AMBON, Siwalimanews – Gubernur Maluku, Murad Ismail diingatkan untuk berhati-hati dengan anak buahnya. Omongan ‘asal bapak senang’ bisa menyeret gubernur ke masalah hukum.

Penentuan proyek-proyek pembangunan harus dilihat secara cer­mat. Jangan hanya men­dengar bisikan orang sekitar tanpa mengkaji apakah melanggar atu­ran ataukah tidak.

Rehab rumah dan pa­gar rumah pribadi gu­bernur di Wailela, Ke­camatan Teluk Ambon senilai Rp 5,5 miliar yang lolos tender dalam Layanan Pengadaan Se­cara Elektronik (LP­SE) menjadi pelajaran berharga.

Kalau saja bawahan gubernur memberikan masukan dan kajian yang benar, tak mungkin dua item pekerjaan itu bisa ditenderkan. Karena jelas melanggar aturan.

Akademisi Hukum Unpatti, Diba Wadjo mengatakan, dalam menjalan­kan tugas pemerintah dan pemba­ngunan daerah, gubernur tidak boleh hanya mendengar bisikan dari bawahan tanpa dikaji secara matang.

Baca Juga: 100 Personel Brimob Maluku Dikirim Amankan Pilkada di Sulsel

“Gubernur tidak boleh hanya mendengar bisikan dari anak buah­nya, apalagi mengangkut pemba­ngu­nan dan kebijakan lainnya,” ujar Wadjo kepada Siwalima, Selasa (8/12).

Menurutnya, selaku kepala peme­rintahan seharusnya gubernur bisa penetapan tender-tender proyek pembangunan agar tidak berpotensi menimbulkan persoalan hukum.

Wadjo juga mengingatkan para pimpinan organisasi perangkat dae­rah (OPD) untuk memberikan penje­lasan dan pertimbangan yang benar kepada gubernur, sehingga tidak menimbulkan persoalan yang bisa menyeret gubernur kepada masalah hukum.

“Para pimpinan OPD juga harus hati-hati dalam memberikan penje­lasan agar tidak berdampak pada gubernur,” tandasnya.

Hal senada disampaikan Akade­misi Fisip UKIM, Amelia Tahitu. Menurutnya,  gubernur tidak boleh terlalu banyak mendengar bisikin dari bawahan. Sebab tidak selama­nya bisikan atau masukan yang di­sampaikan benar. Apalagi yang ber­kaitan dengan kebijakan-kebijakan strategis pembangunan daerah.

Ia juga meminta gubernur meng­evaluasi kinerja bawahannya soal tender rehab rumah pribadi di Wai­lela. Sudah tahu salah karena me­makai APBD, tetapi tender tetap dilakukan.

“Pak gub harus melakukan eva­luasi terhadap bawahan yang me­nimbulkan persoalan ini,” tegasnya.

Jika gubernur tidak hati-hati, kata Tahitu, nama gubernur akan rusak karena menyalahgunakan keperca­yaan yang diberikan.

Pegiat Anti Korupsi yang juga Ketua Himpunan Pemuda dan Mahasiswa Buru Selatan di Jakarta, Ahmat Fatsey mengatakan, masalah tender rehab rumah pribadi guber­nur menggunakan APBD menjadi pelajaran penting bagi gubernur.

“Saya kira pak Murad harus berhati-hati dengan oang-orang dekatnya. Sudah tahu tidak logis rumah pribadi direhab pakai ang­garan negara atau daerah, karena itu pelanggaran hukum. Ini kewibawaan pak gubernur diuji,” tandas Fatsey.

Fatsey meminta gubernur meng­evaluasi pimpinan OPD soal tender tersebut. Jika gubernur tak hati-hati, kebijakan mereka bisa membawa gubernur ke masalah hukum.

“Beliau orang baik, tetapi karena orang-orang dekat beliau ingin menyenangkan hati beliau sehingga membuat tindakan diluar mekanisme yang seharusnya. Ini kan cilaka. Jangan seperti itu. Pak gubernur harus mengevaluasi OPD atau orang-orang dekatnya, sebab kalau tidak mereka akan menggali lobang bagi pak gubernur sendiri,” ujarnya.

