Pada tanggal 17 Juni 2022, harian Republika.co.id merilis temuan Litbang Depdag ri terkait Indeks inovasi Daerah tahun 2020; dimana Maluku ada di posisi ketiga daerah dengan indeks inovasi paling rendah. Padatanggal 18 Juni 2022, HarianDetik.com memuat kembali rilis BPS Nasional tentang penduduk miskin nasional (data periodeMaret – September 2021); dimanaProvinsi Maluku konsisten berada pada posisisi ke-empat provinsi termiskin di Indonesia.

Pada tanggal 21 Juni 2022, dalam Diskusi Publik yang disiarkan oleh TVRI dan RRI Ambon, Kepala Bapeda Provinsi Maluku (Anton Lailosa) menyatakan bahwa pemerintahan MI-BO telahsesuai jalur yang benar dan melampaui target. Juga, didalam Diskusi Publik itu, Ketua Tim TGPP Maluku (Hadi Basalamah) menyatakan bahwa pemerintahan MI-BO sangat inovatif dan banyak terobosan serta telah berhasil melakukan peningkatan kualitas birokrasi.

Entah jalur apa yang dimaksud, target apa yang telah dilampaui, inovasi seperti apa yang telah dilakukan, terobosan macam apa yang berhasil dilakukan, peningkatan kualitas birokrasi seperti apa hingga penurunan prosentase penduduk miskinseperti apa kongkritnya yang dimaksudkan nampaknya kurang jelas? Persoalannya adalah tools serta parameter hingga pembandingnya kurang dijelaskan dengan baik beserta contah kongkrit yang dapat dimengerti oleh publik.

Terlepas dari hal hal metodolgis yang tekhnis dan rumit terkait hasil hasil pembangunan yang mereka klaim, dimana asumsi dan opininya sangat terbuka untuk diperdebatkan; ada prinsip prinsip dasar keilmuan dan etik yang telah ditabrak oleh kedua petinggi provinsi Maluku ini. Berbeda dari Litbang Depdagri dan BPS Nasional, Kepala Bapeda Maluku dan Ketua Tim TGPP Maluku bukanlah lembaga yang memiliki kredibilitas dan standing keilmuan atau kelembagaan untuk memberikan penilaian terhadap kinerja maupun hal status kemiskinan provinsi Maluku; dimana mereka pada dirinya adalah bagian yang takterpisahkan dari pemerintahan Prvinsi Malukuitu sendiri. Adalah tidak fair dan kurang elok jika seseorang harus menilai dirinya sendiri (anaksekarangbilang ‘JERUK MAKAN JERUK). Pendapat mereka tentu sangat tendensius dan subyektif. Akan sangat berbeda dan lebih fair jika penilaian itu dilakukan oleh politisi, aktivis, akademisi atau tokoh masyarakat lainnya. Dan adalah jauh lebih afdol jika penilaian itu diberikan oleh lembaga lembaga penelitian yang memeng dibetuk untuk melakukan penilaian terhadap progress dan capaian pembangunan nasional – daerah seperti BPS Nasinal dan Litbang Depdagri. Dengan demikian adalah lebih baik jika masyarakat mengabaikan saja penjelasan dan penilaian capaian pembangunan dan status kemiskinan Maluku yang telah diklaim oleh  kedua petinggi Provinsi Maluku ini dan lebih merujuk kepada penilaian yang telah disampaikan oleh lembaga yang berkompeten dalam hal ini yaitu BPS Nasional danLitbang Depdagri.

Sebagai catatan akhir,  kami berharap mudah mudahan parapetinggi MI – BO ini tidak sedang berupaya melakukan penyesatan public terhadap data data yang dikeluarkan Litbang Depdagri maupun BPS Nasional; dan semoga mereka pun tidak sedang berusaha menyenangkan hati atasannya dengan cara melakukan suatu kerja prfesinal yang adalahbukankompetensinya. Hal ini perlu kami sampaikan karena masyarakat berhak memperoleh informasi – data yang sebenarbenarnya, dan yang tidak kalah pentingnya: data – informasi itu harus diperoleh darilembaga yang kredibel untuk mengeluarkannya. Oleh: Nicholas A. Rahallus Pemerhati Masalah Sosial Tinggal di Ambon.

Baca Juga: Liburan Literasi