AMBON, Siwalimanews – Sungguh miris APBD 2024 sebesar 3,1 triliun akan dipa­kai Pemerintah Provinsi Maluku untuk membayar hutang pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur.

Dana pinjaman Pemprov dari PT SMI hampir Rp700 miliar. Pemprov Maluku dan Tahun 2023 Pemprov akan membayar dengan cicilan sebesar Rp 136.672.000.000.

Karena itu, dewan men­desak Pemprov Maluku me­ngajukan penundaan pem­bayaran cicilan hutang ke­pada PT Sarana Multi Infras­truktur.

“Saya mengusulkan Pem­prov melayangkan surat ke­pada PT SMI yang merupa­kan BUMN dari sub Kemen­terian Keuangan untuk me­nunda pembayaran cicilan hutang khusus untuk tahun 2024,” ucap anggota DPRD Maluku, Rovik Akbar Afifuddin kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Jumat (17/11)

Dia mengatakan, pidato Wakil Gubernur Barnabas Orno secara tegas menyatakan posisi APBD tahun 2024 hanya dipakai untuk program dan membayar hutang hampir 700 miliar dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Baca Juga: Pempus Lelang Pengelolaan Tambang Gunung Botak

Hal ini membuat kondisi APBD tahun 2024 sangat mempri­ha­tin­kan, sebab ada begitu banyak kebu­tuhan masyarakat yang tidak dapatkan dijalankan, se­hingga harus ada solusi untuk menye­lesaikan persoalan dimaksud.

Salah satu alasan yang dapat digunakan Pemprov yakni, adanya surat Edaran Mendagri yang mewajibkan sebagian APBD dialokasikan bagi pendanaan Pilkada serentak di Maluku Tahun 2024.

Menurutnya, jika permohonan penundaan pembayaran hutang tidak dilakukan, maka akan menghambat proses pembangu­nan di Maluku sebab total hutang yang harus dibayarkan setiap bulan cukup luar biasa.

Katanya, sejak awal desas-desus pinjaman SMI akan ditutupi dengan dinaikkan DAK,  ternyata tidak dilakukan Pempus, akibat­nya Pemprov harus membayar setiap bulan dengan potongan DAU sebesar 12 miliar.

Dia menambahkan, jika sama-sama ingin tahun 2024 semua kepentingan baik masyarakat, pemerintah dan demokrasi dijalankan, maka harus diusulkan penundaan pembayaran, artinya bukan tidak membayar tetapi ditunda hingga tahun 2025.

“PT SMI ini kan BUMN milik Pempus, maka logikanya anak berhutang kepada orang tua. Jadi kalau mau dilakukan langka itu maka harus dibicarakan ber­sama, sebab jujur saja secara akuntansi keuangan kita tidak mampu bayar tapi harus mem­bayar,” pungkasnya. (S-20)