AMBON, Siwalimanews –  Kepala Dinas Kehuta­nan Provinsi Maluku, Sadli Ie tak gentar meng­hadapi proses hukum kasus illegal logging di Desa Solea, Kecamatan Seram Utara, Kabu­paten Malteng.

Sadli mengaku sudah diperiksa dan menje­laskan perannya kepa­da penyidik Kejari Mal­teng.

“Tak ada masalah ka­lau nama saya disebut oleh Fence Purimahua, karena mungkin saja ada hubungan kerja. Fence itu mantan staf saya yang terhitung sejak bulan November dimutasikan di Dinas Lingkungan Hidup Pro­vinsi Maluku,” tandas Sadli, kepada warta­wan, di Kantor DPRD Maluku, Selasa (3/3).

Disinggung soal ara­han dirinya kepada Fence untuk memback up PT Kalisan Emas, Sadli memban­tah­nya. “Oh, itu tidak benar. Nanti kita buktikan saja karena saya juga sudah diperiksa dua minggu lalu oleh jaksa Kejari Malteng,” tegas­nya.

Prinsipnya, kata dia, mendukung proses hukum yang dilakukan oleh Kejari Malteng terkait kasus illegal logging itu.

Baca Juga: DPRD Desak CV SBM Ganti Rugi ke Warga, Jangan Main-main

“Prinsipnya, saya mendukung proses hukum di Kejari Malteng, hal ini ditandai dengan menghadiri panggilan jaksa untuk diperiksa, dua minggu yang lalu,” ujarnya.

Nama Sadli Disebut

Sebelumnya diberitakan, nama Kadis Kehutanan Provinsi Maluku, Sadli Ie disebut dalam kasus illegal logging di Desa Solea, Keca­matan Seram Utara, Kabupaten Malteng saat tersangka diperiksa jaksa.

Tersangka yang mengungkap nama Sadli adalah anak buahnya sendiri, Fence Purimahua.

Aktivitas illegal logging yang dilakukan PT Kalisan Emas sudah di­ketahui oleh Sadli Ie sebagai Ke­pala Dinas Kehutanan Maluku. Na­mun diduga sengaja didiamkan.

“Diduga ada arahan dari Kadis Kehutanan kepada Fence untuk memback up PT Kalisan Emas,” ujar sumber di Dinas Kehutanan Ma­luku, kepada Siwalima, Senin (2/3).

Sumber itu juga mengung­kap­kan, ada upaya lobi yang dilakukan oleh Sadli agar ia tidak diseret oleh Kejari Malteng. “Nanti cek aja ke jaksa,” ujarnya.

Sementara Kasi Intel Kejari Mal­teng, Karel Benito yang dikonfir­masi tidak mau berspekulasi soal dugaan keterlibatan Sadli Ie.  “Kita tidak mau berspekulasi,” ujarnya.

Benito mengatakan, penyidikan masih berjalan, sehingga kemung­ki­nan ada tersangka baru.

“Intinya peluang adanya ter­sa­ngka baru dalam kasus ini masih terbuka dan karenanya kita masih terus bekerja untuk mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab selain ketiga orang yang su­dah kita tetapkan sebagai ter­sangka,” jelas Benito kepada Siwalima di Masohi, Senin (2/3).

Dikatakan, penyidik sangat fokus untuk menuntaskan kasus ini, ter­masuk mengejar pihak lain yang di­duga kuat turut bertanggung jawab.

“Kita bekerja dulu, saya pastikan tidak akan ada yang diloloskan siapapun dia. Intinya hukum harus tetap kita tegakan dan karenanya beri waktu kepada kami untuk me­nuntaskan kasus ini, termasuk mengungkap adanya keterlibatan pihak lain,” tandas Benito.

Jerat Empat Tersangka

Seperti diberitakan,  Kejari Ma­luku Tengah menjerat empat orang sebagai tersangka kasus dugaan illegal logging di Desa Solea, Kecamatan Seram Utara.

Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka masing-masing Pega­wai Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Fence Purimahua, Direktur PT Kalisan Emas Riky Apituley, pemodal dari Surabaya Abdullah dan Juanda Pacina, pemilik somel di Wahai Seram Utara.

Kasi Intel Kejari Malteng, Karel Benito menjelaskan, penetapan ke­empat tersangka dilakukan dalam ekspos pada Selasa (25/2) sore.

“Kita maraton kemarin siang hingga kemudian ekspos sampai dengan pukul 20.00 WIT semalam dan langsung menetapkan keem­pat orang tersebut sebagai ter­sangka dalam kasus dugaan illegal logging itu,” kata Benito kepada Siwalima, melalui telepon seluler­nya, Rabu (26/2).

Benito menjelaskan, keempat tersangka memiliki peran strategis dalam kasus ini, mulai dari meren­canakan penebangan kayu hingga proses suplai kayu ke Surabaya.

“Kegiatan ini sudah dilakukan sejak tahun 2019 lalu. Jadi mereka berempat adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini. PT KE sebagai pemilik izin memiliki ikatan kontrak dengan pihak somil, tapi pada kenyataan­nya mereka melakukan peneba­ngan di luar area izin serta berada dekat dengan daerah penyangga kawasan konservasi hutan,” ungkapnya.

Keempat tersangka diancam dengan pasal 94 dan  82 UU No­mor 18 tahun 2013  tentang pen­cegahan dan pengrusakan hutan dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara.

Para tersangka telah ditahan di Rutan Masohi untuk mencegah mereka melarikan diri, dan meng­hilangkan barang bukti.

“Kita punya waktu 50 hari kede­pan untuk merampungkan dan menyiapkan tuntutan, serta untuk menghindari masalah yang tidak diinginkan seperti melarikan diri dan kelancaran penyidikan, para ter­sangka langsung kita tahan di Rutan Masohi,” tandas Benito.

Sebelumnya kasus ini ditangani pihak Balai Gakum Wilayah Maluku Papua, namun kemudian diambil alih oleh Kejari Masohi sejak Januari 2020 lalu.

“Jadi langkah yang kita lakukan adalah untuk menyelamatkan hutan dari pengrusakan yang bakal menyebabkan bencana alam dan lain sebagainya,” tandas Benito lagi. (Mg-4)