Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program Pemerintah yang pada dasarnya untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan, dengan sasaran semua sekolah SD/SDLB, SMP/SMPLB/SMPT, SMA/SMK/dan sederajatnya baik sekolah negeri maupun sekolah swasta di seluruh Provinsi di Indonesia. Dana BOS dikeluarkan dalam empat triwulan untuk satu tahun (satu periode), berdasarkan prosedur yang ada dana BOS perlu dikelola secara relevan dan efektif. Dalam pelaksanaan dana BOS ini dibagi menjadi 8 standar penggunaan atau aliran dana BOS yaitu Pengembangan kompetensi kelulusan, Pengembangan standar isi, pengembangan standar proses, pengembangan tenaga  kependidikan, pengembangan sarana dan prasarana sekolah, pengembangan sarana pengelolaan dan pengem­bangan standar pembiayaan, Pengembangan dan implementasi sistim penilaian.

Dalam perkembangan dunia pendidikan dewasa ini dengan mudah dapat dikatakan bahwa masalah pembiayaan menjadi masalah yang cukup pelik untuk dipikirkan oleh para tenaga pendidik, proses pembelajaran, sarana prasarana, pemasaran dan aspek lainnya yang terkait dengan masalah keuangan. Fungsi pembiayaan tidak mungkin dipisahkan dari fungsi lainnya dalam pengelolaan sekolah, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembiayaan menjadi masalah sentral dalam pengelolaan kegiatan pendidikan. Ketidakmampuan suatu lembaga untuk menyediakan biaya akan menghambat proses belajar mengajar.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelontorkan Dana Bantuan Operasional Sekolah untuk tahun 2021 sebesar Rp. 52 triliun untuk menyasar 216 ribu sekolah seluruh penjuru Indonesia. “ Kita menyediakan Dana Bos kepada 216 ribu satuan pendidikan dengan alokasi sebesar 52 Triliun, bisa dilihat disini pembagiannya pada setiap jenjang. Ada tiga pokok kebijakan dalam BOS di tahun 2021. Tiga hal yang harus kita ingat, yang pertama adalah nilai satuan biaya BOS itu bervariasi, “ kata Nadien Anwar Makarim, B.A, MBA. Selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam siaran daring di akun resmi Kemendikbud RI, Kamis (25/2/2021).

Modus penyalagunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang dilakukan oknum pengelola anggaran sekolah ragam modus ini ditemukan dari kasus korupsi dan penyelewengan dana BOS beberapa tahun belakangan ini, antara lain kepala sekolah diminta menyetor dana BOS kepada pengelola dana di Diknas (Pendidikan Nasional) dengan dalih mempercepat pencairan dana, kasus kepala sekolah diminta menyetor sejumlah uang ke Diknas dengan dalih untuk uang administrasi, kemudian modus penyelewengan dana BOS dalam bentuk pengadaan barang dan jasa, selanjutnya pengelolaan dana BOS yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis, ada pula sekolah yang mengabaikan peran komite sekolah dan dewan pendidikan dalam mengelola dana BOS dengan dalih mempermudah, namun ujungnya kondisi ini dimanfaatkan untuk penyalagunaan anggaran. Disamping itu ada beberapa kasus, dana BOS hanya dikelolah kepala sekolah dan bendahara. Lalu sengaja dikelola tidak transparan, dimana sekolah tidak menyampaikan pemakaian dana BOS pada papan informasi. Dalih kurangnya dana Bos kerap menjadi kedok penyelewengan anggaran. Penambahan jumlah siswa yang tidak sesuai atau mark up dilaporkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah. Pemalsuan laporan juga bisa dilakukan kepala sekolah terkait honor guru. Laporan pemberian honor yang disampaikan ternyata melampirkan tanda tangan palsu dari guru terkait. Kemudian pemalsuan kwitansi dengan alasan pembelian alat atau prasarana fiktif. Modus lainnya Kepala sekolah memakai dana BOS untuk kepentingan pribadi atau disimpan ke dalam rekening pribadi.

Pelaksanaan Program BOS diatur dengan 3 peraturan Menteri, yaitu :

Baca Juga: Sebelum Belajar Tatap Muka, Sebaiknya Belajar dari Negara Tetangga Dulu
  1. Peraturan Menteri Keuangan  yang  mengatur mekanisme penyaluran dana BOS dari Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah serta pelaporannya;
  1. Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur mekanisme pengelolaan dana BOS di daerah dan mekanisme penyaluran dari Kas Daerah ke sekolah;
  2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebu­dayaan yang mengatur mekanisme pengalo­kasian    dana BOS dan penggunaan dana BOS di sekolah.

tentang Program BOS tidak dibahas kembali dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Bos adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksanaan program wajib belajar.  Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu, akan tetapi pada kenyataannya tanpa kita sadari telah terjadi berbagai penyelewengan dana BOS yang telah mengakibatkan penyaluran dana BOS tidak lagi tepat sasaran, banyak oknum baik dari dalam sekolah maupun dari pihak luar yang sengaja mengambil keuntungan dari Program dana BOS  yang diselenggarakan guna pelaksanaan program kompensasi BBM dari Pemerintah Pusat dan telah disetujui DPR RI, yang sepakat mengalihkan dana subsidi BBM BOS dikucurkan untuk membantu sekolah-sekolah dalam mengelola kegiatan belajar dan mengajar, baik sekolah yang berada dibawah binaan Kementerian  Pendidikan Nasional maupun Kementerian Agama.

