AMBON, Siwalimanews – Pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri, diminta untuk segera menarik Karteker Bupati Seram Bagian Barat Andri Chandra As’aduddin.

Pemimpin umat beragama di Maluku mengambil langkah tegas, dengan menyurati Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, menolak As’aduddin untuk terus menjadi penjabat di SBB.

Mereka menganggap As’adud­din bertidak over acting dan men­cederai toleransi umat beraga­ma di kabupaten berjuluk Saka Mese Nusa itu.

As’aduddin yang baru bertu­gas lima bulan di Kabupaten SBB, sejak dilantik Gubernur Ma­luku, Murad Ismail 24 Mei 2022 lalu, dinilai telah mencederai tole­ransi umat beragama di Maluku de­ngan tindakan dan kebijakan­nya.

Demikian diungkapkan, Uskup Diosis Amboina Mgr Seno Ngut­ra, kepada wartawan di ruang kerjannya, Selasa (13/9) pagi.

Baca Juga: Target Belanja Pemkot Ambon 1 Triliun di 2023

Kata Uskup, langkah tegas ini diambil pemimpin umat beragama di Maluku, meliputi agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Budha karena ada bebe­rapa fakta yang dilakukan oleh penjabat Bupati SBB.

Selain menyurati Mendagri, tem­busan surat penolakan terhadap Pen­jabat Bupati SBB itu juga tem­busannya disampaikan kepada Presiden Joko Widodo serta Menteri Sekretaris Negara.

Uskup menegaskan, para pemim­pin umat juga sudah bertemu lang­sung dengan Gubernur Maluku, Murad Ismail dan menyampaikan berbagai keluhan terkait dengan tindakan yang dilakukan penjabat Bupati SBB yang dinilai mencederai toleransi di Maluku.

“Kemarin karena mendapatkan laporan dari Ketua MUI, ketua-ketua klasis dan Pastor di SBB. Maka kami para pemimpin umat ke­marin sore, minus Ketua Sinode GPM, tetapi beliau ada dalam grup, kami bertemu dengan gubernur untuk menyatakan keberatan dan unek-unek kami tentang, penjabat Bupati SBB. Ada beberapa fakta yang membuat kami para tokoh agama harus bertndak, walaupun itu ranahnya politik dan pemerintahan, tetapi kami tetap merasa dalam konteks membangun kebersamaan dan toleransi umat beragama, sehi­ngga jika ada tindakan yang dilaku­kan oleh oknum pejabat seperti itu, maka itu berarti dia menciderai apa yang selama ini sementara dibangun oleh para tokoh agama,” ujar Uskup.

Adapun sejumlah fakta diungkap­kan Uskup yaitu, pertama, pihak GPM mengajukan permohonan un­tuk pem­bukaan jalan di Desa Kai­bobu, menjelang kegiatan AMGPM di sana, tetapi penjabat bupati me­nolak itu.

Akhirnya melalui Ketua Sinode menyampaikan ke gubernur dan direspon sehingga jalan tersebut bisa dibangun.

Kedua, saat para pimpinan agama di SBB ingin bertemu penjabat bu­pati, tak diberi ruang dan waktu un­tuk bertemu. Pimpinan umat ini me­nunggu dari pukul 08.00 WIT hing­ga pukul 19.00 WIT, namun penjabat bupati tidak juga menemui mereka.

Ketiga, yang paling meresahkan yakni penjabat bupati memperta­nya­kan keabsahan lembaga Pesparani.

“Ini yang membuat saya sebagai uskup sedikit marah, sebab ini ke­giatan keagamaan, kemudian Pespa­rani Provinsi yang akan berlang­sung di Kota Tual diatur oleh Peraturan Menteri Agama. Ini juga berdasar­kan keputusan Gubernur Maluku sejak dulu, namun kemarin ketika lembaga Pesparani SBB bertemu dengan penjabat sebanyak 3 kali  dan syukur kemarin setelah diper­tanyakan oleh pers, akhirnya dana Pesparani ini dicairkan,” ucap Uskup.

