AMBON, Siwalimanews – Tak tahan dengan sikap masa bo­doh yang ditunjukan Yayasan maupun Sinode GPM, pegawai dan nakes akan melakukan mogok massal.

Puluhan pegawai dan tenaga kesehatan Rumah Sakit Sumber Hidup mengancam akan me­lakukan aksi mogok kerja, jika Yayasan Kesehatan GPM dan rumah sakit tidak juga mem­bayarkan hak-hak mereka.

Deadline bahkan sudah me­re­ka ­beri bagi pihak ya­yasan hingga tanggal 20 September 2021. Jika pada tenggat waktu tersebut, hak mereka belum juga dibayarkan, maka aksi mogok kerja ini terpaksa dilak­sa­nakan.

Informasi yang diterima Si­walima dari nakes di rumah sakit tersebut, Selasa (14/9), di­ketahui aksi mogok ini dila­kukan karena pihak yayasan cenderung tak mau tahu dengan apa yang dikeluhkan, padahal mereka setiap saat melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

Menurut sumber itu, aksi mogok akan melibatkan seluruh tenaga dokter dan perawat. Saat ini timnya sementara melakukan tanda tangan persetujuan dari para dokter.

Baca Juga: HL Apresiasi Bank Mandiri Bantu Obat kepada Masyarakat

“Kami kasih waktu sampai dengan tanggal 20 September ini, kalau tidak kami lakukan aksi mogok. Seluruh tenaga dokter dan perawat akan mogok kerja. Kami sedang meng­umpulkan tanda tangan dari dokter. Kalau perawat semua sudah, tinggal dari beberapa dokter saja yang belum,” ujarnya.

Sumber itu mengakui, pihak Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah mengambil langkah menemui Ketua Yayasan RS Sumber Hidup, Elviana Pattiasina namun tidak pernah bertemu.

“Kami kan sudah menyurati PPNI dan pihak PPNI sudah mengambil untuk menemui ibu Elviana Pattiasina sebagai ketua Yayasan dan Plt Direktur, tapi seng pernah ketemu dan selalu menghindar,” ujar sumber yang tak mau namanya dikorankan ini.

Masih kata sumber ini, mereka juga akan membentuk serikat pekerja RS Sumber Hidup karena selama ini belum terbentuk. “Kami akan bentuk serikat kerja untuk menyiapkan laporan ke Disnaker,” ujarnya singkat.

Mogok kerja bukan hal baru bagi karyawan dan nakes Sumber Hidup. Aksi serupa pernah mereka lakukan, Kamis (24/12) lalu, tepatnya sehari jelang perayaan Natal.

Aksi itu bahkan melibatkan seluruh pegawai baik tenaga medis, maupun pegawai non medis. Mereka menuntut hak mereka berupa jasa medis selama satu tahun yang belum dibayarkan, serta kekurangan gaji 30 persen, sebab sejak Agustus 2019 yang diterima hanya sebesar 70 persen saja.

Selain itu, aksi protes itu dilakukan untuk meminta perhatian dari kepada Pimpinan Yayasan Kesehatan, dikerenakan mereka belum menerima THR, padahal tinggal menghitung jam umat Kristiani sudah memasuki perayaan Natal.

Aksi kedua dilakukan Senin, 28 Desember 2020, masih dengan tuntutan serupa. Koordinator aksi Carlos Manuhuttu saat ditemui Siwalima di Sumber Hidup Senin (28/12) mengaku, Direktur dr Heny Tipka berjanji akan membayar seluruh hak karyawan hari ini. Untuk itu semua karyawan masih menanti janji direktur.

”Direktur janjinya mau bayar 160 lebih karyawan RS Sumber Hidup yang terdiri dari tenaga medis dan non medis,” ucap Manuhuttu kala itu.

Sikap GAMKI dan GMKI

Diberitakan sebelumnya, Ketua GAMKI Maluku, Happy Leonard Lelepari mengatakan, keinginan para pegawai dan tenaga kesehatan RS Sumber Hidup untuk melakukan pengaduan terkait dengan belum dibayarkan hak-hak dinilai sebagai sebuah langkah yang tepat.

