AMBON, Siwalimanews – Sudah 13 Anggota DPRD Kota Ambon diperiksa terkait dugaan penyalahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon, senilai Rp5,3 miliar.

Sampai dengan Kamis (16/12), 13 anggota DPRD Kota Ambon sudah diperiksa pe­nyelidik Kejari Ambon terkait dugaan penyalahgunaan ang­ga­ran di tahun 2020.

Mereka yang diperiksa terdiri dari unsur pimpinan yakni Ketua DPRD, Elly Toisuta, Wakil Ketua Gerald Mai­loa dan Wakil Ketua Rustam Latupono. Tiga pimpinan anggota DPRD ini diperiksa pada Senin (13/12) lalu.

Latupono diperiksa sejak pukul 10.22 WIT dan berakhir pukul 17.00 WIT. Sementara Toisuta diperiksa sejak pukul 10.22 WIT hingga pukul 19.00 WIT, sedangkan Gerald Mai­loa diperiksa dari pukul 10.00 WIT sampai pukul 19.00 WIT.

Ketiga pimpinan DPRD ini dicerca dengan 30 pertanyaan.

Baca Juga: LIRA Minta Jaksa Transparan Soal Korupsi Satpol PP Kota Ambon

Sedangkan anggota DPRD Kota Ambon yang sudah diminta kete­rangan oleh penyelidik yakni James Maatita, Fredrika Latupapua, Mar­garetha Siahay, Jafry Taihuttu dan Zeth Pormes. Mereka diperiksa pada Selasa (14/12).

Kelima anggota DPRD ini dipe­riksa dari pukul 10.00 WIT hingga 15.30 WIT dan dicerca dengan ku­rang lebih 25-30 pertanyaan.

Selanjutnya pada Kamis (16/12), tim penyelidik kembali mencerca lima anggota DPRD lagi yakni Jhony Paulus Wattimena, Astrid J Soplantila, Lucky Leonard Upulattu Nikijuluw, Christianto Laturiuw dan Obed Souisa.

Kepada Siwalima Kamis (16/12) siang, Kasie Intel Kejari Ambon, Djino Talakua mengatakan, untuk Nikijuluw, Christianto Laturiuw dan Soplantila diperiksa sejak pukul 10.00 WIT sampai Pukul 13.00 WIT.

Usai diperiksa, Laturiuw yang diminta keterangan menolak berko­mentar. “Nanti saja ee, no comment dolo,” singkatnya.

Sementara Watimena dari pukul 10.00 Wit sampai pukul 16.10 WIT, kemudian Obed Souisa dari pukul 10.00 WIT hingga pukul 15.30 WIT.

Lima anggota DPRD ini dicerca dengan 25-30 pertanyaan.

Semua Diperiksa

Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Dian Fris Nalle menegaskan semua anggota DPRD Kota Ambon tetap akan diperiksa tim penyelidik Kejari Ambon.

Ia mengatakan, pemanggilan ke­pada seluruh anggota DPRD Kota Ambon akan dijadwalkan dan dise­suaikan dengan agenda dan waktu para wakil rakyat itu.

“Semua anggota DPRD akan kita panggil dan dimintai keterangan. Kita atur waktunya sehingga tidak mengganggu kinerja DPRD,” tandas Kajari  kepada Siwalima melalui te­lepon selulernya, Rabu (15/12).

Informasi yang dihimpun di Kejari Ambon menyebutkan, pemanggilan dan pemeriksaan terhadap wakil rakyat itu sudah dijadwalkan sampai dengan tanggal 24 Desember.

“Tanggal 24 Desember masih ada yang diperiksa,” ujar sumber Siwa­lima yang enggan namanya ditulis.

 Pengembalian

Sementara beredar informasi di kalangan pers kalau sejumlah ang­gota DPRD termasuk pimpinan de­wan telah mengembalikan kerugian negara. Mereka dikabarkan melaku­kan pengembalian ke rekening dae­rah, melalui rekening kas daerah yang ada di Bank Maluku.

Mereka melakukan pengembalian secara bertahap dan ada pula yang disetor lunas. “Sudah dikembalikan. Nanti cek saja di bagian keuangan,” ujar sumber itu yakin.

Namun demikian, Djino Talakua diplomatis mengaku belum menge­tahuinya dan berjanji akan menge­ceknya ke tim penyelidik. “Nanti beta cek informasi itu dolo ee,” ungkapnya dengan dialeg Ambon yang kental.

ASN dan Kontraktor

Untuk mengungkap dugaan pe­nyalah gunaan anggaran di DPRD Kota Ambon, penyidik Kejari Ambon sudah memeriksa 49 orang.

