AMBON, Siwalimanews  – Enam calon sekot kembali me­ngikuti dua sesi seleksi, atas pe-rintah Komisi Aparatur Sipil Negara.

Seleksi jabatan Sekretaris Kota Ambon yang mestinya sudah menghasilkan Sekot definitif, mendadak dibatalkan.

Pembatalan itu dilakukan atas reko­mendasi KASN, yang menilai proses tersebut sarat intervensi.““Ketua KASN Agus Pramusino yang di­konfirmasi Siwalima mengaku belum mengetahui soal pembatalan itu.

“Saya belum tahu. Nanti saya cek dulu ya,” ujar dia di ujung telepon, Rabu (1/12).

Sumber Siwalima di KASN yang dihubungi Rabu (1/12), menga­takan pembatalan proses itu dika­renakan banyak intervensi dan kepentingan penguasa di Ambon.

Baca Juga: Mendagri Ingatkan Kota Ambon Percepat  Realisasi Belanja APBD

“Benar dibatalkan. Tapi pemba­talan hanya pada dua kegiatan saja yaitu sesi wawancara dan penulisan makalah,” ujar sumber yang me­minta namanya tidak ditulis itu.

Menurutnya, banyak laporan yang masuk ke KASN malah sudah diberitakan media tentang dugaan ketidakberesan dalam proses ter­sebut. “Laporan dan berita media itu yang jadi pertimbangan utama. Itu tidak sehat, makanya diulang,” tegasnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Pansel Sekot Ambon, Sadli Ie yang di­konfirmasikan Rabu (1/12), mene­gaskan tidak mengetahui seleksi ulang dua tahap kepada para calon Sekot Ambon itu.

“Beta tidak tahu sama sekali ada kegiatan itu nona. Minta maaf jua bukan menjadi urusan beta,” kata Sadli Ie melalui telepon selulernya.

Sementara itu, Kepala BKD Kota Ambon, Benny Selanno yang di­konfirmasi juga mengatakan hal yang sama tidak mengetahui seleksi ulang yang akan dilangsungkan hari ini. “Maaf jua nona ee, beta ini punya keluarga ada duka. Jadi beta seng tahu ada seleksi,” ujar Selanno.

Kendati Selanno membantah akan ada seleksi ulang, namun salah satu stafnya di BKD mengatakan, Wali­kota Ambon sudah memanggil se­luruh calon Sekot dan memberi­tahukan perihal tersebut kepada mereka.

“Pak wali ada pertemuan dengan seluruh calon di ruangan beliau, hari Selasa (30/11). Seluruh calon diun­dang, namun pak Huwae tidak hadir karena sedang di luar kota,” ujar pegawai BKD yang minta namanya tidak ditulis itu.

Informasi mengenai proses ulang calon Sekot Ambon, memang ditu­tup rapat. Tak satupun pejabat di Pemkot Ambon yang berani bicara kepada pers tentang masalah ini.

Kendati begitu, berbagai sumber yang ditemui, mengaku hari ini Kamis (2/12), Pansel Sekot Ambon kembali akan melakukan seleksi ulang dua tahapan yang direko­mendasikan KASN.

Diskualifikasi

Menyikapi hal itu, pakar Hukum Tata Negera dari Unpatti, Sherlock Lekipiouw mengatakan, harusnya calon-calon yang terindikasi ber­masalah itu didiskualifikasi.

“Kalau ada pelanggaran kenapa tidak didiskualifikasi. Kalau ada pelanggaran juga, jenis pelanggaran seperti apa. Kenapa panselnya tetap sama. Jadi memang ini sudah ada unsur politik. KASN harus diminta pertanggungjawaban,” jelas Leki­piouw.

Menurutnya, karena seleksi calon Sekot Ambon merupakan seleksi terbuka, Pemerintah Kota Ambon harus menjelaskan secara terbuka isi surat rekomendasi dari KASN alasan dilaksanakan ulang seleksi untuk dua tahapan itu.