Dia bahkan menyesalkan sikap pimpinan Sinode GPM yang seperti mengabaikan persoalan pada salah satu aset milik GPM tersebut. Dia menduga, langkah pegawai dan nakes itu dilakukan, lantaran  tak mendapat respon positif dari Sinode GPM.

“Ini milik gereja. Jika yayasan bermasalah, harus lapor ke pimpinan gereja. Jika semua langkah telah dilakukan kepada pimpinan gereja dan belum ada tindakan solutif, maka langkah dari pegawai dan tenaga kesehatan tersebut dapat dibenarkan,” ujar Lelepari kepada Siwalima, Senin (13/9).

Menurutnya, langkah tersebut dinilai baik, agar menjadi solusi untuk membackup hak-hak karyawan dan nakes. Apalagi, lanjut dia, sampai dengan saat ini pihak yayasan dan pimpinan gereja belum juga melakukan langkah-langkah solutif untuk menyelesaikan hak-hak karyawan.

Karenanya, Lelepari mendorong agar pihak managemen Sumber Hidup segera menyelesaikan hak-hak tenaga kesehatan agar tidak menjadi panjang.

Sementara itu, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Maluku mendukung langkah karyawan dan nakes yang bakal melaporkan manajemen Sumber Hidup kepada Disnakertrans Provinsi Maluku.

Ketua GMKI Cabang Ambon, Josias Tiven mengatakan, apa yang dilakukan pegawai dan nakes merupakan langkah yang tepat, untuk dapat mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi.“

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (13/9), Tiven mengungkapkan, sejak Juni 2020 gaji pegawai dan tenaga medis baru dibayar 70 persen saja. Dan pihak yayasan serta Rumah Sakit sejak 2020 sudah berulang kali berjanji akan menyelesaikan kekurangan hak yang seharusnya diterima, akan tetapi sampai saat ini belum terealisasi. “GPM sebagai pemilik yayasan dan Sumber Hidup, harus serius melihat masalah ini,” ujarnya.

Dikatakan, Sumber Hidup merupakan rumah sakit dengan tata kelola serta manajemen keuangan yang baik, sehingga menjadi salah satu RS kebanggaan warga Kota Ambon.

“Namun tiga tahun terakhir Sumber Hidup mengalami kemunduran yang sangat signifikan. Kemunduran tersebut akibat dari pada pergantian pimpinan yayasan dengan harapan agar dapat mengatasi masalah, akan tetapi sampai saat ini belum bisa diselesaikan,” ujarnya.

Menurut GMKI, wajar saja banyak dokter yang berhenti kerja serta tenaga medis dan karyawan yang protes dan mengeluh karena mereka telah menjalankan kewajiban mereka namun hak-hak mereka tidak dipenuhi.“Ia berharap pihak Sinode GPM harus mengambil langkah cepat untuk membenahi manajemen RS Sumber Hidup, bila perlu Ketua yayasan diganti dengan orang yang lebih profesional.

“Kalau bisa jangan lagi dari kalangan politisi. Sinode GPM harus secapat mengambil langkah tegas dan tepat dalam membenahi tata kelola serta manajemen keuangan Sumber Hidup. Karena ini juga menyangkut nama baik GPM di mata warga Kota Ambon. Karena yayasan kesehatan GPM dan Sumber Hidup adalah milik GPM.

Diabaikan

Diberitakan sebelumnya, penanganan manajemen Sumber Hidup yang amburadul akan segera dilaporkan ke Disnakertrans.

Langkah ini dilakukan mereka yang tergabung dalam Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Ambon, lantaran pihak manajemen rumah sakit milik GPM itu mengabaikan hak-hak mereka.

Informasi yang dihimpun Siwalima di Sumber Hidup, Sabtu (11/9) menyebutkan, langkah yang diambil oleh pegawai dan nakes ini dikarenakan tak tahan dengan manajemen RS yang asal-asalan dan pengawasan yayasan yang tidak optimal.

Beberapa faktor yang jadi alasan utama karyawan dan nakes adalah pembayaran jasa medis yang terkesan tebang pilih dan mengabaikan hak-hak pegawai kecil.
“Dokter anastesi dan penata anastesi karena berani melakukan aksi mogok, dibayarkan jasanya lebih dulu sampai juni 2021, sedangkan perawat, bidan, dan dokter-dokter lain tidak ada yang diselesaikan jasanya,” ujar sumber yang juga perawat dengan berlinang air mata.“Perawat itu menyesali kebijakan yang diambil Direktur RS Sumber Hidup, Elviana Pattiasina yang terkesan tebang pilih.

