AMBON, Siwalimanews – Hingga kini Kejaksaan Negeri Ambon maupun Ke­jaksaan Tinggi Maluku be­lum mengekspos kasus du­gaan korupsi di Sekre­tariat DPRD Kota Ambon, sesuai temuan BPK Rp5,3 miliar.

Padahal puluhan saksi baik dari ASN, pihak ketiga atau kontraktor pengadaan barang dan jasa serta 34 anggota DPRD Kota Ambon telah diperiksa. Namun sayangnya progress kasus ini belum juga diketahui publik

Praktisi hukum Munir Kairoty meminta, jaksa untuk profesional dalam penanganan kasus ini dan jangan mengistimewakan anggota DPRD Kota Ambon.

Kairoty menyayangkan sikap Kejaksaan Negeri Ambon yang hingga kini belum juga melakukan ekspos untuk meningkatkan kasus ini ke penyidikan dan menetapkan tersangka.

Dijelaskan, dengan adanya temuan BPK dan pemeriksaan pu­luhan saksi, maka sudah menjadi dua alat bukti sebagai dasar bagi Kejaksaan Negeri Ambon untuk melakukan ekspos dan menetap tersangka.

Baca Juga: Aparat Penegak Hukum Didesak Usut Proyek SMI

“Sebenarnya penyelidikan sudah lengkap dan berdasarkan saksi dan temuan BPK maka sudah cu­kup bagi Kejaksaan untuk dieks­pos dan menentukan tersangka,” tegas Kairoty.

Karena itu, lanjutnya, jaksa harus profesional dengan tidak melihat anggota DPRD sebagai subjek hukum yang diistimewakan, sehi­ngga terkesan lambat da­lam penegakan hukum terhadap kasus korupsi.

Jika Kejaksaan lamban dalam melakukan ekspos dan menetap­kan tersangka maka akan menjadi preseden buruk bagi kejaksaan dalam penegakan hukum, karena itu Kejaksaan Negeri Ambon harus segera melakukan ekspos agar kasus ini segera tuntas

Pertanyakan

Sementara itu akademisi Hu­kum Unpatti Reimon Supusepa mempertanyakan, alasan Kejak­saan Negeri Ambon yang hingga kini belum juga melakukan ekspos, padahal dalam kasus ini sudah begitu banyak saksi yang diperiksa.

Dikatakan, jika dilihat dari proses maka seharusnya dari Kejaksaan Negeri Ambon mengambil satu sikap apakah telah memenuhi dua alat bukti yang cukup sesuai dengan pasal 183 KUHAP atau belum dengan melakukan ekspos.

“Memang dalam kasus ini sudah banyak terjadi proses pe­meriksaan baik audit BPK maupun pemeriksaan saksi yang cukup banyak, sehingga sudah bisa di­ekspos untuk menemukan siapa yang dapat dijadikan sebagai tersangka,” tegas Supusepa.

Supusepa meyakini bila saat ini jaksa telah mengantongi beberapa orang calon tersangka atau orang yang diduga melakukan tindakan pidana, tetapi ekspos sangat pen­ting guna mengkonfirmasi kese­suaian setiap alat bukti baik kete­rangan saksi dan bukti surat de­ngan keterlibatan calon tersangka.

Namun, belum dilakukan ekspos ini juga bisa berkaitan dengan erat dengan kepentingan dari kejaksaan, artinya penyidik memang memiliki kewenangan yang sangat subjektif untuk menetapkan tersangka.

Walaupun, dalam kasus korupsi bukan soal lambat atau cepat dan penyidik harus hati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, dengan menggali minimal dua alat bukti sebab ada dampak ketika penyidik menemukan seorang sebagai tersangka yaitu pra peradilan dari pihak tersangka.

Tetapi, tekanan yang dilakukan publik seharusnya dapat membuka ruang agar jaksa melakukan ekspos. Dan memang sudah sewajarnya jaksa melakukan ekspos sehingga menjadi terang kasus tersebut.

Jalan Tempat

Janji Kejaksaan Negeri Ambon untuk mengekspos kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon Rp5,3 miliar hingga kini belum dilakukan.

Padahal puluhan saksi telah diperiksa termasuk 34 anggota DPRD Kota Ambon namun progres kasus ini jalan tempat.

Setelah kasus ini dilaporkan ke Kejati Maluku minggu lalu oleh Kejari Ambon, tak ada progres penanganan apakah kasus yang diduga melibatkan anggota DPRD Kota Ambon ini dihentikan ataukah naik penyedikan setelah ekspos dilakukan.

Menanggapi hal ini, praktisi hukum, Nelson Sianressy meminta, kejaksaan jangan perlambat ekspos kasus dugaan korupsi di Sekwan Kota.

“Jaksa jangan perlambat untuk ekspos, kalau perlambat nanti kan bisa muncul berbagai penilaian buruk ada apa dengan kasus ini,” ungkap Sianressy saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, pekan lalu.

