AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Polda Maluku telah mengantongi hasil laboratorium forensik kasus tertembaknya almarhum Mohamad Temarwut di Negeri Wakal, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.

Dalam hasil uji labfor tersebut menunjukan adanya keganjalan, lantaran sample darah yang di ambil dari tempat kejadian per­kara bukanlah darah manusia, sehingga polisi menduga ada indikasi rekayasa penembakan tersebut.

Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat mengata­kan, berdasarkan hasil pemerik­saan barang bukti di TKP oleh tim labfor Mabes Polri, terdapat ke­sesuaian maupun ketidakse­suaian yang perlu diklarifikasi kembali oleh para saksi.

“Berita acara hasil pemeriksaan sudah diserahkan oleh tim Labfor dan penyerahan itu ikut disaksi­kan oleh Komnas HAM di Polda Maluku. Ada barang bukti yang cocok namun ada juga beberapa yang tidak cocok, diantaranya ber­cak darah,” kata Ohoirat dalam rilisnya yang diterima redaksi Si­walima  di Ambon, Selasa (23/5).

Ohoirat menjelaskan, yang paling krusial adalah bercak merah yang ditemukan di TKP. Berdasar­kan pengakuan para saksi bahwa itu merupakan darah korban. Ter­nyata berdasarkan uji forensik ber­cak warna merah tersebut bukan darah korban, bahkan juga bukan darah manusia ataupun hewan.

Baca Juga: Usut Penembakan di Saparua, Polisi Uji Proyektil Peluru di Labfor Makassar

“Jadi ternyata dari hasil peme­riksaan laboratorium itu bahwa bercak merah yang dimaksudkan itu bukan merupakan darah ma­nusia maupun darah hewan, sehingga patut diduga bahwa korban tidak jatuh di tempat itu, tetapi jatuh di tempat lain,” ujarnya..

Di sisi lain, lanjut Ohoirat, saat dilakukan pertemuan dengan Komnas HAM pada Rabu (29/3) lalu, Komnas HAM menyampaikan bahwa mereka sudah meninjau TKP penembakan dan melakukan klarifikasi dengan dokter forensik yang mengotopsi korban.

Hasil klarifikasi diketahui bahwa titik masuknya anak peluru di tubuh korban lebih rendah dari titik ke­luarnya. Atau dapat disimpulkan bahwa pelaku penembakan posi­si­­nya lebih rendah dari posisi korban.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan hasil olah TKP. Dimana po­sisi korban tertembak dan jatuh jus­tru berada di bawah jalan, semen­tara arah datangnya aparat lebih tinggi. Sehingga apabila tembakan tersebut berasal dari tembakan aparat, maka seharus­nya titik masuk peluru lebih tinggi dari titik keluarnya peluru di tubuh korban.

Kata Ohoirat, untuk mengklarifi­kasi kembali hasil pemeriksaan labfor Mabes Polri, temuan Kom­nas HAM dengan para saksi di TKP, maka Polda Maluku sudah ber­ulangkali mengundang keluarga korban yang juga merupakan saksi mata di TKP. Namun hingga kini para saksi tidak memenuhi pang­gilan tersebut.

Penyidik juga, lanjutnya, sudah berupaya dengan meminta ban­tuan Komnas HAM agar meng­hadirkan para saksi untuk diambil keterangan, termasuk di tempat netral seperti di kKantor Komnas HAM, namun para saksi juga tidak penuhi panggilan.

Selanjutnya, penyidik sudah berkoordinasi dengan penasehat hukum agar menghadirkan para saksi untuk diambil keterangan di tempat yang netral, namun mereka juga tidak datang. “Kami khawatir ada indikasi rekayasa kasus dan kesaksian yang tidak benar,” kata Ohoirat menduga.

Menurutnya, Polda Maluku sejak awal menangani kasus ini secara profesional, terbuka dan terang benderang.

Polda Maluku juga telah mela­ku­kan ekspos kasus ini dengan Kom­nas HAM sebanyak dua kali, terma­suk satu kali melibatkan labfor Polri untuk penyelidikan se­cara ilmiah, sehingga kasus ini terungkap se­cara terang bende­rang siapa pela­kunya untuk diminta pertanggung jawaban di depan hukum.

Polda Maluku meminta agar pe­nasehat hukum agar jangan hanya menuntut Polri untuk mengungkap kasus tersebut. Namun ketika giliran diminta melakukan tugas­nya mendampingi para saksi untuk diambil keterangan, juga tidak bisa sampai saat ini.

“Kami meminta penasehat hu­kum agar berhati-hati dalam me­nyampaikan statemen yang justru dapat berpotensi memperkeruh situasi di lapangan,” pinta Ohoirat.

Penasehat hukum diminta bisa bersama Polda Maluku dan mem­bantu mengungkap kasus terse­but. Hal ini sesuai dengan apa yang pernah disampaikan penasehat hukum di depan Direktur Res­krimum Polda Maluku untuk bisa menghadapkan para saksi, sehi­ngga dapat diklarifikasi kembali sesuai hasil olah TKP dan bukti ilmiah laboratorium forensik Polri.

“Tapi nyatanya sampai saat ini pengacara tidak bisa juga meng­hadirkan saksi-saksi tersebut, bah­kan dengan berbagai alasan me­ng­hindari pemanggilan saksi oleh penyidik. Yang terjadi malah peng­acara ini menuntut-nuntut dan mengeluarkan statemen yang tidak berdasar fakta di lapangan, baik terhadap Polda Maluku mau­pun kepada Komnas HAM,” katanya.

Polda Maluku menghimbau semua masyarakat termasuk warga masyarakat Wakal dan Hitu agar menjaga situasi dan kondisi yang sudah semakin kondusif.

“Jangan memberikan stetmen yang memanas-manasi tapi seba­liknya mari kita bersama meng­ungkap kasus ini secara terang benderang,” pintanya. (S-10)