Didalam petunjuk teknis pengelolaan dana BOS Pemerintah mewajibkan sekolah mempubli­kasikan penerimaan dan penggunaan dana BOS di papan informasi yang ada di sekolah atau ditempat lain agar mudah diakses masyarakat. Publikasi penerimaan dan penggunaan dana BOS dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan transparansi anggaran pendidikan. Kepala Sekolah, Bendahara, dan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik korupsi dana BOS bisa saja menikmati uang haram dengan riang gembira, namun tidak sedikit yang berurusan dengan penegak hukum, masuk penjara.

Korupsi dana BOS tersebar di berbagai daerah, kerugian akibat yang ditimbulkan oleh korupsi dana BOS bervariasi; belasan juta, puluhan juta, sampai ratusan juta, itu berasal dari satu atau dua sekolah dan kerugian akibat korupsi dana BOS diduga bisa berlipat-lipat kalau ditambah dengan yang tidak terungkap oleh penegak hukum.

Selain kerugian material, kerugian yang paling besar dari korupsi yang terjadi di sekolah adalah runtuhnya benteng moral. Sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak terlepas dari praktik korupsi, lalu dimana lagi kita menyemai bibit-bibit masa depan?

Rendahnya pengawasan penggunaan anggaran pendidikan dari stakeholder sekolah, guru, komite sekolah dan masyarakat membuat Kepala Sekolah bersama dengan orang-orang terde­katnya seolah-olah membangun kerajaan kecil, sementara pejabat terkait yang seharusnya melakukan pendampingan dan pengawasan penggunaan dana BOS datang seperti utusan raja besar untuk menarik upeti pada raja-raja dibawahnya.

Secara teknis pelibatan Komite Sekolah dan masyarakat dalam pengelolaan dana BOS diatur dalam Permendikbud no. 8 Tahun 2020 dimana penggunaan dana BOS regular harus didasarkan pada kesepakatan dan Kepu­tusan bersama tim BOS sekolah, guru dan Komite Sekolah. Kesepakatan dan Keputusan bersama penggunaan dana BOS harus dituangkan secara tertulis dalam bentuk berita acara rapat dan ditandatangani oleh peserta rapat. Selama ini banyak guru dan pegawai sekolah tidak mengetahui persis besaran dan penggunaan dana BOS apalagi masyarakat luas. Kerap terde­ngar anekdot “……hanya Tuhan, Kepala Sekolah, dan Bendahara Sekolah yang tahu penggunaan dana BOS…” untuk mengambar­kan kabut tebal pengelolaan anggaran pendidikan di sekolah.

Keengganan guru bersikap kritis terhadap pengelolaan dana BOS karena mereka mengang­gap tugas mereka mengajar, dan ketakutan bersuara kritis akan berpengaruh terhadap keberlang­sungan aktivitas mengejar me­reka di sekolah. Pada hal, sejumlah studi menunjukan bahwa semakin transparan anggaran sekolah, kepuasan guru meningkat, keputasaan karena melihat kemajuan sekolah tempatnya mengajar maupun kepuasan karena mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik.

Honor atau gaji honorer rata-rata bersumber dari dana BOS dan kabar gembiranya lima puluh persen dana BOS mulai tahun 2020 boleh dialokasikan untuk gaji guru honorer. Komite Sekolah dibanyak tempat masih semacam tukang stempel laporan anggaran pendidikan. Banyak Komite Sekolah yang tidak tahu besaran dan peruntukan dana BOS. Le­mahnya partisipasi dan peng­awasan Komite Sekolah disebab­kan sejumlah faktor, antara lain kurangnya pengetahuan dan ketrampilan Komite Sekolah dalam mendorong transparansi anggaran sekolah. Banyak sekolah mengasingkan peran dan kedudukan komite sekolah dan menutup-nutupi informasi yang harusnya disampaikan pada komite sekolah.

Komite Sekolah harus difasili­tasi dan terus didorong semakin terlibat aktif dalam ikut meren­cendanakan, menggunakan, dan mengevaluasi pengelolaan dana BOS. Pemerintah harus membe­rikan pelatihan dan pendampi­ngan bagi Komite Sekolah dalam upaya meningkatkan kemampuan dan kapasitas mereka merancang dan mengawasi pengelolaan dana BOS.

Masyarakat pada umumnya masih terkesan tidak mau tahu pengelolaan anggaran pendidi­kan, yang penting anak mereka bisa sekolah. Padahal dengan mengalirnya uang ratusan juta sampai miliaran rupiah ke reke­ning sekolah, diharapkan pela­yanan pendidikan serta kualitas pendidikan menjadi lebih baik lagi. Partisipasi masyarakat dalam dalam pengelolaan ang­garan pendidikan yang lebih transparan harus ditingkatkan kembali, yakni meningkatkan pemahaman bahwa sekolah adalah tempat mempersiapkan anak-anak kita meraih masa depan, sehingga harus terus dijaga dan diberi masukan dalam upaya meningkatkan kualitas.

Kewajiban memasang peneri­maan dan penggunaan dana BOS menjadi bagian kecil dari upaya anggaran sekolah lebih trans­pa­ran, bagian besar dalam mening­katkan transparansi anggaran pendidikan termasuk dana BOS adalah dengan mendorong hadir­nya guru yang kritis, independen, dan terorganisir, representasi orang tua murid terutama dalam wadah komite sekolah yang aktif, dan lingkungan sekolah yang demokratis.( WELLEM RIRIHATUELA,SE. MM, Pengawas Pemerintahan (P2UPD) Inspektorat Provinsi Maluku)