Menurutnya, janji jaksa untuk mengekspos dugaan korupsi di Sekwan Kota Ambon harus secepatnya dilakukan, apalagi ada indikasi perbuatan melawan hukum yang ditemukan jaksa.

“Biasanya dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi jaksa menentukan pada dua barang bukti, perbuatan melawan hukum dan ada penyalahgunaan keuangan negara atau menimbuikan kerugian negara, jika memang bukti-bukti permulaan ini sudah ada, maka jaksa harus segera ekspos, jangan lama-lama, atau memperlambat,” ujarnya.

Kata Sianressy, jika ada upaya perlambat ekspos kasus tersebut maka akan membuka ruang terjadinya berbagai upaya yang bisa saja kasus ini tidak tuntas.

Tak Hapus Pidana

Sianressy juga menyentil soal pengembalian keuangan negara yang telah dilakukan sejumlah anggota DPRD  tetapi itu tidak menghapus tindak pidana yang sudah dilakukan.

Hal ini kata dia, pengembalian keuangan negara itu terjadi setelah penyelidikan kasus ini dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Ambon.

“Pengembalian keuangan negara itu kan terjadi setelah jaksa melakukan penyelidikan kasus ini, itu berarti tidak menghapus tindak pidana yang dilakukan. Kasusnya harus tetap jalan,” katanya.

Ia menegaskan, pengembalian keuangan negara oleh anggota DPRD itu akan menjadi bahan pertimbangan nantinya bagi jaksa ataupun hakim di pengadilan, dan bukan harus dihentikan tindak pidana yang dilakukan.

“Pengembalian uang negara itu nanti jadi bahan pertimbangan bagi hakim dan itu nanti kasusnya berproses di pengadilan,” tegasnya.

Temukan Indikasi

Seperti diberitakan sebelumnya, tim penyidik Kejari Ambon menemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon sebesar Rp5,3miliar.

Kejari Ambon Dian Friz Nalle mengungkapkan, sekalipun kasus ini masih ada ditingkat penyelidikan, namun dalam pemeriksaannya penyidik telah menemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum, serta upaya pengembalian kerugian negara.

“Sudah ditemukan adanya indikasi, dari hasil pemeriksaan dan dari data pihak pemkot, ada sejumlah dana dikembalikan ke kas pemkot sebesar Rp.1,5 milliar , sementara ada juga dana Rp 400 juta di bendahara DPRD. Ini indikasi yang sementara kita dalami,” jelas  Kajari dalam keterangan persnya kepada wartawan di aula Kejari Ambon Jumat (14/1).

Menurut Kajari yang didampingi Kasi Pidum Ajid Latuconsina, Kasi Pidsus Echart Palapia dan Kasi Intel Jino Talakua, menyampaikan progres pengusutan kasus tersebut, dengan adanya temuan tersebut, maka ia akan melaporkan ke Kejati Maluku untuk segera menentukan jadwal ekspos guna menentukan kasus ini naik ke penyidikan atau tidak.

Bahkan Kajari memastikan, dalam bulan Januari ini ekspos kasus tersebut akan dilakukan.

“Senin ini saya sudah sampaikan ke pimpinan Kejati untuk jadwal ekspos, kenapa harus ekspos bersama Kejati?, karena ini menyangkut partai politik dan kita mengacu kepada aturan itu. Saya pastikan bulan ini kita sudah ekspos,” janji Kajari.

Kata dia, dalam pengusutan kasus ini sejumlah pihak sudah diperiksa, masing- masing berasal dari 34 orang anggota lesgislatif, tiga orang pihak swasta, dan 40 ASN. Untuk melengkapi pemeriksaan, penyidik masih membutuhkan keterangan dari panitia lelang.

Diatanya soal pemeriksaan ahli dari BPK mengingat pengusutan kasus berawal dari temuan BPK, Kejari mengaku, hal itu memungkinkan juga kasus naik ke penyidikan.

“Rencananya masih ada sekitar 5 saksi dari panitia lelang yang akan kita periksa, agar keterangannya kita sinkronkan dengan keterangan saksi yang sudah ada, kalau BPK nanti kita lihat, kalau setelah ekspos status kasus dinaikan ke tahap penyidikan,” ujarnya.

Kajari menambahkan, tidak ada tebang pilih dalam pengusutan kasus ini. Ia juga tidak menapik kemungkinan kasus ditutup jika kerugian negara sudah dikembalikan.

“Kami komitmen tidak ada tebang pilih, kita kerja sesuai SOP, prinsip kami kalau uang dikembalikan berarti sudah ada upaya menyelamatkan keuangan negara, soal apakah akan menghilangkan perbuatan pidana, nanti kita simpulkan setelah ekspos bersama,” ujarnya. (S-50)