AMBON, Siwalimanews – Penyidik Polda Maluku terus melakukan penyelidikan terkait laporan kasus dugaan keke­rasan seksual Bupati Maluku Tenggara, HM Taher Hanubun.

Kapolda Maluku Irjen Pol Lotharia Latif bahkan telah memerintahkan penyidik untuk menangani kasus tersebut secara profesional. Semua proses penanganan dilakukan secara transparan dengan melibatkan instansi terkait, baik psikolog dan Pusat Pela­yanan Terpadu Pemberdayaan Perem­puan dan Anak (TP2TPA) sehingga hasilnya dapat dipertanggung­ja­wabkan secara hukum.

Bupati Hanubun dilaporkan ke Polda Maluku, karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap wanita 21 tahun berinisial TSA, di Cafe Agnia, miliknya, di kawasan Air Salobar, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.

Kapolda menegaskan, jangan ada pihak yang coba-coba mengintervensi pihaknya dalam penyelidikan kasus ini.

Orang nomor satu di Polda Maluku ini bahkan mengingatkan siapapun yang mengancam atau menekan pelapor.

Baca Juga: Jaksa Cecar Sejumlah Saksi Korupsi Simdes Bursel

“Kami juga mengingatkan kepada siapa pun untuk jangan coba-coba mengancam atau menekan pelapor, atau coba-coba intervensi kasus yang sedang ditangani ini. Bahkan siapa pun yang akan menghambat proses ini kami tidak segan-segan untuk menindaknya,” tegas Kapolda di Ambon, Rabu (6/9).

Kapolda juga meminta agar jangan ada pihak yang mencoba meman­faatkan kasus ini untuk kepentingan siapa pun, atau kelompok-kelompok manapun dengan motif-motif lain.

“Polda Maluku akan menangani kasus ini secara profesional dan bekerja sama dengan instansi terkait dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan sesuai aturan hukum yang berlaku, untuk mem­berikan penegakan hukum yang berkeadilan,” tegasnya.

Penyelidikan perkara yang dila­porkan, lanjut Kapolda, merupakan bentuk dari Polda Maluku meng­hargai hak hukum pelapor. Apabila penyidik menemukan alat bukti maka kasus tersebut akan diting­katkan ke tahap penyidikan.

Namun sebaliknya bila laporan itu tidak benar, maka pihaknya mem­persilahkan terlapor untuk meng­gunakan hak hukumnya.

Di sisi lain, Kapolda juga menegaskan agar jangan ada yang mencoba memanfaatkan kasus ini untuk kepentingan siapa pun atau kelompok-kelompok manapun dengan motif-motif lain.

“Polda Maluku akan menangani kasus ini secara profesional dan bekerja sama dengan instansi terkait dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan sesuai aturan hukum yang berlaku untuk memberikan penegakan hukum yang berkeadilan,” tuturnya.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol M Rum Ohoirat dalam rilisnya kepada Siwalima mengungkapkan, terkait kasus ini pada Selasa (5/9) pihaknya telah mengundang tiga orang saksi untuk meminta klarifikasi namun diminta tunda Rabu (6/9).

“Kami mengundang tiga orang saksi untuk meminta klarifikasi mereka terkait laporan kasus dugaan kekerasan seksual dengan terlapor Bupati Maluku Tenggara, Selasa (5/9). Tapi mereka meminta untuk ditunda sampai Rabu (6/9),” tuturnya.

Kabid Humas menyebutkan, tiga orang yang diundang itupun tidak hadir, sehingga pihaknya akan melayangkan panggil selanjutnya pada Jumat (8/9).

“Jika Jumat tidak hadir, maka kami akan mengambil langkah-langkah hukum selanjutnya,” tegas Kabid.

Dikatakan, sehari sebelumnya, tim penyidik juga akan melakukan pemeriksaan psikologi sekaligus memberikan pendampingan kepada pelapor, namun yang bersangkutan masih dalam kondisi tidak sehat.

“Polda Maluku tetap akan melakukan pendampingan psikologi kepada pelapor, termasuk mem­berikan rasa aman, dan nyaman ke­pada yang bersangkutan,” ung­kapnya.

Bupati Hanubun sejak kasus ini mengemuka hingga saat ini belum bisa dikonfirmasi. Siwalima sudah berulang kali menghubunginya melalui pesan tertulis dan sam­bungan telepon, namun belum memperoleh balasan hingga berita ini naik cetak.

Dukung Polisi

Sejumlah kalangan terus mendu­kung Polda Maluku mengungkap kasus dugaan pelecehan seksual Bupati Hanubun.

Janji Polda Maluku untuk mengusut tuntas kasus dugaan pelecehan seksual ini patut diapresiasi serta mendorong agar bisa tuntas dan sampai ke pengadilan.

Yenli Lopulalan, salah satu pengacara dan pemerhati perem­puan ini mengecam keras dugaan pelecehan seksual yang dilakukan seorang kepala daerah.

Dugaan itu kata Lopulalan, disesalkan terjadi karena diduga dilakukan seorang kepala daerah yang menjadi contoh dan panutan bagi masyarakat.

