AMBON, Siwalimanews – Menjadi pertanyaan publik di Maluku, apalagi alasan yang dicari-cari jaksa untuk memenjarakan Feri Tanaya (FT) dan Abdul Gafur Laitupa (AGL).

Setelah menetapkan keduanya sebagai tersangka korupsi PLTMG 10 MW,  publik menanti kemampuan jaksa untuk membuktikan dimana letak korupsi yang dilakukan FT selaku pemilik lahan dan AGL selaku wakil dari BPN.

Pasalnya, pemilik duit atau yang membeli yakni PLN Maluku tidak dipersalahkan dalam kasus ini.

Setelah mengikuti sidang kasus korupsi PLTMG 10 MW, maka fakta yang tidak bisa dibantah bahwa korps adyaksa Maluku diduga menipu atau membohongi rakyat Maluku sejak dimulainya perkara ini yaitu, tahun 2018 sampai dengan putusan bebas murni oleh Pengadilan Tindak Korupsi Ambon terhadap FT.

Klaim Rorogo Zega selaku Kajati Maluku saat itu bahwa penyidik telah memiliki alat bukti yang cukup dalam menetapkan FT dan AGL sebagai tersangka adalah isapan jempol alias tong kosong.

Baca Juga: Pelaku Pembunuhan Warga Waiheru di JMP Akhirnya Diadili

Begitu pula penjelasan eks Kasi­penkum Samy Sapulete selama ini tidak bisa dibuktikan di pengadilan.

“Yang menjadi pertanyaan se­orang memiliki jabatan selevel Kajati bisa memberikan penjelasan kepada rakyat melalui konferensi pers yang isinya bohong dan tidak bisa di­buktikan saat persidangan”, kata to­koh masyarakat Buru,  Thalim Wam­bebo kepada Siwalima pekan lalu.

Kajati Rorogo Zega dengan ba­ngga menjelaskan kalau penyidik telah memiliki bukti cukup untuk tetapkan FT sebagai tersangka ko­rupsi, tapi anehnya saat persida­ngan penyidik tidak bisa menunjukan alat bukti agar bisa dipertimbangkan oleh majelis hakim. Satu -satunya alat bukti tunggal yaitu Kepres no 32 tahun 1979.

“Kalau anak sekolah dasar pasti bisa mengerti dan memahami Kepres No 32 tahun 1979 tersebut dengan baik, karena isi dan makna sangat jelas dan mengunakan kata- kata yang sangat sederhana. Tapi fakta persidangan terungkap oknum-oknum yang merupakan komplotan penyidik tidak bisa mengerti arti dan makna dari sebuah Keputusan Pre­siden. komplotan penyidik Pidsus Kejati Maluku hanya menggunakan pasal 1 ayat 1 dari isi Kepres No 32 tahun 1979 dan sengaja menafsirkan secara sesat dengan merubah makna dan arti dari pasal itu,” bebernya.

Penyesatan pasal 1 ayat 1 dengan mengartikan “ tanah yang dikuasai langsung oleh negara “ adalah milik (aset) negara,  pasal 1 ayat 2 dan pasal-pasal lain ditiadakan oleh komplotan penyidik pidsus Kejati Maluku agar bisa mengaburkan kepres tersebut.

Pasal 3 dari Kepres No 32 sudah sangat jelas bahwa pemegang hak diberikan ganti rugi, tapi komplotan penyidik ini sengaja menghilang­kannya. Padahal Kepres jelas. Ini kejahatan hukum luar biasa bejat, hanya untuk mengejar seorang pengusaha dengan niat jahat. Satu keputusan presiden saja dipermain­kan sesuai selera penyidik. Alasan memalukan dan klasik dipakai penyidik bahwa FT tidak berhak menerima ganti rugi dan penyidik meminta kembali uang ganti rugi senilai Rp 6.810.000.000,-’” kata Wamnebo.

Karena merasa berhak atas ganti rugi dan permintaan tidak rasional sehingga  FT menolak kembalikan uang ganti rugi. Saat itu  juga FT ditahan. Setelah FT ditahan di Rutan, barulah Kajati saat itu Rorogo Zega melakukan pembohongan melalui keterangan pers di kantor gubenur bahwa FT ditahan karena mengelembungkan harga ganti rugi yaitu Rp 125 ribu / m3.

