AMBON, Siwalimanews – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak gugatan yang di­ajukan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Ka­bupaten SBT, Fahri Husni Alka­tiri-Arobi Kelian, dalam sidang pleno MK yang berlangsung di ruang sidang MK, Rabu (17/2).

Gugatan pasangan dengan jargon FAHAM ini akhirnya kandas setelah ketua hakim  konstitusi, Anwar Usman  di­dampingi delapan anggotanya  membacakan amar putusan Nomor : 117/PHP. BUP-XIX/2021.

Dalam amar putusannya dise­butkan, mengadili dalam eksepsi, satu, menyatakan eksepsi termo­hon dan pihak terkait berkenaan dengan kedudukan hukum pemo­hon beralasan menurut hukum. Dua, menyatakan pemohon tidak memenuhi kedudukan hukum dan dalam pokok permohonan menya­takan permohonan pemohon tidak dapat diterima.

Kepada Siwalima, Charles Li­taay selaku kuasa hukum pasa­ngan calon Bupati dan Wakil Bupati SBT, Abdul Mukti Keliobas-Idris Rumalutur mengatakan, dalam pembacaan putusan hakim kons­titusi menyebutkan, dengan mem­baca permohonan pemohon, men­dengar keterangan pemohon, mendengar dan membaca jawa­ban termohon, mendengar dan membaca jawaban pihak terkait, mendengar dan membaca jawa­ban Bawaslu SBT, memeriksa bukti-bukti pemohon, termohon, pihak terkait dan Bawaslu SBT, mahkamah dapat menunda keberlakukan ketentuan pasal 158 UU Nomor 10 tahun 2016 sepan­jang memenuhi kondisi sebagai­mana pertimbangan mahkamah dalam putusan-putusan tersebut.

“Mahkamah hanya akan mem­per­timbangkan keberlakuan keten­tuan pasal 158 UU Nomor 10 tahun 2016 secara kasuistis, dimana mahkamah berwenang mengadili permohonan pemohon aquo, oleh karena itu eksepsi termohon dan pihak terkait berkenan dengan kewenangan mahkamah adalah tidak beralasan menurut hukum,” jelasnya.

Baca Juga: Lima Pimpinan Kecamatan & AMPG Dukung Ketua Terpilih

Sementara dalam pertimba­ngan hakim konstitusi, bahwa per­mohonan pemohon yang dajukan di paniteraan mahkamah pada Senin, 21 Desember 2020 pukul 23.18 WIB, berdasarkan akta pengajuan permohonan pemohon (A3), sehingga permohonan pe­mohon yang diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Kemudian, berkenaan dengan permohonan aquo pemohon pada pokok yang didalilkan bahwa telah terjadi pelanggaran administrasi dan pelanggaran lainnya yang terstruktur, sistematis dan massif,  yakni keterlibatan ASN berupa pengarahan ASN dan Kadis serta dugaan pelanggaran money politik, maka setelah mahkamah mem­baca dan mendengar secara sek­sa­ma, jawaban atau bantahan termohon, keterangan pihak ter­kait, Bawaslu serta memeriksa alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak dan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut bahwa dalil berkenaan dengan keterlibatan ASN berupa pengarahan ASN dan kadis sesuai fakta hukum dalam persidangan bahwa Bawaslu Ka­bupaten SBT telah menindaklanjuti empat temuan berkaitan dengan ketidaknetralan ASN tanpa keter­libatan Kadis sebagaimana dida­lilkan pemohon karena yang ada UPTD Kecamatan Werinama.

“Berdasarkan uraian pertim­bangan hukum diatas, meskipun dalil pemohon keterlibatan ASN berupa pengarahan ASN dan Kadis benar adanya, namun telah dila­kukan penindakan sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku. Terkait dengan hal itu, mahkamah tidak mendapat bukti dan keyakinan adanya kerugian bagi pemohon dan karenanya dalil permohonan aquo adalah tidak beralasan menurut hukum,” jelasnya.

