AMBON, Siwalimanews – Tokoh pemuda Seram Bagian Barat (SBB) meminta aparat penegak hukum dari Ke­jaksaan Tinggi Maluku maupun Polda Ma­luku, untuk melakukan pengusutan terhadap proyek pembangunan jalan hotmix Waesala-Alune, Kecamatan Waesala, yang hingga kini pekerjaannya tidak selesai.

Berdasarkan laman www.lpse. maluku­prov.go.id, proyek dengan kode tender 14398288, Pembangunan Jalan Waisala-Seri-Kambelu Dimenang­kan oleh PT Isoiki Bina Karya de­ngan harga penawaran Rp.10. 927.658.459,35.

Semestinya, proyek yang diten­derkan sejak 5 November 2020 itu dikerjakan setelah pengumuman pemenang tender. Sayangnya, sampai dengan saat ini proyek tersebut belum juga rampung.

Diketahui proyek itu dibiayai de­ngan APBD yang berasal dari pin­jaman PT Sarana Multi Infrastruktur, hingga kini hanya dikerjakan 1 kilometer dan terkesan asal jadi.

“Kami selaku tokoh pemuda SBB sangat mengaharapkan pihak kejaksaan dan kepolisian untuk mengusut proyek jumbo SMI di SBB yang dikerjakan oleh PT Isoiki Bina Karya, selaku kontraktor dalam hal ini Uya Rumpuin. Sebab dana sebesar Rp. 11 miliar sekian tersebut hanya diperuntukan untuk pembangunan jalan hotmix se­panjang 1 kilometer saja, kalau dilihat dananya sangat tidak seimbang,” ungkap tokoh pemuda SBB Abdul Rajak Asawala kepada Siwalima, Senin (5/7) lalu.

Baca Juga: Tak Punya Prestasi, Kajati Maluku Dimutasi

Menurutnya, dana sebesar Rp11 miliar untuk pembangunan proyek jalan hotmix Waesala-Alune yang hanya dikerjakan satu kilometer ter­sebut sangat tidak wajar. Bahkan jalan yang dikerjakan asal jadi itu, berpotensi menjadi kasus hukum.

“Kontraktor dalam hal ini Uya Rumpuin harus bertanggungjawab atas pekerjaan tersebut, karena pekerjaan yang tidak sesuai dan selama pekerjan tidak pernah ada papan proyeknya. Karenanya se­laku putra daerah, kami minta pe­negak hukum untuk segera meng­usut proyek tersebut dan meme­riksa Rumpuin,” tambahnya.

la berpendapat, perang terhadap tindak kejahatan pidana korupsi menjadi sebuah prinsip bagi seluruh rakyat Indonesia, dimana korupsi adalah musuh bersama yang patut dilawan. Atas hal tersebut maka diduga kuat dana pinjaman Rp11 miliar untuk jalan hotmix Waesala-Alune yang dikerjakan sepanjang 1 kilometer saja itu pasti dikorupsi, karena tidak sesuai dengan volume perkejaan.

Tanggapan senada juga datang dari tokoh masyarakat Sulaiman Ode, yang menduga ada penyalah­gunaan anggaran pada proyek dimaksud.

Ia mengatakan, atas kualitas pe­kerjaan dengan besar anggaran Rp11 miliar, tentu tidak sebanding dengan kualitas pekerjaan hotmix tersebut.

“Oleh sebab itu selaku masya­rakat SBB kami sangat mengha­rapkan agar pihak kejaksaan dan kepolisian untuk mengusut proyek tersebut, karena pekerjaan jalan hotmix Waesala-Alune hanya 1 kilometer saja itu  dikerjakan asal jadi,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, pem­ba­ngu­nan jalan ini dikerjakan asal-asalan, sebab kualitas jalannya juga ternyata tidak bagus. Pada beberapa titik, terlihat lapisan hotmix pori-porinya sangat terbuka, sehingga kelihatan tak rapih.

Siwalima mendatangi PT Isoiki Bina Karya tak berhasil menemui Uya Rumpuin, lantaran tidak be­rada di tempat. Rumpuin yang di­hubungi melalui telepon seluler­nyapun tak menjawab panggilan masuk.

Pejabat Pelaksana Teknis Kegia­tan Mujiati Tuanaya yang juga hendak dikonfirmasi Siwalima juga tak berhasil, lantaran tak menja­wab panggilan telepon selulernya.

Sebelumnya, anggota DPRD Maluku, M Hatta Hehanussa me­minta PT Isoiki Bina Karya berta­nggungjawab terkait dengan belum tuntasnya pekerjaan tersebut.

“Memang kita belum melakukan pengawasan di Kabupaten SBB, tapi kita akan lihat kalau memang kenyataannya seperti itu, maka kita minta kontraktor untuk bertang­gung­jawab,” ancam  Hehanussa.

Menurut anggota DPRD asal dapil Kabupaten SBB ini, program pembangunan yang dibiayai APBD dimaksudkan untuk membuka ruang isolasi masyarakat, karenanya pihak ketiga dalam hal ini kontraktor harus serius dan taat terhadap kontrak.

“Tidak ada alasan apapun bagi PT Isoiki Bina Karya selaku kon­traktor untuk tidak menyelesaikan pekerjaan jika kontrak sudah di­tandatangani. Tidak ada alasan apapun juga kalau kontrak sudah ditandatangani dan tidak selesai tidak ada alasan,” tegasnya.

Senada dengan Hehanussa, anggota DPRD Provinsi Maluku dapil Kabupaten SBB, Samson Atapary juga mengatakan kalau program-program pembangunan ini bertu­juan untuk menyelesaikan infra­struk­tur yang selama ini belum disentuh.

Kabupaten SBB sendiri, kata Samson mendapatkan alokasi untuk ruas jalan Waisala-Kambelu kurang lebih Rp11 miliar, akan tetapi  kualitas dari jalan tersebut tidak baik dan belum selesai dikerjakan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.

“Ini menjadi catatan sebagai anggota DPRD dapil SBB, kita minta kontraktor segera menyele­saikan karena ini kebutuhan masyarakat,” ujar Samson.

Anggota Fraksi PDIP ini meminta kepada pengawas dari PUPR untuk memeriksa ruas jalan dimak­sud, sehingga jika tidak sesuai standar harus diminta pihak ketiga yang mengerjakan untuk selesaikan.

Sebaliknya tambah Samson, bila ada masalah hukum, maka pene­gak hukum harus masuk mulai dari  inspektorat dapat melakukan evaluasi dan BPK juga melakukan pemeriksaan keuangan apakah telah sesuai dengan kontrak.

“Kalau ada pelanggaran hukum mestinya penegak hukum harus masuk untuk mengkoreksi supaya kedepan kontraktor yang tidak profesional harus ditindak kalau tidak masyarakat yang akan dirugikan,” cetusnya.

Pemprov Maluku melakukan lelang proyek tersebut dengan harga Rp 11 miliar, namun PT Isoiki Bina Karya hanya menawarkan de­ngan angka Rp 10.927.658.459,35, dimana hanya terdapat selisih Rp 72 ribu lebih. Kuat dugaan ada kongka­likong dalam proses tender ini, pasalnya dari 10 peserta lelang hanya perusahaan milik Uya Rumpuin saja yang menga­jukan penawaran. (S-48)