak dari Pesimisme?

Dengan dasar kajian yang telah dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa itu pada 6 Agustus 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyampaikan piagam penghargaan sebagai Penggagas Bahasa Persatuan Indonesia kepada Mohammad Tabrani Soerjowitjitro. Kemudian, Bupati Pamekasan dan Gubernur Jawa Timur mengusulkan gelar kepahlawanan M. Tabrani atas nama pemerintah daerah hingga akhirnya, tahun 2023 ini, Presiden Republik Indonesia melalui putusannya memberi gelar Pahlawan Nasional kepada M. Tabrani.

Kepahlawanan dapat kita lihat dari ketokohannya. Tabrani adalah tokoh pertama yang mengemukakan perlunya melahirkan bahasa Indonesia untuk keperluan penyatuan dan persatuan bangsa. Tabrani juga tokoh yang mengusulkan perubahan atas rumusan putusan Kongres Pemuda Pertama, yaitu mengganti istilah bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia dalam butir ketiga rumusan hasil Kongres Pemuda Pertama yang disusun oleh M. Yamin. Tabrani juga konsisten memperjuangkan pemakaian bahasa Indonesia di dalam sidang dewan kota. Tabrani juga ikut menyumbangkan pemikiran rintisan dalam upaya melahirkan pengembangan gagasan bahasa Indonesia dengan ikut aktif menjadi pemberi saran dalam Kongres Bahasa Indonesia I. Dengan demikian, sangat layaklah gelar Pahlawan Nasional bagi Mohammad Tabrani Soerjowitjitro.

Referensi:

Berbagai dokumen usulan gelar pahlawan nasional untuk M. Tabrani yang dimiliki oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Oleh: Kity Karenisa (Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku)