AMBON, Siwalimanews – Pengembalian keuangan negara yang telah dilakukan oleh anggota DPRD dalam kasus dugaan korupsi pe­nya­lahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon sesuai temuan BPK Rp5,3 miliar, itu tidak meng­hapus pidana yang dila­kukan.

Akademisi Hukum Unpatti, Geogre Leasa berpendapat, proses pengembalian keua­ngan negara yang terjadi saat penyelidikan kasus tersebut membuktikan telah ter­jadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum di DPRD Kota Ambon.

“Pengembalian keuangan negara itu bukti terjadinya dugaan tindak pidana korupsi, sehingga jaksa sudah tidak perlu berlama-lama lagi untuk menetapkan tersangka,” jelas Leasa saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (20/1).

Menurut Leasa, jaksa seharusnya tidak perlu berlarut-larut dalam penanganan kasus tersebut, karena bukti dugaan korupsi sudah ada, dimana proses pengembalian keuangan negara yang dilakukan itu tentunya akan menjadi bahan pertimbangan di pengadilan.

“Dengan kembalikan uang negara ini kan jaksa sudah bisa tahu siapa oknum-oknum yang terlibat yang sudah bisa ditetapkan sebagai tersangka. Ini pasal 55 KUHP turut serta bisa diketahui dengan sendirinya,” ujarnya.

Baca Juga: Usut Ruas Jalan Inamosol, Jaksa Jangan Tebang Pilih

Karena ini menyangkut dengan anggota dewan, kata Leasa, maka jaksa tidak boleh tebang pilih dalam penanganan kasus ini, hukum harus betul-betul ditegakkan.

“Tidak ada kenal istilah penegakan hukum itu tajam kebawah lalu tumpul keatas, itu tidak kenal istilah itu. semua sama di mata hukum,” tegasnya.

Ia berharap, jaksa bisa secepatnya mengekspos kasus ini sehingga siapapun yang diduga terlibat dijerat, jangan tebang pilih.

Hal yang sama juga diungkapkan, praktisi hukum Muhamad Nur Nukuhehe. Kata dia, pengembalian keuangan negara itu tidak mengghapus perbuatan pidana yang sudah dilakukan.

Apalagi pengembalian keuangan negara itu, lanjut Nukuhehe, dilakukan saat penyidik melakukan penyelidikan kasus ini, dengan demikian kasusnya harus tuntas dan tidak boleh dihentikan.

Kata dia, Pengembalian keuangan negara terjadi setelah kejaksaan mengusut kasus ini. ini bukan kasus perdata lalu pengembalian keuangan negara terus kasusnya selesai. Ini korupsi yang butuh perhatian serius aparat penegak hukum. karena itu proses hukum yang dilakukan kejaksaan harus tetapi jalan, dan diharapkan bisa tuntas.

“Ini kan bukan kasus perdata, lalu sudah kembalikan uang terus selesai. Ini kasus korupsi dimana proses pengembalian uang negara itu terjadi saat penyelidikan, dan itu tidak menghapus pidana yang dilakukan,” ujarnya.

Tak Hapus Pidana

Kasus dugaan korupsi di DPRD Kota Ambon sebesar Rp5,3 miliar yang dilidik oleh pihak Kejari Ambon kini telah mendapatkan titik terang.

Bahkan salah satu bukti kuat adanya korupsi, adalah adanya pengembalian keruigian negara sebesar Rp1,5 miliar ke kas Pemkot oleh pihak DPRD, ditambah dengan pengakuan bendahara yang mengakui uang negara senilai Rp400 Juta masih berada di kas DPRD.

“Namanya mengembalikan otomatis pernah menggunakan uang itu untuk kepentingan pribadi, sehingga jelas-jelas ini adalah tindakan korupsi. Andai saja kasus ini tidak tercium, dipastikan anggaran negara dilenyapkan oleh pihak terkait,” tandas Ketua GMKI Cabang Ambon Josias Tiven kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (20/1).

Menurutnya, DPRD Kota Ambon seharusnya ikut serta memerangi tindakan korupsi, menjadikan korupsi sebagai suatu hal tabu, bukan sebaliknya menjadikan korupsi sebagai sarana memperkaya diri, dan merugikan negara.

Tindakan ini, tidak dapat dibenarkan dan mesti diberikan sangsi pidana sesuai perundang-undangan yang berlaku, sebab pengembalian uang hasil korupsi tidak menghapus pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, sekalipun pelaku telah mengembalikan uang hasil korupsi.

Hal ini kemudian dipertegas dalam Pasal 4 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan, bahwa Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Oleh karena itu, jika perbuatannya telah memenuhi unsur pidana korupsi, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana. Pidana tetap diproses secara hukum. mengembalikan uang hasil korupsi, itu hanya untuk meringankan hukuman di pengadilan nanti,” tegasnya.