“Kalau FT selaku pemilik tanah menggelembungkan (mark up) lalu yang punya uang atau yang membeli dalam hal ini PLN kok tidak ikut di­seret dalam kasus ini. Aneh bin ajaib penegakan hukum korrupsi PLTMG Namlea,” pungkas Wambebo.

Fakta persidangan Kejati ikut dalam sosialisasi dan ikut membayar kepada pemilik lahan lain dengan harga Rp 125 ribu.

Rorogo Zega menipu kalau peyidik Kejati Maluku memiliki bukti ada pengembalian uang kepada PLN  dan menantang FT buka bukaan berapa uang yang dikembalikan kepada PLN  serta menuduh FT melindungi PLN bahkan  menuduh FT tidak transparan tentang uang yang dikembalikan kepada PLN.

“Aneh apakah PLN sudah ber­sekongkol dengan penyidik untuk seret FT sehingga PLN tak ikut diseret dalam kasus ini,  ataukah sengaja dibuat-buat hanya Tuhan yang tahu,” katanya.

Tuduhan-tuduhan bohong dan keji dilakukan oleh seorang dengan jabatan selevel Kajati menunjukan bukti bahwa rusak dan bobroknya  dunia penegak hukum.

Tuduhan-tuduhan seperti ini nantinya membuat rakyat tidak akan percaya karena ulah mereka sendiri.

Wamnebo mengaku, sepanjang kasus ini bergulir di rana hukum,  melalui media, tuduhan kepada FT berubah ubah. Tuduhan kepada FT setelah ditahan yaitu mark up, menjual tanah milik orang, menjual tanah negara, terjadi korupsi salah bayar dan launnya.

“Bersyukur negara masih memiliki penegak hukum Polri , KPK dan Lembaga Peradilan yang profesional dan berintegritas dalam menegakkan hukum . Alat bukti yang cukup dan kecukupan alat bukti menjadi dasar penetapan seseorang menjadi tersangka oleh KPK dan Polri dalam suatu perbuatan pidana korupsi. Niat jahat dan persekongkolan harus bisa dibuktikan.

“Pengusaha FT dan AGL tidak saling kenal tapi dituduh bersekongkol . PLN yang aktif melakukan semua peroses pembebasan dan mengeluarkan uang negara diamankan setelah berdamai dengan komplotan ini. Padahal awalnya sudah diancam mau tersangkakan tapi bisa berbalik melindungi setelah berdamai. Kewenangan dipakai komplotan  ini untuk mempermainkan hukum sesuka hati dengan niat bejat dan tidak peduli kalau proyek ini untuk kepentingan umum menjadi mangkrak. Ini keterangan FT di pengadilan kepada hakim. Bayangkan apa jadinya dengan penegakan hukum kita,” jelas Wamnebo.

Saat dipersidangan penuntut umum sekaligus bertindak sebagai penyidik tidak bisa menunjukan bukti korupsi alias bukti hukum.

Mereka ini sengaja melakukan tafsiran sesat atas Kepres No 32 tahun 1979 dan meminta BPKP Maluku mengeluarkan perhitungan kerugian negara sesat.

Kesesatan dan persekongkolan jahat kedua institusi besar ini ditelanjangi oleh ahli yang dihadirkan penuntut umum sendiri dan ahli dari terdakwa.

Ketua Majelis Hakim beberapa kali menegur penuntut umum Kejati karena melakukan peyelidikan perkara tidak prosedur dan tidak sesuai aturan, sehingga menimbulkan kasus ini.

“Hebatnya mereka tetap saja membacakan tuntutan kepada FT berdasarkan dakwaan sesat yaitu pidana 10 tahun 6 bulan dan ditambah subsider menjadi total 15 tahun 3 bulan penjara. Luar biasa rusaknya penegakan hukum di Maluku,” imbuhnya.

Meskipun begitu, Wamnebo akui  Tuhan itu maha baik dan maha penolong, sehingga membuka jalan bagi orang-orang terzolomi.

Tuhan mengambil alih kasus ini dengan menunjuk ketua dan anggota majelis hakim yang memiliki ahklah takut akan Tuhan, memiliki integritas, kejujuran, keadilan sehingga memberikan keputusan yang berkeadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa.  Dakwaan dan tuntutan sesat di kalahkan oleh kebenaran sesuai fakta hukum . Terungkap dipersidangan pengusaha FT hanya bersedia membebaskan lahan untuk kepentingan umum dari proyek strategis nasional dan menerima ganti rugi berdasarkan UU. (S-32)