Walaupun anggarannya telah dicairkan kata Uskup, yang mem­buat dirinya marah yakni seorang penjabat bupati mempertanyakan keabsahan Pesparani, padahal itu merupakan kegiatan keagamaan yang sesuai dengan Permenag.

Karenanya kata Uskup, seorang pejabat siapapun tidak bisa menga­takan bahwa ini tidak sah, apalagi penjabat mempermasalahkan SK yang diberikan oleh almarhum mantan Bupati Yasin Payapo kepada lembaga itu, bahwa SK itu tidak berlaku lagi, sebab mantan bupati telah meninggal dunia.

“Inikan aneh, sebab SK itu bukan diberikan pribadi sorang Yasin Payapo, tetapi jabatannya sebagai bupati, maka SK itu berlaku sampai 5 tahun, bahkan sang penjabat bupati ini juga ada mengeluarkan bahasa bahwa, saya punya hak untuk mengalihkan dana Pesparani ini ke mana saja sesuai saya punya mau. Ini tidak bisa, sebab sudah dianggarkan oleh pemda sebelum­nya,” tandas Uskup.

Berdasarkan kejadian-kejadian ini, jelas Uskup, maka kelima pe­mimpin agama di Maluku telah menyepakati akan menempuh cara-cara yang legal untuk menyatakan keresahan umat terhadap Penjabat Bupati SBB kepada Mendagri de­ngan menulis surat mosi tidak per­caya atau penolakan terhadap pen­jabat Bupati SBB kepada Mendagri dan tembusannya akan disampaikan ke Presiden dan Mensesneg.

“Surat ini dalam satu dua hari kita layangkan, sebab konsep sudah ada tinggal kami tunggu Ketua Sinode GPM balik ke Ambon. Maka kami semua tandatangan surat itu kemu­dian diserahkan kepada gubernur dan akan diteruskan ke Mendagri,” tandas Uskup.

Lagi kata Uskup, tindakan ini di­ambil para pemimpin umat di Maluku, sebab kerjasama antara pemerintah dan para pemimpin agama di Maluku yang selama ini sudah sangat bagus terjalin, maka tidak ingin seorang penjabat men­ciderai modernasi dan toleransi antar umat beragama yang sudah terbina dengan baik.

Berikutnya lanjut Uskup,  penjabat bupati juga telah menarik semua mobil operasional dari para pemim­pin umat beragama di Kabupaten SBB, yang diberikan oleh para bu­pati terlebih dahulu dengan alasan ada penataan aset serta penertiban dari KPK.

Katanya, cara penarikan mobil operasional tersebut dinilai tidak beretika, dimana penjabat mengirim­kan petugas Satpol PP dengan sera­gam lengkap turun ke Kantor MUI, Klasis dan Pastor dengan membawa berbagai surat, kemudian diperin­tahkan untuk ditandatangani dan setelah itu kenderaaan operasional tersebut ditarik Satpol PP ke Kantor Bupati.

“Kami tidak permasalahkan pe­narikan kendaraan operasional itu, namun jika sewaktu-waktu kenda­raan-kendaraan operasional itu di­kem­balikan lagi, maka kami, baik itu MUI dan Sinode GPM sudah sepa­kat tidak menerimanya lagi,” te­gasnya.

Ditambahkan, para pemimpin umat bersepakar tidak tergantung dari kenderaan-kenderaan itu tetapi tindakan dan kebijakan yang dilaku­kan penjabat Bupati SBB ini sama saja dengan tidak menghargai para pemimpin umat khususnya di SBB.