Sementara terhadap dalil pemo­hon berkenaan dengan money politik, kata Litaay, sesuai fakta hukum dalam persidangan, Ba­waslu Kabupaten SBT telah menindaklanjuti satu temuan dan tiga laporan terkait dengan dugaan pelanggaran money politik maka mahkamah berpendapat bahwa dalil pelanggaran money politik adalah tidak beralasan menurut hukum.

“Bahwa jumlah perbedaan per­olehan suara antara pemohon de­ngan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak dua persen dikali 67.594 suara dari total suara sah sama dengan 1.351 suara. Bahwa perolehan sua­ra pemohon adalah 20.939 suara sementara perolehan suara pihak terkait pasangan calon peraih suara terbanyak yaitu 31.100 suara, sehingga perbe­daan suara antara pemohon dan pihak terkait adalah 10.161 suara atau 15,03 persen sehingga lebih dari 1.351 suara,” ujarnya.

Berdasarkan pertimbangan hu­kum diatas, lanjut Litaay, maka mah­kamah berpendapat, meski­pun pemohon adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati SBT tahun 2020, namun pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimak­sud dalam pasal 158 ayat (2) huruf a UU Nomor 10 tahun 2016. Oleh karena menurut mahkamah, pemo­hon tidak memiliki kedudukan hu­kum untuk mengajukan permo­honan aquo, dengan demikian eksepsi termohon dan pihak terkait bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah berala­san menurut hukum.

“Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum diatas, per­mohonan pemohon tidak meme­nuhi ketentuan pasal 158 ayat (2) UU Nomor 10 tahun 2016 dan dalil-dalil pokok permohonan tidak beralasan demi hukum,” katanya.

Dikatakan, dengan menimbang bahwa eksepsi termohon dan pihak terkait mengenai kedudukan hukum pemohon beralasan me­nurut hukum, maka mahkamah ti­dak mempertimbangkan eksepsi lain dari termohon dan pihak terkait serta pokok permohonan  selebih­nya.

“Terhadap hal-hal lain yang berkaitan dengan permohonan aquo, tidak dipertimbangkan lebih lanjut  karena menurut mahkamah, tidak ada relevansinya dan oleh karenanya harus dinyatakan pula tidak beralasan menurut hukum,” beber Litaay.

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana yang diuraikan diatas, tambah Litaay, mahkamah berkesim­pulan, ekse­psi termohon dan pihak terkait mengenai kewenangan mahka­mah tidak beralasan menurut hukum.

Turut hadir dalam sidang pleno ter­sebut,  pihak pemohon, termo­hon,  pihak terkait dan Bawaslu Ka­bupaten SBT.

Kalwedo Juga Ditolak

Dodi Soselissa selaku Kuasa Hukum Calon Bupati dan Wakil Bupati Maluku Barat Daya (MBD), Benyamin Thomas Noach-Ari Kilikili (BENAR) mengatakan, MK telah memutuskan kalau permo­honan pemohon Nikolas Kilikili-Desianus Orno (KALWEDO) dalam perkara 73/PHP. BUP-XIX/2021 tidak dapat diterima karena tidak memiliki kedudukan hukum sesuai ketentuan pasal 158 ayat (2) huruf a UU Nomor 10 tahun 2016, di­mana terdapat selisih yang begitu jauh melebihi kriteria 2 persen seba­gaimana yang ditetapkan dalam pasal aquo.

Selain itu, mahkamah mene­mu­kan dalil-dalil permohonan pemo­hon, keterangan termohon, kete­rangan pihak terkait dan kete­rangan  Bawaslu tidak ada ke­adaan yang mengharuskan mah­kamah untuk menyimpang atau keluar dari ketentuan pasal 158 ayat (2) huruf a itu.

“Jadi tidak ada keadaan luar biasa untuk MK melangkahi pasal itu,” katanya,melalui telepon selulernya, Rabu (17/2).

Atas dasar itu, ungkap Soselissa, MK tetap berpedoman pada pasal aquo sehingga bunyi putusan yakni menerima eksepsi termohon dan pihak terkait  dan dalam pokok per­mohonan menyatakan permoho­nan pemohon tidak dapat diterima.

“Putusan MK itu menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima dan eksepsi termohon dan pihak terkait diterima,” tandas­nya.