Kata dia, batalnya tender proyek rehab rumah pribadi gubernur ini harus menjadi pelajaran berharga bagi gubernur untuk mengevaluasi secara tegas.

Ketua GMKI Cabang Ambon, Almindes Syauta menegaskan, pemerintah daerah harus meng­utamakan transparansi dan akunta­bel dalam penyenggaraan pemerin­tahan, sehingga mencegah masalah yang bisa berujung pada kasus hukum.

“Seyogianya yang kami inginkan sejauh pemerintahan yang meng­utamakan transparansi dan akun­tabel,” ujarnya.

Ia juga meminta gubernur terlibat aktif dalam perumusan semua program pembangunan agar tidak menimbulkan polemik.

“Pak gubernur jangan terlalu banyak mendengar bisikan dari anak buah, tetapi harus melihat secara langsung proses perumusan kebija­kan pembangunan,” tegasnya.

Menurut Ketua HMI Cabang Ambon Mizwar Tomagola, gubernur harus mampu mengevaluasi dan menyeleksi setiap kebijakan atau program yang diusulkan. Jangan sampai ada yang menyalahi aturan.

“Jangan sampai gubernur hanya dengar saja apa kata anak buah, dan akhirnya menimbulkan masalah seperti tender rehab rumah pribadi gubernur,” ujarnya.

Praktisi Hukum Marthen Fordat­kosu mengatakan, batalnya tender rehab rumah pribadi gubernur menjadi catatan agar kedepan tidak terjadi lagi hal yang sama.

Dia berharap, gubernur lebih mengawasi dan mewanti-wanti proses-proses pengelolaan keua­ngan daerah.

“Jangan sampai sudah di LPSE lalu dibatalkan. Nama beliau di mata publik juga jadi buruk, evaluasi penting dilakukan gubernur,” kata Marthen.

Uang Muka Dikembalikan

Direktur Utama PT Bhineka Multi Konstruksi, Jafar Pelu alias Jevo tidak mempersoalkan pembatalan tender rehab rumah pribadi Murad Ismail di Wailela, Kecamatan Teluk Ambon.

Perusahaan yang dipimpinnya yang memenangkan proyek senilai Rp 5.150.000.000 itu. Namun, Jevo mengaku tidak menahu soal tender proyek itu. Ia beralasan, semua diatur oleh menantunya, Ridwan Trenggano selaku Direktur PT Bhineka Multi Konstruksi.

“Saya tidak tahu soal proyek itu karena yang mengaturnya adalah Ridwan Trenggano selaku direktur­nya. Memang saya mendapatkan informasi kalau perusahan saya memenangkan tender tersebut tetapi sudah dibatalkan, mau biking ba­gaimana? itu sudah keputusan pem­prov selaku pemilik proyek,” kata Pelu, saat dihubungi Siwalima, mela­lui telepon selulernya, Senin (8/12).

Jevo mengatakan, lantaran pro­yek­nya sudah dibatalkan sehingga pihaknya sementara menyiapkan proses pengembalian uang muka. Namun ia mengaku tidak tahu be­rapa besar uang muka yang diterima pihaknya dan akan dikembalikan itu.

“Saya tidak tahu berapa jumlah uang muka itu karena yang menga­turnya adalah Ridwan,” ujarnya.

Sementara Ridwan Trenggano yang dikonfirmasi beberapa kali, namun tidak mengangkat telepon.

Sekretaris Dinas PUPR Maluku, Affandi Hasanussi, yang dikonfir­masi mengaku, uang muka yang ha­rus dikembalikan PT Bhineka Multi Konstruksi sebesar Rp 1,4 miliar.

“Karena proyeknya sudah diba­tal­kan maka pihak kontraktor wajib mengembalikan uang muka 20 persen atau sebesar Rp 1,4 miliar dan proses pengembaliannya sudah dilakukan sejak hari ini,” kata Ha­sanussi, melalui telepon selulernya.

Tender Batal

Seperti diberitakan, tnder rehab rumah pribadi Murad Ismail di Wailela, Kecamatan Teluk Ambon mendadak dibatalkan oleh Pemprov Maluku.

Langkah itu dilakukan, setelah tender rehab yang memakai APBD Tahun 2020 itu, dihujani kritikan tajam dari berbagai kalangan.