“Kami tidak terpergantung dari kendaraan-kendaraan itu tetapi apa yang dilakukan para bupati terdah­ulu adalah untuk memfasilitasi para pimpinan umat beragama di SBB, agar bisa turun sampai ke akar rum­put, sehingga dapat terbangun keda­maian dan toleransi antar umat ber­agama di SBB, seperti yang diha­rap­kan oleh pemerintah,” tegas Us­kup

Bantahan

Penjabat Bupati SBB, Andri Chandra As’aduddin yang dikonfir­masi Siwalima membantah adanya tindakan dan kebijakan yang men­cederai toleransi di Maluku.

Melalui pesan Whatsapp kepada Siwalima, Selasa (13/9) malam, man­tan Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (BINDA) Provinsi Sulawesi Tengah ini mengungkapkan, pihak­nya mendukung penyelenggaraan Pesparani dengan anggaran sebesar Rp200 juta.

Kata penjabat, dirinya memper­tanyakan mengapa hanya dianggar­kan 200 juta di APBD, sedangkan proposal yang diajukan Rp650 juta.

Pencairan anggaran Rp200 juta itu, lanjut dia, bukan karena dipre­sure, tetapi sudah mendapatkan ja­waban bahwa Pesparani sama de­ngan organisasi masyarakat yang lain, dimana kegiatan mereka bisa berjalan tanpa bantuan pemda.  Di­mana bantuan pemda itu hanya ber­sifat memudahkan atau meringankan dan bukan menanggul penuh.

“Pesparani didukung 200 juta, beta terus tanya kenapa hanya di­anggarkan 200 juta di APBD, se­dangkan proposal yg diajukan ada 650 juta. Cairnya dana 200 juta bu­kan karena dipresure, tapi beta sudah dapat jawaban bahwa Pespa­rani sama dengan ormas yang lain, kegiatan mereka seharusnya bisa berjalan tanpa bantuan pemda, ban­tuan dari Pemda bersifat memu­dahkan atau meringankan, bukan menanggung full 100% seluruh kebutuhan Pesparani. Makanya di APBD hanya di anggarkan 200 juta di APBD 2022, penetapan ini dite­tapkan oleh mantan  bupati,” jelad penjabat.

Menyangkut SK mantan Bupati Yasin Payapo tentang terbentuknya lembaga Pesparani, bukan mengikuti setiap event Perparani, sehingga SK itu seharusnya dievaluasi sesuai dengan kondisi yang berkembang.

“Sementara SK bupati yang sudah meninggal adalah tentang terben­tuk­nya lembaga Pesparani, bukan mengikuti setiap event Pesparani,  jadi SK memang seharusnya selalu dievaluasi disesuaikan dengan kon­disi yang berkembang, ini beda pandangan antara beta dengan us­kup, pencairan APBD itu merupakan kewenangan kepala daerah, apalagi sifatnya hibah, makanya pada tahun berjalan ada masa di mana kepala daerah diberi waktu untuk menga­jukan APBD Perubahan, sebagai evaluasi capaian atas pelaksanaan APBD Murni tahun berjalan,” katanya.

Yang seperti ini seyogyanya tidak menjadi debattable, karena sudah bukan rahasia umum dimana  dana Hibah bukan keharusan, tapi peng­gu­naan dana Hibah harus tetap da­lam pengawasan pemda, karena hal itu akan dipertanggungjawabkan saat tutup tahun anggaran

Terkait dengan mobil operasional yang dipakai pemimpin beragama, ungkap penjabat, tidak ada doku­men yang menunjukkan bahwa ada mobil operasional keagamaan, bah­kan berita acara pinjam pakai saja tidak ada. pajak kenderaanpun tidak dibayar oleh pemakai.

Dirinya menertibkan itu karena tidak ada lagi temuan terkait dengan tata kelola aset mesin pemda.