Pastikan Lantik Serentak dan Bertahap

Kementerian Dalam Negeri (Ke­mendagri) memastikan pelantikan kepala daerah hasil pilkada tahun 2020 dilakukan secara serentak dan bertahap. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik, dalam rilisnya kepada Siwalima Rabu (17/2).

“Kami ingin mengatakan, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pil­kada, mengutamakan semangat keserentakan. Kami memastikan pelantikan nanti kita laksanakan secara serentak dan bertahap,” kata Akmal.

Untuk keserentakan tahap awal, sesuai rencana, akan dilakukan pelantikan pada 26 Februari 2021 bagi 122 daerah peserta Pilkada Tahun 2020 yang tidak meng­hadapi sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), ditambah dengan daerah yang pengajuan sengketa­nya ditolak oleh MK, yang akan baru diketahui jumlahnya pada hari ini, Rabu, 17 Februari 2021.

“Mengingat rentang atau dis­paritas masa jabatan antara satu daerah dengan daerah lain cukup tinggi, maka nanti akan kita lantik di akhir Februari. Insya Allah, rencana awal adalah tanggal 26 (Februari). Kemudian setelahnya kita akan lantik lagi. Nanti yang akan dilantik pada Februari ini ada­lah 122 (kepala daerah) yang tidak ada sengketa, ditambah dengan sejumlah daerah yang hari ini akan kita ketahui, berapa jumlahnya yang ditolak sengketanya oleh MK. Kami memperkirakan kurang lebih 50, jadi dengan demikian ada 170-an daerah yang kepala daerahnya nanti akan kita lantik di akhir Februari ini,” jelasnya.

Pada tahap kedua, pelantikan kepala daerah hasil Pilkada Se­rentak Tahun 2020 akan dilakukan pasca putusan sengketa dari Mahkamah Konstitusi (MK) ditam­bah dengan daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada Maret dan April 2021.

“Untuk mereka yang sengke­tanya berlanjut di MK, yang nanti akan diputuskan pada tanggal 24 Maret, ditambah mereka sebanyak 13 daerah yang habis di bulan Maret, ditambah dengan 17 (daerah) yang habis di bulan April, akan dilantik di akhir April,” beber Akmal.

Sementara itu daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada bulan Mei dan Juni 2021, akan dilantik pada tahap berikutnya. “Kemudian untuk yang bulan Mei ada 11 daerah dan Juni ada 17 daerah, itu akan dilantik nanti di akhir Juni, atau ada pilihannya Juni atau 1 Juli,” terangnya.

“Nah sementara untuk yang Juli, yaitu Kabupaten. Yalimo, kemudian September, Kabupaten. Mamberamo Raya dan Kabupaten Muna, dan yang terakhir nanti Kota Pematang Siantar yang masa jabatannya berakhir pada Februari 2022, kita akan mencoba nanti melantik pada bulan Juli atau September. Untuk daerah yang 4 ini, beberapa hal masih kami komunikasikan, agar nanti kita tidak melanggar ketentuan Pasal 60 UU Nomor 23 Tahun 2014 dan Pasal 162 UU Nomor 10 Tahun 2016, terkait masa jabatan kepala daerah adalah sepanjang 5 tahun,” tandas Akmal.

Akmal juga meminta kepala daerah dan penyelenggara Pemilu untuk mempercepat proses penetapan hasil Pilkada, agar terjadi keserentakan, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang. Juga untuk memastikan tata kelola pemerintahan, dimasa pandemi ini, tetap berjalan.

“Sekali lagi kami mengimbau kepada gubernur, KPUD, kemudian juga DPRD untuk segera mempercepat proses di masing-masing tahapan. Kita membangun keserentakan ini adalah amanat UU. Kita melaksanakan ini sebagai langkah untuk memerangi Covid-19 agar jangan terlalu banyak kegiatan-kegiatan di daerah,” katanya.

Selain dilaksanakan secara serentak dan bertahap, pelantikan kepala daerah juga akan dipastikan dilaksanakan secara virtual, dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Mengingat, pelaksanaan pelantikan dilaksanakan dalam masa pandemi Covid-19. (S-19/S-32)