Hampir tujuh bulan, tim penyidik Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease belum berhasil memeriksa saksi ahli dari BPK terkait kasus dugaan korupsi surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif Pemkot Ambon tahun 2011.

Pemeriksaan auditor mandek. Koordinasi tim penyidik dengan BPK belum membuahkan hasil. Alhasil penanganan kasus tersebut menggantung dan tak jelas nasibnya.

Hingga kini, BPK belum memberikan kepastian waktu bagi penyidik. Padahal hasil audit kerugian negara sudah dikantongi

Korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon diduga merugikan negara 742 juta lebih, dinaikan ke tahap penyidikan  setelah tim penyidik Tipikor Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease melakukan gelar perkara pada Jumat 8 Juni 2019 lalu.

Dalam gelar perkara tersebut, tim penyidik Tipikor Satreskrim memaparkan hasil penyelidikan dan berbagai bukti adanya dugaan korupsi dalam SPPD fiktif tahun 2011 di Pemkot Ambon.

Baca Juga: Mengkritisi Lagi Kerja Gustu

Anggaran sebesar dua miliar dialokasikan untuk perjalanan dinas di lingkup Pemkot Ambon. Dalam pertanggungjawaban, anggaran tersebut habis dipakai.  Namun, tim penyidik menemukan 100 tiket yang diduga fiktif senilai 742 juta lebih.

Dalam penyelidikan dan penyidikan, sejumlah pejabat telah diperiksa, termasuk Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dan Sekot AG Latuheru. Surat Perintah Dimu¬ainya Penyidikan (SPDP) juga sudah dikirim penyidik  ke Kejari Ambon sejak Agustus 2018 lalu..

Publik terus mendorong, agar lembaga kepolisian terutama Satreskrim Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease bisa bergerak cepat menyelesaikan kasus SPPD Fiktif Pemkot.

Dorongan publik ini wajar, karena sampai sekarang penanganan kasus tersebut berlarut-larut dan tak jelas. Sejumlah kalangan berpendapat pekerjaan polisi untuk menangani perkara ini perlu dipertanyakan.

Apabila penyidik telah mengantongi hasil audit, maka mestinya segera menetapkan tersangka. Ini penting karena proses penanganan kasus tersebut juga menyangkut kepastian hokum.

Polisi harus mengumumkan bagaimana kelanjutan kasus tersebut. Dan memberikan rasa kepastian hokum, tidak menggantungkan kasus ini demikian lama yang tak jelas penanganannya.

Penanganan kasus yang berlarut-larut tentu saja akan memunculkan berbagai ragam dan tanggapan masyarakat. Bahwa ada ada indikasi penyidik ‘masuk angin’ dalam mengusut dugaan korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon.

‘Masuk angin’ itu artinya diduga penyidik sudah terkena intervensi dari orang yang berhubungan dengan kasus tersebut, apalagi kalau hal itu menyentuh pejabat pemerintah, Bisa saja, ada tekanan atau permainan dari orang-orang yang berhubungan langsung dengan kasus tersebut.

Jika penanganan kasus dugaan korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon yang berlarut-larut ini karena berbagai dugaan tersebut, maka ini patut dipertanyakan kredibilitas dan komitmen aparat penegak hukum dalam hal ini tim penyidik Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease  dalam menangani kasus korupsi.

tim Penyidik Satreskrim Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease harus  mampu buktikan komitmennya dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi. Komitmen yang disertai dengan penanganan yang cepat dan tepat akan menghilangkan berbagai penilaian negatif masyarakat.

Publik tentu saja menunggu nasib penanganan kasus ini, apakah akan dilanjutkan sampai ke proses penetapan tersangka karena sudah mengantongi audit kerugian Negara, ataukah sebaliknya mandek hanya pada seputaran saksi ahli BPK yang belum diminta keterangan.  (*)