Sebagai seorang praktisi hukum dan pemerhati perempuan, Lopulalan menegaskan sekalipun bupati  adalah seorang kepala daerah, tetapi di mata hukum adalah sama, sehingga tidak kebal hukum.

“Kasus pelecehan terhadap perempuan yang diduga dilakukan oleh Bupati Malra ini menambah daftar panjang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang mencatat setidaknya kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 457.895 kasus pada 2022 hingga kini di tahun 2023 ini tak terbendung lagi,” ujarnya saat diwawancarai Siwalima di Peng­adilan Negeri Ambon, Selasa (5/9).

Dengan adanya ratusan kasus tersebut, lanjut dia, maka patut diapresiasi kepada aparat penegak hukum yang telah mengambil tindakan untuk menghukum penanganan yang tepat, dan harus tuntas sampai ke pengadilan.

“Wanita 21 tahun ini juga butuh keadilan dan harus dia dapat. Sebagai seorang perempuan tentu kami tak ingin hal semacam ini terus terjadi kepada wanita. Untuk itu kami kaum perempuan yang peduli terhadap korban mendukung penuh langkah pihak kepolisian dalam hal ini Ditkrimum Polda Maluku untuk tuntaskan perkara ini,” ujarnya.

Dia percaya aparat penegak hukum dalam hal ini Polda Maluku tidak akan melindungi terduga TH, sekalipun sebagai kepala daerah dan akan bertindak adil menghargai hak-hak perempuan yang perlu dilin­dungi secara hukum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

“Kami percaya penegak hukum akan berikan keadilan bagi korban, dan hukuman setimpal bagi pelaku. Kami mengutip salah satu bahasa hukum yang paling terkenal Sekalipun bumi ini runtuh, Keadilan akan tetap ditegakkan,” tegasnya.

Dia menegaskan, sangat prihatin kasus seperti ini terjadi, sehingga kehadiran UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS memberikan pe­rlindungan yang komprehensif kepada korban, keluarga korban, dan saksi atas kejahatan terhadap martabat manusia dan pelanggaran atas hak asasi manusia, dimana kasus-kasus seperti ini harus terus digelorakan dan disosialisasikan kepada masyarakat.

“Kami berharap adanya keadilan bagi korban. Dan bagi aparat penegak hukum akan lakukan yang terbaik guna memberikan keadilan bagi koran karena pada dasarnya tidak ada satupun manusia yang kebal terhadap hukum,” harap Lopulalan.

Dikecam Perempuan

Sementara itu sejumlah aktivis perempuan rame-rame mengecam dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan Hanubun.

Direktur Mutiara Maluku, Lusi Peilouw menyesalkan tindak tidak terpuji yang diduga dilakukan oleh seorang kepala daerah.

“Sebagai seorang aktivis perem­puan kami sesalkan seorang kepala daerah, yang pada dia itu melekat kewajiban untuk melindungi, mengayomi masyarakat siapapun bukan saja masyarakat di daerahnya saja, tetapi masyarakat siapapun, tetapi dimanapun dia berada melekat di dia itu sebagai pengayom masyarakat dan sampai ini dilakukan oleh seorang kepala daerah, maka pasti sebagai aktivis perempuan marah,” ujar Peilouw saat diwa­wancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (4/9).

Menurutnya, tindakan pelecehan seksual yang diduga dilakukan Bupati Malra tentu saja sangat melanggar etika, melanggar norma budaya sebagai masyarakat Maluku, apalagi sebagai Bupati Malra, dimana wilayah tersebut sangat menjunjung dan menghargai harkat dan martabat seorang perempuan.

“Harusnya harkat dan martabat perempuan itu dihargai tetapi sangat disesalkan seorang kepala daerah diduga melakukan tindakan seperti itu. Tentu sangat kami sesalkan,” tegasnya.

Menurutnya, sesuai dengan UU nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasaan Seksual telah mengisyaratkan agar kasus-kasus seperti ini tidak boleh diselesaikan secara restorative justice atau secara kekeluargaan.

Bupati Dipolisikan

Sebagaimana diberitakan, Ha­nubun, dilaporkan ke Polda Maluku, karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap TSA.

Sebagaimana dilansir Siwalima­news, tak terima atas perlakuan Bupati Hanubun, korban yang merupakan karyawan cafe tersebut memilih melaporkan perbuatan majikannya itu ke Polda Maluku.

Laporan dilayangkan TSA Jumat (1/9) sore di SPKT Polda Maluku.

Usai pelaporan, korban diarahkan menuju Subdit PPA Ditreskrimum Polda Maluku untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.

Belum diketahui secara pasti kronologis serta pelecehan seksual yang dialami korban.

Korban dan keluarganya, maupun polisi belum mau buka mulut terkait kronologis kasus itu.

Namun begitu, Dirkrimum Polda Maluku, Kombes Andri Iskandar membenarkan adanya laporan tersebut.

Hanya saja dia enggan berko­mentar lebih jauh, dengan alasan kasus itu masih diselidiki. “Pelapor sudah dimintai keterangan,” jelas Iskandar singkat.(S-10)