“Ini kan seleksi terbuka, sehinga surat KASN harus dipublikasi. Tu­juannya untuk mengetahui sebe­narnya esensinya ada di mana. Kalau tidak terbuka, ini sama saja dengan kucing dalam karung. Kalau misalnya ada alasan-alasan yang rasional dari rekomendasi KASN ya, sudah selesai,” ujarnya.

Meski begitu, Lekipiouw mene­gaskan, seharusnya KASN memba­talkan semua penilaian pansel dan mengembalikan semua proses dari awal. “Mestinya batal demi hukum dan seluruh proses serta akibatnya di­anggap tidak ada. Artinya penta­hapan diulang dari nol,” katanya.

Disebutkan, suatu proses yang sudah cacat, hasilnya pun akan cacat. Pasalnya proses sejak awal sudah cacat.

“Jadi ini ibarat kelahiran yang dipaksakan, kalau tidak prematur ya pasti cacat. Jadi apapun hasilnya pasti cacat karena proses awal su­dah cacat. Kalau tidak mau cacat, semuanya harus diroses ulang ter­masuk timsel. Artinya kalau kita mau membutuhkan yang profesional,” ungkapnya.

Lekipiouw mempertanyakan teknis penilaian dua tahapan yang dise­leksi ulang itu.

“Pertanyaan teknisnya, berapa besar sih presentasi nilai dari dua tahapan ini yang bisa dia pengaruhi hasil? Kan begitu persoalannya dan itu harus dibuka sehingga kita tahu ini tahapan yang krusial. Jadi bagi saya, ini hasilnya kalau tidak prematur ya cacat. Karena tidak fair. Mudah-mudahan KASN profesio­nal,” tandas Lekipiouw.

Tak Profesional

Pengamat Kebijakan Publik, Nata­nel Elake mengatakan panitia se­leksi tidak profesional. Pansel bekerja tidak profesional dan terkesan sarat kepentingan.

“Jadi kalau memang itu betul ada arahan dari KASN untuk melakukan seleksi tambahan, maka yang patut disayangkan itu Pansel. Pansel be­kerja tidak profesional. Sepenge­tahuan saya, baru pernah terjadi seperti itu. Ketika hasil kerja pansel sudah selesai, lalu disampaikan ke KASN dan KASN menyuruh untuk dilakukan seleksi tambahan. Itu berarti indikasinya Pansel bekerja tidak profesional. Masa ada item atau indikator-indikator dalam seleksi itu yang tidak dilaksanakan apalagi itu menyangkut dengan wawancara dan penulisan makalah. Itu kan harus dinilai secara pro­fesional,” pungkas Elake.

Ia menghimbau kepada pemerintah kabupaten dan kota di Maluku untuk ke depan dalam rekruitmen panitia seleksi pejabat tinggi prata­ma, pansel yang ikut seleksi Sekot Ambon jangan diakomodir karena tidak independen.

“Sebagai warga Kota Ambon dan masyarakat Maluku secara umum, saya mau himbau supaya Pansel yang menyeleksi calon Sekot Ambon itu jangan lagi direkruit untuk menjadi pansel di tempat lain atau di kabupaten dan kota lainnya di Maluku. Itu memalukan. Jadi kalau mereka-mereka yang dijadikan pan­sel jangan lagi dipakai untuk pansel di kabupaten dan kota manapun sebab mereka itu tidak profesional. Bahaya itu Pansel, asal-asalan itu,” ungkapnya.

Copy-Paste

Sebagaimana diberitakan, saat sesi pembuatan makalah yang ber­tempat di salah satu ruangan Hotel Amaris Jalan Diponegoro, beberapa waktu lalu, tidak diikuti dengan pengawasan serius oleh pansel.

Menurut aturan, sesi pembuatan makalah ini seharusnya dikerjakan calon sekot di tempat atau di rua­ngan yang sudah ditunjuk itu. Na­mun yang kerja di tempat hanya Jooy Adriaansz, Jopie Selanno, Enrico Matitaputty dan Fahmi Salatalohy.

