AMBON, Siwalimanews – Menjelang akhir masa jabatan Abua Tuasikal dan Marlatu Leleury sebagai Bupati dan Wakil Bupati Maluku Tengah periode 2017-2022, ternyata permasalahan pengungsi konflik sosial antara dua desa bertetangga yakni Pelauw dan Kariu belum kunjung tuntas.

Untuk itu, Tuasikal Abua selaku bupati, didesak untuk segera menuntaskan pengungsi Kariu sebelum mengakhiri masa jabatannya yang tinggal satu bulan.

Sikap Bupati Tuasikal Abua inilah yang menimbulkan keprihatinan mendalam dari Komisi I DPRD Provinsi Maluku, padahal sejak konflik terjadi Januari lalu, komisi telah all out melakukan koordinasi, tetapi tidak ada tindak lanjutnya.

“Kita sudah berapa kali juga undang bupati, bahkan hasil rapat tapi tidak ada langkah-langkah terkait dengan itu, kita prihatin juga padahal sudah ada rekomendasi dari Kemenkopolhukam,” kesal Ketua Komisi I DPRD Provinsi Maluku Amir Rumra kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (8/8).

Bupati Tuasikal, kata Rumra, mestinya belajar dari Bupati Kabupaten Maluku Tenggara yang proaktif untuk menuntaskan konflik sosial antara dua desa yang telah menimbulkan korban jiwa serta harta benda, seperti konflik sosial Pelauw dan Kariu.

Baca Juga: Perjuangkan Kebenaran, Lembaga Pers IAIN Peroleh Presma Award 2022

Tak hanya itu, rekomendasi pembentukan tim penyelesaian juga tidak kunjung dibentuk, padahal Pemprov Maluku telah membentuk tim, namun tidak dapat dipaksakan, sebab masyarakat Kariu berada didalam wilayah Maluku Tengah.

Menurutnya, DPRD Kabupaten Maluku Tengah juga mestinya all out untuk mendesak bupati segera turun dan tuntaskan masalah Kariu, sebab ditengah kondisi alam, mestinya ada perhatian serius dari pemerintah kabupaten.

“Bupati jangan biarkan kondisi ini berlarut-larut, sekarang kondisi hujan ditempat pengungsian, kasihan masyarakat disana,” tandas Rumra.

Rumra berharap, di sisa satu bulan masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Maluku Tengah, Tuasikal memiliki perhatian khusus untuk menyelesaikan masalah ini. (S-20)