AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Negeri Seram Ba­gian Barat (SBB) menahan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Bendahara Pengeluaran, MM dan bendahara pengeluaran pada Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) MT sebagai tersangka.

MT dan MM memiliki peranan pen­ting dalam kasus dugaan ko­rupsi pengelolaan sisa dana siap pakai penanganan darurat ben­cana gempa bumi di wilayah Ka­bupaten SBB Tahun 2019.

Penahanan dilakukan setelah Kejari SBB secara intensif mela­kukan pemeriksaan terhadap ter­sangka MM dan MT. MM ditetapkan tersangka pada pertengahan Ja­nuari 2022 lalu, sedangkan ben­dahara pengeluaran BPBD berinisal MT ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Februari 2023, dan secara resmi digiring ke La­pas Piru, Senin (6/2).

“Dalam kasus ini ada tambahan satu lagi tersangka yakni MT yang merupakan bendahara pengelu­aran pada Kantor BPBD SBB,” ung­kap Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku, Wahyudi Kareba kepada wartawan di Kantor Kejati Maluku, Selasa (7/2).

Wahyudi menjelaskan, kedua tersangka ini ditahan selama 20 hari kedepan terhitung sejak Senin (6/2).

Baca Juga: Bocah 12 Tahun Tewas di Tangan Teman Sendiri

Wahyudi mengatakan, peneta­pan tersangka dilakukan berda­sar­kan Surat Perintah Penetapan Ter­sangka tanggal 03 Februari 2022.

Dengan ditetapkannya MT sebagai tersangka, lanjutnya, maka total tersangka dalam kasus ini berjumlah dua tersangka, setelah sebelumnya Kejari SBB menetapkan MM selaku PPK Dana Siap Pakai di BPBD Kabupaten SBB sebagai tersangka.

“Sampai hari ini sudah terdapat 2 tersangka yang telah ditetapkan oleh jaksa penyidik dalam kasus ini yakni  MM selaku PPK dan MT selaku bendahara,” ujarnya.

Wahyudi menyebutkan, tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4  tahun, dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp. 200.000.000 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.

Selain itu Pasal 3  UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun, dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.

Ditambahkan, para tersangka akan dilakukan penahanan oleh jaksa penyidik di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Piru selama 20 (dua puluh) hari ke depan,

“Jika jaksa penyidik merasa unsur pasal yang disangkakan telah terpenuhi maka, akan dilakukan penyerahan berkas perkara tahap I kepada Jaksa Penuntut Umum,” ujarnya.

Satu Jadi Tersangka

Seperti diberitakan sebelumnya, janji Kejari SBB untuk mengungkap dalang dibalik raibnya uang miliaran rupian dana korban gempa tahun 2019 di Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat akhirnya dipenuhi.

Setelah proses penyidikan panjang dan memperoleh bukti-bukti yang kuat, tim penyidik Kejari SBB menetapkan satu tersangka dalam kasus tersebut berinsial MM

MM bertindak selaku Pejabat Pembuat Kebijakan Dana Siap Pakai di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten SBB.

MM merupakan salah satu yang bertanggung jawab atas keluar dan masuknya anggaran dimaksud.

“Untuk penyalahgunaan dana gempa tahun 2019 di tubuh BPBD Kabupaten SBB, sudah ada penetapan tersangka yaitu MM selaku PPK Dana Siap Pakai di BPBD Kabupaten SBB,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku, Wahyudi Kareba kepada Siwalima di ruang kerjanya, Senin (16/1).

Soal apakah MM menjadi satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas anggaran tersebut, Wahyudi belum dapat membuka lebih jauh, mengingat jaksa ma­sih terus mendalami kasus tersebut. Yang didalamnya ter­-masuk apakah ada keterliba­tan tersangka lain dalam kasus itu.

“Saat ini masih satu tersangka, apakah ada tambahan atau tidak jaksa masih terus bekerja,” tandasnya.

Untuk diketahui, pada bulan Maret 2021, BPBD mulai mencairkan dana untuk disalurkan kepada mas­yarakat terdampak, yang rumahnya mengalami rusak ringan, sedang dan berat. Menurut rekening koran dari BNI Cabang Ambon, BPBD SBB mulai mencairkan dana dengan Cek no. 697278 sebesar Rp. 6.620.000. 000,- untuk di bayarkan kepada masyarakat yang rumahnya mengalami rusak ringan.

Selanjutnya, tanggal 25 Maret  terjadi beberapa kali pencairan dengan cek 697277 sebesar Rp. 10.000.000.000 dan Cek nomor: 697276 Rp13.200.000.000,- untuk masyarakat yang rumahnya mengalami rusak berat.

Dari jumlah total yang telah dicairkan BPBD selama bulan Maret 2021 itu sebesar Rp 29. 820.000.000,- (6.620.000.000 + 10.000.000.000 + 13.200.000. 000), berarti ada sisa dana sebesar Rp4,3 milliar lebih yang harus disetor balik ke kas negara.

Dari sisa dana bencana Rp4,3 milliar, sebagian diantaranya yaitu Rp1 miliar diduga telah raib, tidak jelas digunakan untuk apa saja, karena ketika dimintai pertanggung­jawaban oleh BNPB Pusat namun hingga saat ini tidak ada respon dari BPBD SBB.

Raibnya dana sebesar Rp1 milliar ini terdeteksi telah dicairkan oleh PPK BPBD Kabupaten  SBB secara bertahap pada BNI Cabang Ambon yaitu, Tahap I sebesar Rp 600 juta de­ngan Cek no. 697279 cair tanggal 05 Oktober 2021.

Kemudian, tahap II Rp200 juta dengan cek no. 697280 cair tanggal 09 Oktober 2021. Tahap III Rp 200 juta dengan Cek no. 697271 cair tanggal 14 Oktober 2021.

Permasalahan yang terjadi ini berakibat saldo sisa dana bencana yang seharusnya masih tersedia pada BNI Cabang Ambon sebanyak Rp4,3 milliar  kini hanya tersisa Rp3,3 milliar.

Oknum-oknum BPBD SBB harus bertanggungjawab penuh atas kisruh sisa dana bencana tersebut. Karena seharusnya setelah selesai proses pemulihan, maka sisa dana bencana yang tidak terpakai sebesar Rp4,3 miliar itu  harus disetor kembali ke kas negara.

Dengan tidak dikembalikannya sisa dana bencana ini ke kas negara, lanjut Sariwating, maka oknum-oknum di BPBD Kabupa­-ten SBB harus bertanggungja­wab, karena selain telah melanggar Peraturan BNPB, juga telah melakukan perbuatan tercela dengan mencairkan dana sebesar Rp1 milliar dan dipakai tidak sesuai peruntukannya. (S-10)