Sementara calon lain seperti Agus­tinus Ririmase dan Semuel Huwae nampak sudah memper­si­ap­kan makalah itu dari rumah, sehi­ngga mereka tinggal memasukan flashdisk ke komputer yang dise­diakan pansel.

“Memang dalam sesi ini tidak ada penjagaan dan pengawasan dari pansel. Seharusnya pansel ada di situ untuk menilai,” kata salah se­orang calon sekot yang minta na­manya tidak ditulis.

Menurut calon sekot itu, menjadi pemimpin apalagi Sekot harusnya yang ditunjukan integritas, bukan main curang. Karakter seorang pe­mimpin harus sejak awal jujur.

“Bayangkan waktu itu diberikan dua jam, otomatis kita yang kerja di tempat ini tidak bisa kerja sesuai waktu. Sementara yang lain copy flashdisk dan serahkan ke pansel. Kalau pansel mau jujur, jangan ting­galkan ruangan. Namanya seleksi harus tetap di ruanganlah. Awasi dan jaga peserta seleksi,” ung­kapnya.

Disisi lain, aturan menghendaki masuk ruangan seleksi dilarang mem­bawa handphone. Namun ke­nyataannya Agustinus Ririmase mem­bawa handphone dan berkomu­nikasi dari di dalam ruangan dan pansel membiarkannya.

“Jadi seleksi calon sekot ini se­jujurnya berjalan tidak semestinya,” pungkasnya.

Terkait tudingan itu, baik Agus Ririmase maupun Semuel Huwae, belum berhasil dikonfirmasi, lantaran telepon selulernya di luar jangkauan.

Sarat Kepentingan

Sebagaimana diberitakan, Pansel mengirim enam nama calon Sekot ke KASN. Padahal, lazimnya hanya tiga nama saja yang diusulkan.

Menyikapi hal itu, akademisi Fisip Unpatti Paulus Koritelu, terkait tarik ulurnya pengumuman nama calon Sekot Ambon mengatakan, pengu­sulan seluruh nama peserta seleksi Sekot Ambon, secara tidak langsung menunjukan kerja tim seleksi itu rawan disusupi dan tidak inde­penden, termasuk kekhawatiran pe­nguasa kalau kandidat yang di­inginkannya tidak lolos seleksi.

Koritelu menilai, usulan enam nama calon sekot membuktikan pansel tidak independen. Karena semestinya pansel punya integritas dan independensi dalam diri. Harga diri dan martabat serta keberadaan kapasitas dan kapabilitas ditentu­kan oleh integritas pansel untuk memberi nilai sesuai dengan hasil penilaian yang objektif, komprehensif dan rasional.

“Saya tidak mengerti intervensi itu dari mana, tapi mestinya pansel punya independensi, karena saya juga pernah pansel, pansel untuk uji hal yang sama di sejumlah kabu­paten. Disini kapabilitas dan kapa­sitas pansel dinilai masyarakat,” tandas Koritelu kepada Siwalima Selasa (2/11) lalu.

Ia mengatakan, dalam seleksi ada mekanisme yang sebenarnya meng­haruskan keterlibatan pansel. Arti­nya kehadiran pansel didasarkan pada pertimbangan kompetensi dan kapabilitas pada bidang keahlian masing-masing.

“Karena itu sebenarnya manfaat kehadiran pansel itu, tentu bukan menentukan siapa yang sekda, tetapi dalam kapabilitas dan kapa­sitas mereka. Itu kemudian mereka menilai kan itu ada substansi-sub­stansi pengujian, materi pengujian, jadi misalnya soal kepemimpinan atau leadership, soal penguasaan manajemen dan sebagainya. Nah dari situ sebenarnya nilai itu ke­mudian dikumpulkan. Namanya seleksi berarti ada tata aturan, urutan tertentu yang ditetapkan,” jelasnya.

