AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi Maluku di­ingatkan tidak saja mengejar ka­sus baru lalu melupakan kasus lama,  tetapi harus konsisten da­lam penuntasan kasus korupsi.

Kejati Maluku lagi getol meng­ungkapkan sejumlah kasus korup­si di RS Haulussy Ambon mulai dari  dana medical check up pemi­lihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota dan Provinsi Maluku Tahun 2016- 2020, hingga uang makan minum tenaga kesehatan yang melayani pasien Covid.

Tercatat puluhan saksi sudah diperiksa mulai dari mantan Kadis Kesehatan Provinsi Maluku, mantan Direktur RS, dokter umur, dokter spesialis , kepala ruangan, staf ruangan.

Selain itu, Kejati juga mengusut kasus dugaan korupsi penyim­pa­ngan keuangan Kabupaten Seram Bagian Barat. terkait Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden tahun 2014.

Dalam kasus tim penyidik Kejati Maluku telah menetapkan dua tersangka dan memeriksa 57 saksi.

Baca Juga: Langgar Kode Etik, Ajudan Gubernur Dilaporkan ke Propam

Praktisi hukum Rony Samloy mengatakan, selama ini publik disuguhi dengan begitu banyak langkah kejaksaan menaikan status kasus korupsi dari penyeli­dikan ke penyidikan.

Namun, sayangnya penetapan status penyidikan itu tidak diikuti dengan langkah tegas dengan membawa kasus hingga ke pengadilan untuk disidangkan.

Masyarakat kata Samloy juga kebingungan dengan sikap kejak­saan yang terus-menerus mene­tapkan tersangka, tetapi progres penuntasan kasus dugaan korupsi seakan-akan berjalan ditempat dan bahkan tidak jelas.

Beberapa kasus yang belum dituntaskan hingga saat ini dian­taranya, dugaan korupsi pemba­ngunan ruas jalan InInamosol, kasus TKBM termasuk kasus dana Covid RS Tulehu dan masih ba­nyak kasus-kasus lain yang terkesan didiamkan.

Menurut Samloy, Kejati harus fokus untuk menuntaskan kasus-kasus yang telah disidik agar ber­kekuatan hukum tetap, sehingga ada kepastian hukum bagi ter­sangka. “Kejaksaan mestinya fokus tuntaskan kasus-kasus korupsi yang selama ini sudah ditetapkan tersangka, bukan mengejar kasus baru dan mengesamping­kan kasus yang telah bertahun-tahun disidik,” ujar Samloy saat diwawancarai Siwalima, Senin (18/7).

Jika Kejaksaan tidak menun­taskan kasus-kasus lama maka sudah pasti akan terjadi penumpukan kasus yang pada akhirnya menimbulkan kecurigaan publik, terhadap komitmen kejaksaan dalam memberantas kasus korupsi.

Walaupun, Kejaksaan diberikan kewenangan untuk melakukan pemberantasan korupsi bersama kepolisian dan KPK, tetapi harus ada target yang mesti dicapai dengan adanya penetapan putusan pengadilan atas suatu perkara.

Samloy menegaskan, masyarakat saat ini menunggu ketegasan dari lembaga Kejaksaan terhadap semua kasus agar tidak terkesan tebang pilih dalam proses penegakan hukum.

Jangan Diamkan

Terpisah praktisi hukum Alfaris Laturake juga menyayangkan si­-kap kejaksaan yang terkesan men­-diamkan kasus-kasus dengan nilai kerugian negara cukup besar.

Dijelaskan, kejaksaan mestinya memberikan kepastian hukum bagi pelaku tindak pidana yang telah ditetapkan sebagai tersangka, bukannya menggantung nasib dan status hukum dari tersangka.

“Bagi saya sebaiknya kejak­saan fokus dulu menuntaskan kasus-kasus yang sudah ada tersangkanya agar tidak ada penumpukan kasus yang berpotensi hilang dari pengeta­huan publik,” tegas Laturake.

Laturake menegaskan masyarakat saat ini mulai tidak percaya dengan komitmen penegak hukum termasuk kejaksaan dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi maka tugas kejaksaan hanya mengembali­kan kepercayaan publik terhadap korps adhyaksa itu.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan menuntaskan kasus-kasus yang sudah ada ditangan kejaksaan sambil tetap menuntaskan kasus baru yang muncul ditengah-tengah masyarakat. (S-20)