Ditegaksan, UU ini merupakan suatu delik formil, artinya ketika perbuatan pelaku telah memenuhi unsur pidana korupsi, maka pelaku sudah bisa dipidana, tidak perlu harus timbul sebab akibat.

“Kalau uang hasil korupsi sudah dikembalikan, maka tidak bisa dipidana, itu tindakan yang keliru, dan tidak memberikan edukasi apapun bagi masyarakat mengenai tindakan melawan korupsi,” tegasnya.

Semestinya kata Tiven, dari delik formil itu adalah, meski uang hasil korupsinya sudah dikembalikan tetap harus dipidana, karena perbuatan korupsinya sudah terjadi.

Oleh karena itu tidak ada alasan bagi kejaksaan untuk tidak melanjutkan proses hukum tindak pidana korupsi. Karena jika kasus ini tidak dilanjutkan sebagai perkara pidana, akan memberikan suatu edukasi buruk bagi masyarakat, dan menjadi suatu tolak ukur bagi semua pejabat publik untuk mengunakan anggaran negara.

“Pakai saja dulu uang negara, nanti kalau ketahuan baru dikembalikan, kan tidak dipidana, di DPRD Kota saja bisa, masa kita ngak bisa,” ucap Tiven.

Tiven yang juga mahasiswa pada Fakultas Hukum UKIM ini menegaskan,  GMKI sebagai bagian dari civil society, akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan mengawalnya hingga tuntas, agar pihak-pihak yang terlibat mendapatkan ganjarannya masing-masing.

Temukan Indikasi

Seperti diberitakan sebelumnya, tim penyidik Kejari Ambon menemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon sebesar Rp5,3miliar.

Kejari Ambon Dian Friz Nalle mengungkapkan, sekalipun kasus ini masih ada ditingkat penyelidikan, namun dalam pemeriksaannya penyidik telah menemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum, serta upaya pengembalian kerugian negara.

“Sudah ditemukan adanya indikasi, dari hasil pemeriksaan dan dari data pihak pemkot, ada sejumlah dana dikembalikan ke kas pemkot sebesar Rp.1,5 milliar , sementara ada juga dana Rp 400 juta di bendahara DPRD. Ini indikasi yang sementara kita dalami,” jelas  Kajari dalam keterangan persnya kepada wartawan di aula Kejari Ambon Jumat (14/1).

Menurut Kajari yang didampingi Kasi Pidum Ajid Latuconsina, Kasi Pidsus Echart Palapia dan Kasi Intel Jino Talakua, menyampaikan progres pengusutan kasus tersebut, dengan adanya temuan tersebut, maka ia akan melaporkan ke Kejati Maluku untuk segera menentukan jadwal ekspos guna menentukan kasus ini naik ke penyidikan atau tidak.

Bahkan Kajari memastikan, dalam bulan Januari ini ekspos kasus tersebut akan dilakukan.

“Senin ini saya sudah sampaikan ke pimpinan Kejati untuk jadwal ekspos, kenapa harus ekspos bersama Kejati?, karena ini menyangkut partai politik dan kita mengacu kepada aturan itu. Saya pastikan bulan ini kita sudah ekspos,” janji Kajari.

Kata dia, dalam pengusutan kasus ini sejumlah pihak sudah diperiksa, masing- masing berasal dari 34 orang anggota lesgislatif, tiga orang pihak swasta, dan 40 ASN. Untuk melengkapi pemeriksaan, penyidik masih membutuhkan keterangan dari panitia lelang.

Diatanya soal pemeriksaan ahli dari BPK mengingat pengusutan kasus berawal dari temuan BPK, Kejari mengaku, hal itu memungkinkan juga kasus naik ke penyidikan.

“Rencananya masih ada sekitar 5 saksi dari panitia lelang yang akan kita periksa, agar keterangannya kita sinkronkan dengan keterangan saksi yang sudah ada, kalau BPK nanti kita lihat, kalau setelah ekspos status kasus dinaikan ke tahap penyidikan,” ujarnya.

Kajari menambahkan, tidak ada tebang pilih dalam pengusutan kasus ini. Ia juga tidak menapik kemungkinan kasus ditutup jika kerugian negara sudah dikembalikan.

“Kami komitmen tidak ada tebang pilih, kita kerja sesuai SOP, prinsip kami kalau uang dikembalikan berarti sudah ada upaya menyelamatkan keuangan negara, soal apakah akan menghilangkan perbuatan pidana, nanti kita simpulkan setelah ekspos bersama,” ujarnya. (S-19/S-51)