Menurut Koritelu eloknya dalam pengumuman seleksi tidak harus enam nama diloloskan dan diusulkan ke KASN. Sebab kata Koritelu. Tidak mungkin nilai enam calon Sekot itu semua sama.

Kalaupun nilai semuanya sama, maka kemudian pansel harus bersi­dang untuk memutuskan, dengan mu­ngkin saja dalam tanda petik menda­patkan pertimbangan tertentu dari ke­pala daerah otonom dalam hal ini pak walikota dan wakil walikota mi­salnya. Tetapi eloknya itu pene­tapan hasil seleksi oleh pansel  itu tentu di­usulkan kesana itu tidak enam-enamnya tapi hanya tiga,” ujar Koritelu.

Dikatakan, boleh diusulkan enam nama tapi dalam laporan pansel harus lengkap dan komprehensif sesuai dengan urutan nilai yang diperoleh para peserta.

“Urutan perolehan nilai, tetapi saya lebih sepakat misalnya urutan-urutan itu disertai dengan akumulasi perolehan nilai dari enam orang itu,” jelas Koritelu.

Ditambahkan, jika walikota me­ng­usulkan enam nama sesuai penilaian pansel, paling tidak sedikitnya tiga sampai empat kriteria penilaian.

Kalau sudah kayak gini saya kira kompetensi dan kapabilitas calon se­kot itu sebenarnya mungkin saja da­lam tanda petik lebih jauh berada dibawah pertimbangan-pertimbangan politis tertentu. Saya tidak mengerti ini intervensi dari mana, tapi mestinya pansel punya independen, karena saya juga pernah pansel,” pung­kasnya.

Meskipun begitu, Koritelu per­caya dari enam nama yang diusulkan ada kerja pansel untuk penomoran atau nomor urut satu sampai tiga. Sebab katanya soal nomor urut satu sampai tiga sesuai nilai, adalah kewenangan pansel.

“Mudah-mudahan tidak atas dasar abjad nama ya, tetapi karena perolehan nilai ya. Saya nggak ngerti kalo berdasarkan abjad. Tapi kalo saya pansel harus punya  martabat, bahwa inilah hasil penilaian kami tentu saja bisa berbeda dengan ke­mauan politik dari sang pengauasa itu no problem tapi bahwa hasil kami ya kayak gini,” ungkapnya.

Salahkan Pansel

Walikota Ambon, Richard Louhe­na­pessy, Selasa (2/11) lalu beralasan kalau keterlambatan tersebut akibat pansel kesulitan dalam menentukan tiga nama terbaik dari calon yang mengikuti seleksi. “Pansel menga­lami kesulitan,” kata Louhenapessy kepada wartawan Ambon.

Pernyataan Walikota dua periode itu terkesan dipaksakan, karena hasil kerja panitia seleksi, semestinya diumumkan oleh pansel, bukan oleh Louhenapessy sebagai Walikota.

Karena sesuai pengumuman pansel Nomor 04/PANSEL/PKA/X/2021 yang ditandatangani oleh Sadli Ie sebagai ketua, semestinya nama calon sekda, sudah diumumkan ke publik sejak Kamis (21/10) lalu. Belakangan beredar kabar kalau keterlambatan itu akibat nilai yang dikirim tim asesor Mabes Polri belum diterima.

Diberitkaan sebelumnya, nformasi lain di pansel menyebutkan, walikota sengaja meminta pengumuman nama tiga besar ditangguhkan. Penundaan itu lantaran ada ketidak cocokan antara pansel dan walikota, yang ngotot menghendaki pengumuman itu berdasarkan abjad atau alfa­betikal dan bukan melalui skoring yang diperoleh.

Pasalnya melalui skoring, wali­kota yang sejak awal menjagokan Agus Ririmase, harus pasrah karena nilai yang diperoleh Agus, masih ada di bawah calon lain. “Pak Agus itu nilainya di bawah, makanya dirubah untuk tidak diumumkan berdasarkan nilai, melainkan berdasakan abjad,” ujar sumber Siwalima, Senin (1/11) siang. (S-32)