Mereka adalah pegawai DPRD Kota Ambon, kontraktor, mantan Sekwan dan juga sejumlah pejabat Pemkot Ambon yang duduk sebagai tim anggaran Pemkot Ambon.

Pemeriksaan berawal pada Kamis (18/11), dimana 5 orang diperiksa yakni Sekwan SD dan 4 staf JP, MP, SS, serta LS.“Selanjutnya Jumat (19/11), 4 PPK diperiksa yakni FN, FT, LN dan HM.“Berikutnya hari Kamis (25/11), 4 orang diperiksa yakni mantan sekwan ES, dan 3 staf yaitu YS, AS, MY.“Pada hari Senin (29/11) 6 orang staf masing-masing Setwan RNS, RL, AL, DS, FOS, dan AR diperiksa.“Selanjutnya, hari Rabu (1/12), giliran 8 pendamping Pansus yakni DAK, NT, FA, HPS, HT, AD dan FSP dicecar jaksa.

Kamis (2/12) 5 pokja pengadaan barang dan jasa yakni, CT, HP, YR, FM dan FA digarap jaksa.“Pada hari Jumat (3/12), Kepala BPKAD Apries Gaspers dilperiksa.

Kemudian Senin (6/12) 2 orang yakni Mantan Sekot Anthony La­tuheru, dan Kepala Bappekot Enrico Matitaputy juga diperiksa.

Lalu Rabu (8/12), giliran 9 orang diperiksa, terdiri dari 8 PPK masing-masing LNH, MP, EL, CP, HM, FT, FN, JS dan staf keuangan yakni HT.

Sesuai aturan, pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Anggota DPRD Kabupaten atau Kota, harus didahului dengan ijin dari gubernur.

Sumber Siwalima di Kejari Ambon menyebutkan, pihaknya sudah menyurati Gubernur Maluku, untuk memeriksa pimpinan DPRD yang diduga kuat terlibat dalam kasus tersebut.

Sudah dikirim ke gubernur,” ujar dia kepada Siwalima, Rabu (8/12) siang, sambil minta namanya tidak ditulis.

Ditanya soal info ini, Kasie Intel Djino Talakua, menolak memberi penjelasan, dengan alasan akan diinfokan ke pers. “Nanti diinfokan,” ujarnya singkat.

Merujuk pada Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Peme­rintah Daerah, pasal 53 ayat (1), pemanggilan tersebut harus menda­pat ijin dari gubernur.

Dalam Pasal 53 ayat (1) dise­butkan, Tindakan penyidikan ter­hadap anggota DPRD dilaksana­kan setelah adanya persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi anggota DPRD provinsi dan dari Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD kabupaten/kota.

Nantinya jika sejak 60 hari sejak surat tersebut dikirim tidak juga ditanggapi gubernur, penyidik bisa langsung memeriksanya, sebagai­mana diatur dalam pasal (2), Dalam hal persetujuan tertulis sebagai­mana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari se­menjak diterimanya permohonan, proses penyidikan dapat dila­kukan.

Temuan BPK

Dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada tujuh item temuan yang terindikasi fiktif. Adapun nilai keseluruhan temuan itu kalau ditotal berjumlah Rp5.293.744.800, dengan rincian sebagai berikut, belanja alat listrik dan elektronik (lampu pijar, bateri kering) terindikasi fiktif se­besar Rp425.000.0001,

Temuan tidak saja untuk biaya lam­pu pijar dan alat listrik, namun biaya rumah tangga pimpinan dewan tak sesuai ketentuan dan ditemukan selisih sebesar Rp690.­000.000

BPK dalam temuan menyebut­kan, secara uji petik tim pemerik­saan melakukan pemeriksaan atas 4 SP2D, dimana hasil diketahui bahwa realiasai belanja biaya rumah tangga dipertanggungja­wabkan dengan melampirkan nota toko dari dua penyedia dimana nota dan kuitansi pembayaran yang dilampirkan melebihi nilai SP2D yang dicairkan.

Selain itu, terdapat banyak keti­daksesuaian nilai antara kuitansi dan nota yang dilampir­kan, sehingga secara keseluruhan, terdapat kele­bihan nilai nota yang dilampirkan dibandingkan dengan total pencai­ran keempat SP2D sebesar Rp122. 521.000.

Dan ketika BPK melakukan kon­firmasi kepada PPK kegiatan pe­ngelolaan rumah tangga pimpinan DPRD, diketahui bahwa realisasi belanja biaya rumah tangga di sekretariat DPRD tidak dilaksanakan seperti yang dibuktikan pada doku­men pertanggungjawaban belanja realisai riil, namun yang dilakukan adalah uang hasil pencairan SP2D untuk belanja biaya RT sepenuhnya dibayarkan kepada masing-masing pimpinan DPRD setuap bulannya.

