AMBON, Siwalimanews – Ratusan konsumen proyek sejuta rumah di Desa Tawiri mendatangi DPRD Provinsi Maluku menuntut, adanya pe­nye­lesaian persoalan program perumahan ber­subsidi bagi mas­yarakat berpenghasilan rendah yang dibangun di Desa Tawiri, Senin (12/6).

Pasalnya, sejak tahun 2017 hingga saat ini, sebanyak 400 kepala keluarga yang menjadi kon­sumen belum juga mendapatkan rumah idaman mereka, padahal puluhan juta rupiah telah dise­rahkan kepada PT Lestari Pemba­ngunan Jaya yang dipimpin Betty Kaihattu selaku pihak pengem­bang.

Pantauan Siwalima  di DPRD Ma­luku, ratusan masa yang meng­klaim sebagai korban penipuan yang dilakukan PT Lestari Pemba­ngunan Jaya, tiba di Baileo Rakyat Karang Panjang pukul 09.30 WIT dan langsung melakukan orasi.

Ketua tim Roger Taberima dalam orasinya mengatakan, kedatangan korban MBR Tawiri bukan pertama kali, tapi sejak tahun 2021 juga pernah mendatangi DPRD dan telah dilakukan pertemuan bersa­ma Komisi III, namun tindaklanjut dari pertemuan tersebut tidak ada hingga hari ini.

Akibatnya, tim pun melaporkan persoalan ke DPR dan oleh Ketua Badan Anggaran yang didampingi anggota DPR Mercy Barens me­rekomendasikan agar pemerintah daerah harus memastikan program sejuta rumah di Desa Tawiri dinikmati oleh masyarakat.

Baca Juga: Percepat Pembangunan di Haruku, Pangdam Jamin Keamanan

“Kita sudah pernah datang per­temuan dengan Komisi III tahun 2021, bahkan sudah on the spot tapi saat itu mereka pergi saat mau bertemu dengan masyarakat, ini ada apa? diduga ada permainan antara pengembang dan DPRD serta pemerintah,” duga Taberima.

Ia mengaku, semua konsumen telah membayar DP sejak tahun 2017 hingga saat ini, dengan total yang dibayarkan mencapai Rp30 juta, itu artinya semua administrasi telah dituntaskan.

“Kami merasa ditipu sebab kita sudah bayar Rp30 juta lebih dan 400 KK tapi informannya ada 2000 KK, makanya kita datang minta keadilan di DPRD,” kesalnya.

Taberima pun mengancam, jika tuntutan yang disampaikan tidak ditindaklanjuti, maka para korban penipuan PT Lestari Pemba­ngu­nan Jaya akan kembali melakukan aksi dengan jumlah massa yang banyak.

Setelah berorasi beberapa menit, massa korban penipuan ditemui anggota Komisi IV DPRD Andi Munaswir.

Didepan para demonstran, Munaswir menjelaskan, secara kewenangan persoalan MBR Tawiri bukan menjadi kewenangan Ko­misi IV, tetapi pihaknya akan mene­ruskan kepada pimpinan DPRD dan pimpinan Komisi IV.

“Memang masalah MBR Tawiri ini sudah banyak memakan kor­ban, jadi nanti kita teruskan ke pimpinan DPRD tapi kalau me­mang tidak ada rumahnya, maka harus dikembalikan uangnya bagi para korban,” ujar Munaswir.

Setelah menyerahkan tuntutan mereka, massa yang mengaku kor­ban penipuan dari perusahan milik Betty Pattikaihattu ini ke­mudian membubarkan diri dan melanjutkan aksi yang sama di DPRD Kota Ambon dan Kantor Gubernur Maluku

Lapor Pattikaihatu

Setelah tak berhasil menemui Komisi III maupun pimpinan DPRD Maluku, massa yang mengaku sebagai konsumen perumahan MBR melaporkan Direktur PT Lestari Pembangunan Jaya Betty Pattikaihatu selaku pihak pengem­bang program sejuta rumah di Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, ke DPRD Kota Ambon.

Puluhan masyarakat yang mengaku sebagai korban dari program tersebut, mendatangi Baileo Rakyat Belakang Soya, sekitar pukul 10.30 WIT. Kedatangan pu­luhan warga korban dari peru­sahan milik Pattikaihattu itu men­dapatkan pengawalan ketat dari personel Polresta Ambon.

