AMBON, Siwalimanews – Kasus pengambilan paksa jenazah Covid-19 oleh keluarga kembali terjadi. Kali ini di Rumah Sakit Tingkat III dr J Latumeten, Kamis (15/7).

Kejadian pengambilan paksa jenazah pasien berinisial FF (64) berjenis kelamin perempuan ini, dikarenakan keluarga almarhumah menuding pihak RS dr J Latumeten telah membohongi publik terkait hasil PCR ibu mereka.

Kepada Siwalimanews, MF anak almarhumah mengaku, kesal terhadap pelayanan pihak RST yang dinilainya kurang manusiawi, bahkan tidak jujur saat merawat pasien.

“Saya nilai pihak RST Latumeten tidak jujur dalam merawat pasien, sehingga kami dari pihak keluarga tidak mengakui, kalau ibu kami meninggal akibat terpapar Covid-19,” ujarnya.

“Lantaran itu, kami dari pihak keluarga setuju untuk dilakukan swab dan rapid antigen dan hasilnya keluar non reaktif atau negatif. Sehingga tidak benar ada hasil PCR yang menyatakan ibu saya Covid-19,” ucapanya.

Baca Juga: Dinkes Diingatkan Jamin Ketersediaan Cartridge PCR

Dijelaskan, pihak keluarga sendiri dikagetkan dengan informasi yang disampaikan oleh salah satu suster kepala yang melihat kondisi alamarhumah dan langsung menyampaikan, bahwa ibu kami terpapar Covid-19.

“Saat itu beta tanya, ibu tahu beta mama gejala Covid-19 dari mana, dan suster itu jawab dari hasil PCR, lalu beta minta buktinya, tetapi mereka bilang hasilnya belum keluar, yang ada itu ibu kami positif diketahui berdasarkan keterangan via WhatsApp, ini maksudnya apa,” tandasnya.

Untuk itu, pihak keluarga kata dia, menuding pihak RST sudah lakukan pembohongan publik, sebab tidak ada swab ulang yang dilakukan oleh pihak rumah sakit.

Mengapa demikian, sebab tidak ada bukti dari rumah sakit lakukan swab PCR lain, selain saat berada di UGD dan itu keluarga jadi saksinya, bahwa tidak ada petugas yang lakukan swab PCR selain di UGD,”  tegasnya.

Ia mengaku, ibunya masuk RST pada, Minggu (11/7), yang buat keluarga heran yakni, ada hasil PCR lain keluar saat ibu mereka meninggal. Pasalnya, yang pihak keluarga tahu, swab sekaligus rapid antigen itu dilakukan sewaktu berada di UGD dan hasilnya non reaktif alias, negatif.

Yang paling disesali pihak keluarga lagi yakni, saat menjalani perawatan, pihak keluarga  sudah minta obat dari dua hari sebelumnya, namun sampai dengan disaat-saat terakhir ibunya hendak meninggal, baru pihak rumah sakit memberi obat.

“Mereka berikan obat pil, padahal kondisi ibu saya sesak nafas dan harus minum obat cair. Saya sudah minta ke suster, tetapi tidak dikasih, ibu saya sudah mau putus nafas baru di kasih obat, sampe ibu saya makin sesak nafas, bantuannya hanya lewat oksigen dan selama empat hari di ruangan, hanya satu kali dapat obat minum, itupun minum obat yang digiling oleh saya,” tuturnya.

“Kami dari pihak keluarga menilai ini kekeliruan yang dibuat, untuk itu pihak rumah sakit harus memberikan klarifikasi atas kejadian ini, jangan meresahakan kami dari pihak keluarga,” harapnya.

Sedangkan  Kapendam Pattimura Letkol Arm Adi Prayoda saat dikonfirmasi Siwalimanews melalui telepon selulernya, membenarkan ada kejadian tersebut, namun secara detail peristiwa itu, baru akan dikalrifikasikan  oleh pihak RST, Jumat (16/7) besok. (S-51)