Dengan kata lain, PPK sama sekali tidak mengetahui rincian pembagian dan besaran yang dibagikan.

Selain itu, belanja biaya rumah tangga sebenarnya direalisasikan secara tunai kepada 3 orang pim­pinan DPRD Kota Ambon dengan besaran bulan yang berbeda,  untuk Ketua DPRD diserahkan sebesar Rp22.500.000/bulan,Wakil Ketua I dan II sebesar 17.500.000/bulan.

Untuk Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II total alokasi dan dalam setahun sebesar Rp690.000.000 (Rp 22.500.000.000 + (2x Rp 17.500.000.000) x 12 bulan. berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan realisasi biaya rumah tangga terindikasi fiktif dan melampirkan bukti pertanggungjawaban yang tidak dapat diakui sebesar Rp690.000.000.

Selain itu, pembayaran biaya RT kepada pimpinan DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000, dimana hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam PP nomor 18 Tahun 2017, termasuk didalamnya mengenai biaya rumah tangga pimpinan.

Dalam PP nomor 18 tahun 2017 disebutkan bahwa, biaya RT masuk ke dalam tunjangan kesejahteraan bagi pimpinan DPRD, namun dijelaskan pula bahwa belanja RT pimpinan hanya boleh diberikan bagi pimpinan yang menggunakan rumah dinas jabatan dan perlengkapannya.

Berdasarkan konfirmasi BPK, dan pemeriksaan atas aset tetap milik sekretariat DPRD, diketahui bahwa pimpian yang berhak hanya ketua DPRD Kota Ambon, sedangkan Wakil Ketua I dan 2 tidak berhak mendapatkan belanja RT, dan karenanya pembayaran atas belanja biaya RT yang dialokjasikan kepada Wakil Ketua DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000 (2xRp17.500.000)x12 bulan.

Uang Makan Minum

Berikutnya realisasi belanja makan dan minum di Sekretariat DPRD terindikasi fiktif sebesar Rp2.678.609.000.

Pada tahun anggaran 2020, Sekretariat DPRD Kota Ambon melaksanakan realisasi atas belanja makan dan minum sebesar Rp6.132.284.000 atau 97,96% dan yang dianggarkan sebesar Rp258.700.000.

BPK menemukan indikasi belanja fiktif pada realisasi belanja makan dan minum sebesar Rp912.931.000 pada 6 SPK, dimana pencairan atas dua SPK melalui 2 SP2D  nomor 3118/BL/L.S/BPK.AD/2020 dan nomor 3571/BL/LS/BPKAD/2020 dan nomor 3571/BL/LS/BPKAD/2020 pada kegiatan hari-hari besar keagamaan tidak dilaksanakan. Uang hasil pencairan dana atas kedua SPK tersebut diserahkan kepada pimpinan DPRD.

Hal ini dibuktikan dengan daftar pemnbayaran yang ditandatangani oleh masing-masing pimpinan DPRD.

Penyerahan uang pada termin dialokasi untuk Ketua DPRD, sebesar Rp83.920.594 untuk Wakil Ketua I sebesar Rp51.923.156 dan untuk Wakil Ketua II Rp51.923.156. Alokasi tersebut sebelum dipotong untuk fee/administrasi serta pajak terkait.

Sedangkan empat SP2D lain dicairkan oleh CV DG, kemudian uang hasil pencairan diserahkan kepada bendahara pengeluaran untuk dilakukan penyimpanan, namun wewenang untuk realisasi atas uang tersebut pada masing-masing ada pada PPK kegiatan.

Berikutnya terdapat indikasi fiktif atas realisasi belanja makan dan minuman yang melampirkan nota sebagai bukti pertanggungjawaban pada lima SP2D sebesar Rp1.270.250.000.

Selain itu, salah satu penggunaan uang hasil pencairan belanja makan minum mengutamakan nota dari CV DG adalah untuk membayar uang makan minum bagi pimpinan DPRD.

Adapun besaran alokasi untuk Ketua DPRD adalah Rp25.500.000/bulan, dan untuk Kedua Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp20.895.000/bulan. jika diakumulasikan, maka total belanja makanan dan minuman yang diserahkan secara tunai kepada pimpinan DPRD adalah sebesar Rp807.480.000 (Rp25.500.000×12 bulan) + (2xRp20.895.000 x 12 bulan).

Kegiatan penyediaan makan dan minuman untuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD di kantor dan rumah, tidak sesuai dengan PP No 18 Tahun 2017 tentang Hak Keua­ngan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD, karena pim­-pinan tidak berhak atas uang makan minum yang diberikan secara tunai. Dengan demikian secara keseluruhan, relaisasi belanja makanan dan minuman pada lima SP2D terindikasi fiktif sebesar Rp1.270.250.000. (S-51)