“Tidak ada dokumen yang menun­jukkan bahwa mobil yang dipakai adalah kendaraan operasional ke­aga­maan, bahkan berita acara pinjam pakai saja tidak ada, pajak kendaraan pun tidak dibayar oleh pemakai, beta mau tertibkan agar tidak ada lagi jadi temuan terkait tata kelola aset mesin Pemda. Beta sudah menyurat tiga kali, surat pertama dengan rentang waktu 1 bukan, surat ke dua waktu­nya 2 minggu, surat ke-3 waktunya satu minggu, yang tidak mengin­dahkan, beta lakukan penarikan oleh Satpol PP, yang kooperatif, mereka antar mobil dan serahkan mobil dg baik-baik” jelasnya.

Sedangkan untuk pihak ketiga yang ingin pinjam pakai pasca pe­nertiban administrasi, lanjutnya, bisa mengajukan permohonan pin­jam pakai sesuai prosedur birokrasi dan itu bukan sewenang-wenang.

“Untuk pihak ketiga yang ingin pinjam pakai pasca penertiban ad­minstrasi bisa mengajukan permo­honan pinjam pakai, dan begitulah prosedur birokrasinya, bukan sewe­nang-wenang,” tegasnya.

Terkait dengan masalah jalan Kaibobi-Waisar dibangun dengan konstruksi hotmix, tetapi nyatanya dibangun dengan lapen, sehingga tidak tepat jika dirinya persoalkan hal itu.

“Jalan Kaibobo-Waisarisa diba­ngun dengan konstruksi lapen oleh penyedia, yang seharusnya di ba­ngun dengan konstruksi hotmix, akibatnya jalan tetap rusak dan masih dalam garansi pihak ketiga, tidak ada hubungannya dengan beta buka atau beta tutup itu jalan,” tuturnya.

Selanjutnya menyangkut dengan menerima tamu hingga pukul 21.00 WIT, dirinya membantah hal ini karena tidak pernah ada tamu yang ditunggu yang dimulai pukul 09.00 WIT.

“Selanjutnya menyangkut de­ngan menerima tamu hingga sampai jam 21.00 malam, selama seng ada acara lainnya, tidak pernah ada tamu yang tunggu mulai jam 08.00. Kan kantor saja belum buka. Sudah dilebih-lebihkan. Jika tamu sudah bisa dilayani oleh staf untuk ke­pentingannya, beta bisa terima tamu lainnya,” tuturnya.

Dia menambahkan, sama sekali tidak merasa mencederai toleransi ber­agama, karena setiap kegiatan-kegia­tan yang dilakukan salam pem­bukaan sambutan selalu diungkap­kan.

“Jika penilaian agama dijadikan alasan, itu justru mencederai tole­ransi. Setiap salam pembukaan sam­butan selalu beta pake assala­mu’alaikum, salam sejahtera, sya­lom…, dan semua berlaku sama atas birokrasi. Sabtu pagi bagi umat Advent tidak ikut apel seng masalah, karena mereka beribadah, okulele ikut lomba di Ambon beta kasih dukung. Jadi pandangan agama jadi pilihan untuk bermanuver, karena secara politik beta seng berpolitik,” sebutnya.

Dirinya juga menambahkan, tidak sempat hadir di peresmian acara pantai asuhan di Desa Kamal, ka­rena bersamaan dirinya mempersiapkan diri mengikut sholat Jum’at.

“Kalau kemaren beta seng datang di acara peresmian panti asuhan di Desa kamal, karena di waktu yg sama beta persiapan sholat Jum’at di desa Latu. apakah itu dijadikan alasan beta pilih-pilih agama, waktunya bersamaan beta mau beribadah dan jaraknya cukup jauh. Dan acara beta sudah disusun lama sebelum ada undangan peresmian tersebut,” kata­nya sembari lagi menambahkan, masalah-masalah tersebut sebe­narnya akan diklarifikasi oleh sekda.

“Sebenarnya hal tersebut akan diklarifikasi oleh Sekda. Ketua MUI sdh menyatakan miss komunikasi. Yg lainnya sdh akan diklarifikasi,” paparnya. (S-06/S-18)