“Kenapa bantuan-bantuan Sinode GPM dan dana-dana BPJS yang sudah ada itu tidak dipakai untuk membayar jasa kami. Uang-uang itu diendapkan untuk apa,” tanya dia.

Parahnya lagi ungkap sumber itu, pihak RS tidak membayar jasa, malah melakukan renovasi-renovasi  pada beberapa bagian gedung yang tidak perlu.

Tanggungjawab MPH

Warga senior gereja, Christian Sahetapy mengatakan, RS Sumber Hidup merupakan rumah sakit milik GPM, sehingga yang bertanggungjawab itu sebagai mandataris gereja adalah MPH Sinode. Sebagai mandataris maka ketika terdapat masalah-masalah menyangkut hak tenaga kesehatan maka MPH Sinode harus turun tangan melihat hal ini.

“MPH harus meminta pertanggung jawaban yayasan karena yayasanlah yang dibentuk MPH Sinode, artinya yayasan dipilih untuk bekerja bukan untuk menerima uang dari rumah sakit saja tapi harus bekerja supaya rumah sakit itu maju,” tegas Sahetapy.

“GPM sebagai pemilik utama, harus berkuasa untuk menyelesaikan persoalan ini, termasuk dengan menyelidiki seluruh persoalan yang terjadi, termasuk kesepakatan internal antara tenaga kesehatan dengan pihak yayasan terkait dengan pembayaran gaji.

Sebab diketahui, sejak pandemi Covid-19 melanda Maluku, membuat kondisi rumah sakit berjalan tidak baik dan penghasilan masuk tidak maksimal terhadap target yang ditetapkan.

“MPH Sinode harus cek melalui yayasan jika ada masalah maka perlu ada pemeriksaan terhadap manejemen keuangan akibat Covid-19, harus dibicarakan secara internal dengan baik agar ditangani dengan baik,” ungkapnya.

Sahetapy juga meminta MPH Sinode untuk mempertimbangkan dengan baik tugas ganda yang sedang dijalani oleh Plt Direktur RS Sumber Hidup baik sebagai Plt Direktur, ketua yayasan maupun anggota DPRD Provinsi Maluku.

“Kalau tugas ganda itu repot juga, tidak boleh, maka MPH Sinode harus mempertimbangkan dengan baik,” jelasnya.

Berkantor Malam

Pelaksana tugas direktur, Elviana Pattiasina, diketahui selalu berkantor pada malam hari. Maklum Elviana adalah politikus Partai Demokrat dan juga anggota DPRD Provinsi Maluku. Sesehari, Elviana harus membawa suara rakyat yang diwakilinya, di Baileo Rakyat, Karang Panjang.

Aktivitas Elviana di Rumah Sakit itu dibenarkan Davi, sekretarisnya. Kepada Siwalima Kamis (9/9) lalu, Davi mengatakan pimpinannya itu biasa berkantor sore sampai malam hari. “Kalau pagi begini beliau biasa di kantor atas dulu. Nanti sore baru turun di sini kalau malam cari juga beliau ada,” cetus Davi.

Dari pantauan Siwalima, meskipun hak-hak belum diterima selama 2019-2021, tapi demi kemanusiaan, para pegawai dan nakes tetap bekerja dengan setia dan penuh cinta.”Katong tetap kerja saja. Ini soal kemanusiaan. Urusan hak-hak, itu nanti dengan Tuhan. Yang penting, katong layani masyarakat. Upah besar di Surga,” tandas salah satu pegawai yang enggan namanya di korankan.

Pegawai tersebut mengatakan, direktur sekarang sama saja dengan sebelumnya. Malah lebih parah lagi. Menurutnya, mantan-mantan direktur sebelunya, masih sangat berkomitmen mengurus RS.

“Direktur sekarang datang di malam hari. Lalu apa yang mau diurus di malam hari? Bagaimana RS mau bagus kalo direkturnya begitu,” sesalnya. (S-21)