Selain rehab rumah dialokasikan anggaran sebesar Rp. 5.150.000.000, 00, pemprov juga mengalokasikan Rp 428.500.000,00 untuk pembangunan pagar rumah milik Murad.  Sehingga total anggaran yang digelontorkan Rp 5.578.500.000.

Dalam LPSE Pemprov Maluku disebutkan, kedua item pekerjaan itu sudah selesai ditender.

Setelah menuai kritikan tajam dari berbagai komponen masyarakat pemprov langsung menggelar rapat, Senin (7/12).

Rapar digelar di lantai II kantor gubernur sekitar pukul 11.00 WIT. Rapat dipimpin Sekda Kasrul Se­lang. Kepala Dinas PUPR, Muhammat Marasabessy dan sejumlah stafnya juga hadir. Rapat yang dilakukan tertutup itu baru berakhir sekitar pukul 13.00 WIT.

Sekda Kasrul Selang kepada war­tawan mengatakan, banyak faktor yang menjadi pertimbangan, sehing­ga tender rehab rumah pribadi gubernur dibatalkan. “Banyak faktor yang kita pertimbangkan secara teknis, termasuk desakan publik. Saya sudah perintahkan dinas teknis batalkan,” kata Kasrul.

Ditanya kalau rumah dinas dinilai tak layak dihuni mengapa tidak di­rehab, namun rumah pribadi guber­nur, Kasrul  menghindar, dan enggan menjawab. Ia hanya menegaskan, tender rehab rumah gubernur sudah dibatalkan.

“Kita sudah arahkan ke dinas teknis untuk batalkan, tidak ada lagi proyek tersebut,” tandasnya.

Disinggung soal  informasi yang beredar, kalau usulan proyek rehab rumah pribadi gubernur tidak di­konsultasikan oleh Dinas PUPR dengan dirinya selaku ketua tim anggaran, Kasrul mengaku, tahu usulan itu. “Saya sekali ketua tim anggaran pasti tahu usulan terse­but,” ujarnya singkat.

Ditanya lagi kenapa rumah dinas gubernur di Mangga Dua tidak direhab, Kasrul mengatakan, kalau direhab akan memakan anggaran cukup besar, karena kerusakannya cukup parah.

“Kalau rehab rumah dinas pasti akan memakan anggaran cukup besar, jadi kita sudah sepakat untuk membangun rumah dinas baru di kawasan Poka,” ujarnya.

Siapa yang bisa memastikan, kalau rumah dinas di Mangga Dua tidak layak ditempati, Kasrul mengaku,  ada tim yang sudah melakukan penilaian.

Kalau tak layak dihuni, kok bisa ditempati anak gubernur? Kasrul beralasan anak gubernur hanya menempati kamar bagian depan.

“Dia hanya tinggal di kamar depan, tapi bagian belakang kalian tidak lihat, banyak yang sudah rusak. Tetapi intinya proyek 5,1 miliar sudah kita batalkan,” tegasnya.

Lalu bagaimana dengan pemba­ngunan pagar rumah gubernur yang juga ditenderkan? Kasrul kaget mendapat pertanyaan itu. Ia terdiam sesaat, lalu mengatakan, akan ditinjau lagi.

“Kalau pagar akan kita tinjau kembali, sudah ya saya pergi dulu,” ujar Kasrul sambil bergegas menuju ke mobil dinasnya DE 9.

Berbagai kalangan mengkritik tajam tender rehab rumah dan pem­banguan pagar rumah milik Murad menggunakan APBD. Kebijakan pemprov menyalahi aturan dan dapat diproses secara hukum

Bahkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman turut bersuara. Ia meminta Pemprov Maluku memba­talkan tender rehab rumah pribadi Murad Ismail.

Jika pemprov ngotot tender pekerjaan yang didanai APBD Tahun 2020 sebesar Rp 5.578.500.000 itu tetap jalan, Boyamin memastikan akan melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Solusinya harus batal, dan pem­batalan itu bisa dilakukan. Jika tidak batal maka saya akan kawal dan saya yang akan laporkan, saya akan proses hukum,” tandas Boyamin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (7/12). (S-50/S-49/S-16)