Para korban ini diterima oleh anggota Komisi III DPRD Kota Ambon Lucky Upulattu Nikijuluw dan Ari Sahertian, di ruang pripurna utama.

Dalam pertemuan itu, ketua tim Roger Tabareima menuturkan, bahwa mereka berproses sejak tahun 2017, dan hingga kini tidak ada kejelasan apapun dari pihak pengembang soal rumah tersebut.

“Sampai sekarang kita tidak pernah bertemu dengan dia (Betty), untuk itu kita berharap DPRD dapat menfasilitasi itu dengan mengha­dirkan yang bersangkutan disini,” tandas Roger.

Roger mengaku, ada sekitar 4 KK yang telah melakukan penye­toran awal sebesar 1 persen dari harga rumah atau sekitar Rp 1,4 juta lebih. Yang mana uang ter­sebut disetor langsung ke Betty Patikaihattu selaku pihak pengem­bang. Bahkan sebagian KK lainnya juga telah mencicil perumahan tersebut hingga Rp20-30 juta.

“Harga rumah itu pertama Rp141 juta, kemudian di 2018 naik jadi Rp148 juta, jadi yang disetor itu 1 persen dari harga rumah. Tapi sebagian itu, sekitar 400 KK, sudah setor Rp20-30 juta untuk menyicil perumahan itu,” jelasnya.

Untuk itu, pihaknya minta agar persoalan ini dapat difasilitasi oleh  pemkot, dalam hal ini DPRD, ka­rena saat ini, sudah ada sekitar 250 bangunan rumah yang sudah berdiri, namun belum diketahui, apa kendalanya, sehingga tidak bisa ditempati oleh orang-orang yang telah melakukan pembayaran.

Menanggapi hal itu, Nikijuluw mengatakan, pihaknya akan mela­ku­kan rapat internal sebagai bentuk tindaklanjuti atas aduan warga tersebut.

Dia menjelaskan, sebenarnya ini adalah kewenangan peme­rin­tah provinsi, namun sebagai warga Kota Ambon, pihaknya akan ber­upaya.

“Terkait program sejuta rumah itu, ini sebenarnya kewenangan pro­vinsi, namun suka tidak suka, mereka ini warga Kota Ambon yang harus juga dilayani. Persoalan ini sudah lama, dan memang DPRD juga pernah mengundang Pattikai­hatu sampai 3 kali, tapi tidak pernah digubris,” ungkap Nikijuluw.

Untuk itu, nantinya setelah rapat internal, Komisi III juga akan ber­koordinasi dengan DPRD provinsi terkait hal ini.

“Sesuai waktu yang mereka mintakan, itu 3 hari, jadi muda-mudahan, dalam minggu ini sudah berproses untuk menindaklanjuti aduan mereka,” ujarnya.

Untuk diketahui, dalam perte­muan itu, mereka juga menyerah­kan 5 poin pernyataan sikap me­reka yakni, pertama, kami mohon bantuan bpk/ibu anggota DPRD untuk segera menyelesaikan ma­salah perumahan bersubsidi ini dan segera memanggil pengem­bang ibu Betty Pattikaihatu untuk bertemu dengan MBR di Kantor DPRD, kedua, sudah kesekian kali kami datang dan menanyakan hal perumahan ini dan sampai sejauh ini tidak ada perkembangannya. Tolong bpk/ibu berikan penjela­sannya.

Ketiga, tahun 2022 kami sudah berproses sampai di Jakarta dan sudah diputuskan dalam rapat banggar untuk penyelesaian pe­rumahan di Maluku ini, tapi dalam realisasinya kenapa macet sampai saat ini.

Keempat, kami sudah memba­yar kepada pengembang dalam hal Ini PT Lestari Pembangunan Jaya dengan Direkturnya Ibu Betty Pattikaihatu sebanyak 1.000an Kepala Keluarga masing-masing Rp20.000.000 sampai Rp 30.000. 000.

Kelima, kami minta supaya pemerintah dan DPRD untuk se­gera merespon masalah ini. Dan jika dalam waktu 3×24 jam tidak diindahkan, maka kami akan kem­bali dengan jumlah massa yang lebih banyak, karena masyarakat yang mendaftar dan telah mem­bayar semua administrasi terkait perumahan ini sudah kurang lebih 5 ribuan KK. (S-20/S-25)