Kejaksaan Tinggi Maluku berupaya memenjarakan Ferry Tanaya dalam Kasus pembangunan PLTMG Namlea“Upaya ini akhirnya kandas pasca Mahkamah Agung secara seksamaj mengeluarkan putusan bernomor 308 K/Pid.Sus/2022 pada Kamis 3 Februari 2022 yang menolak kasasi Kejaksaan Tinggi Maluku terkait korupsi pembangunan PLTMG Namlea yang menyeret Fery Tanaya selaku pemilik lahan.

Putusan ini juga menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Ambon, yang juga memutuskan Ferry Tanaya bebas murni.“Dalam amar putusannya, Mahkamah Agung dalam sidang putusan Kasasi yang dipimpin Hakim Suhadi menegaskan, menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi atau penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Buru dan membebankan biaya perkara pada seluruh tingkat peradilan dan pada tingkat kasasi dibebankan kepada negara.

Petikan keputusan Mahkamah Agung tersebut menegaskan kalau Fery Tanaya tidak terbukti korupsi dana pengadaan lahan untuk pembangunan PLTMG Namlea. Fery Tanaya merupakan pemilik lahan yang karena kepentingan umum, ia rela melepaskan sebagian lahan miliknya untuk PT PLN Maluku membangun proyek mesin pembangkit PLTMG.

Namun dalam perjalanan, Kejaksaan Tinggi Maluku, kala itu Kajati, Rorogo Zega menyeret Fery Tanaya yang nota bene pemilik lahan ini masuk dalam pusaran korupsi dengan tuduhan lahan atau tanah miliknya itu punya negara. “Sebelumnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ambon pada 6 Agustus 2021 menjatuhkan vonis bebas murni kepada Fery Tanaya.

Hakim menyatakan, Fery Tanaya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan korupsi anggaran pengadaan lahan pembangunan proyek PLTMG Namlea.“Jaksa Penuntut Umum Kejati Maluku kemudian diperintahkan hakim untuk membebaskan Ferry Tanaya dari semua dakwaan.

Baca Juga: Apresiasi Penuntasan Kasus KPU SBB

Ferry didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan proyek PLTMG Namlea milil PT PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara.“Dalam pertimbangan ketiga hakim pria ini, lahan seluas 48.645 meter persegi yang terletak di di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru, itu, Fery Tanaya berhak menerima ganti rugi pada bidang tanah di kawasan tersebut.

Untuk diketahui, kepemilikan lahan itu oleh Fery Tanaya sudah lebih dari 31 tahun. Kajati Maluku kala itu Rorogo Zega secara sepihak mengatakan lahan tersebut milik negara. Putusan MA ini justru menjadi pelajara penting bagi aparat penegak hukum dalam hal ini kejaksaan, untuk lebih hati-hati teliti dalam mencermati setiap penanganan kasus korupsi.

Proses penegakannya harus serius dilakukan. Jika ada bukti-bukti dugaan yang cukup maka wajar siapapun oknum yang terlibat harus dihukum. Tetapi jika tidak ada bukti maka Kejati Maluku jangan menunjukan sikap arogansi dalam proses tersebut. Hukum harus ditegakan dengen bemar. Jika pelaku salah maka patut dihukum, jika tidak maka harus dibebaskan. Kejati Maluku harus melihat penanganan kasus ini secara baik dan bukan direkayasa untuk menujukan kekuasaan.

Karena itu wajar jika kemudian ada pihak-pihak yang meminta agar Kejagung memeriksa Kejati Maluku yang kala itu dipimpin Rorong Zega dan jaksa penyidik.

Pemeriksaa itu penting agar kepercayaan publik bagi lembaga penegak hukum ini tetap terjaga. (*)