AMBON Siwalimanews – Puluhan pemuda yang mengatasnamakan diri mereka anak negeri Hutumuri, melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Negeri Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Jumat (14/1).

Aksi yang dimulai sejak pukul 10.00 WIT dilakukan, lantaran menurut mereka pengelolaan ADD dan DD oleh pemerintah negeri dikelola tidak transparan.

Koordinator aksi Abraham Mutuanakotta kepada Siwalimanews usai aksi tersebut menegaskan, sejak tahun 2015-2021, masyarakat ingin adanya transparansi penggunaan ADD dari pemerintah negeri.

“Apakah hanya sebatas orang-orang kantor negeri yang tahu saja? Pemerintah negeri jangan hanya berjanji untuk sampaikan ADD/DD kepada masyarakat, sebab nyatanya janji tinggal janji saja yang diberikan,” ucap Abraham.

Pasalnya, setelah beberapa anak negeri melakukan pelacakan program yang dilaksanakan dengan menggunakan kedua dana ini di negeri ternyata, terbukti ada program-program yang fiktif bahkan ada juga yang mark up.

Baca Juga: Komisi III DPRD Koordinasi Penanganan Banjir Bula

“Misalnya terkait dengan tambak ikan, kemudian mark up anggaran semisal internet untuk masyarakat miskin dan pelajar,” bebernya.

Selain program-program yang fiktif, kepala-kepala soa yang sudah dilantik juga, ternyata belum diberikan SK kepada mereka. Sementara kepala-kepada soa yang lama atau masa tugasnya telah habis, Freddy Benjamin Waas selaku Raja Negeri Hutumuri, masih berikan kesempatan untuk mereka ini bekerja.

“Ini yang masyarakat Hutumuri harus tahu kebobrokan dari pemerintah negeri,” tegassya.

Bahkan kata dia, selama ini pemerintah negeri tidak pernah melakukan rapat bersama dengan masyarakat, untuk menyampaikan program-program serta anggaran dari program tersebut.

“Sejak 2016, janji tinggal janji untuk rapat dan transparan soal program dan anggaran tidak pernah direalisasi, sehingga kita niat lakukan aksi hari ini,” jelasnya.

Untuk anggaran ADD/DD yang diperuntukkan untuk Negeri Hutumuri ungkap dia, setiap tahunnya alami kenaikan, dimana dari Rp1 miliar di tahun 2015 meningkat menjadi Rp2 miliar dan kemudian naik lagi menjadi Rp3 miliar dan untuk saat ini kurang lebih Rp5 miliar.

Oleh karena itu, ia berjanji akan melaporkan masalah ini kepada pihak Kejaksaan Negeri Ambon untuk diambil langkah menyelesaikan permasalahan ini dengan mengusutnya.

“Awalnya saat kita demo itu, upulatu dan saniri negeri usir karena menurut mereka kita tak miliki izin, namun sebagai anak negeri tidak perlu surat izin, sehingga kita tetap bertahan, akhirnya kami diminta masuk untuk bicarakan poin-point tuntutan kita,” tandasnya.

Namun kata Abraham, permintaan pihak pemerintah negeri itu, tak diikuti oleh mereka, sebab diduga itu sebuah trik untuk merayu para pemuda di negeri ini.

Untuk itu setelah kita melakukan orasi dan membcakan poin-poin tuntutan dalam kasi itu, kemudian mereka meninggakalkan kantor negeri, kembali ke rumah masing-masing. (S-51)