AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum Ahmad Attamimi membeberkan, ada tran­saksi mencurigakan sejumlah ratu­san juta hingga miliaran rupiah ke rekening adik, ponakan hingga peru­sahaan keluarga Tata Ibrahim, pada persidangan online di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (30/6).

Hal tersebut dibeberkan jaksa berdasarkan Berita Acara pemerik­saan (BAP) juga pemeriksaan internal BNI Ambon. Transaksi mencu­rigakan ini terjadi di BNI KCP Aru sebesar Rp. 29,65 miliar pada 23 September 2019 hingga 4 Oktober 2019.

Dalam transaksi itu tercatat pe­ngiriman uang ke rekening atas nama M. Alief Fiqry dan Abdul Ka­rim Ghazali, sebanyak lima kali.

  1. Alief Fiqry adalah ponakan Tata Ibrahim. Pada rekening milik­nya, uang Rp. 5 miliar ditransfer pada 23 September hingga 2 Oktober 2019. Uang itu ditransfer lima kali, berturut-turut sebesar Rp. 1 miliar.

Alief tidak tahu-menahu soal uang tersebut. Dia mengaku mem­buka rekening atas perintah Tata Ibrahim. Setelah pembukaan reke­ning, ia langsung menyerahkan buku rekening dan ATM ke Tata Ibrahim.

“Saya tidak tahu soal transaksi Rp. 5 miliar itu. Saya tidak tahu dari mana uangnya,” kata Alief.

Baca Juga: Terlibat Narkoba, Pemuda Jalan Baru Dituntut 7 Tahun

Sedangkan, Abdul Karim Ghazali adalah adik kandung Tata Ibrahim. Dia menerima transferan uang se­besar Rp. 4,6 miliar ke rekeningnya. Uang itu juga dikirim lima kali berturut-turut.

Sama halnya dengan Alief, dia juga tidak mengetahui aliran dana tersebut. Ia mengaku membuka re­kening karena permintaan Tata Ibrahim.

“Saya pernah diperlihatkan uang dalam rekening ada Rp. 4,6 miliar. Tapi saya tidak tahu ini uang apa,” kata Karim.

Selain itu, pada rekening perusa­haan Tata Ibrahim bernama CV. Reihan, terdapat transaksi hingga Rp. 72,9 miliar.

Istri Tata Ibrahim yang juga di­hadirkan sebagai saksi hanya men­jawab tidak tahu, ketika jaksa mena­nyakan soal sejumlah uang yang masuk ke rekening perusahaan ke­luarganya.

“Perusahaan kami bergerak dalam bidang catering. Selain itu, kami juga punya usaha kos-kosan. Saya tidak tahu soal uang. Saya juga tidak pernah melakukan penarikan uang,” kata Masdiana.

Isteri Tata itu mengaku tidak mengenal Faradiba Yusuf meskipun pernah ke Ambon sekali. Ia baru me­ngetahui suaminya berbisnis ceng­keh dengan Faradiba saat diperiksa penyidik.

Setelah mendengar kesaksian ketiga kerabat Tata Ibrahim itu, jaksa juga menghadirkan Tata Ibrahim untuk memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan tersebut.

Melalui layar video conference, Tata Ibrahim membantah terlibat dalam melakukan tindak pidana ko­rupsi dan tindak pidana perbankan pada BNI 46 Ambon bersama-sama dengan Faradiba Yusuf. Pasalnya, hubungan keduanya hanya sebatas rekan bisnis.

“Saya tidak tahu soal pembobolan di bank. Saya sama Faradiba ber­bisnis cengkeh,” katanya.

Dia menjelaskan, pertama kali bertemu Faradiba pada tahun 2018. Saat itu, keduanya terlibat dalam satu kegiatan pelatihan brevet-kredit kepada pimpinan BNI wilayah Timur Indonesia. Kegiatan itu diselengga­ra­kan di Hotel Kolonial, Makassar.

“Dia lalu menawarkan saya ber­bisnis jual beli cengkeh. Katanya prosesnya cepat dan untungnya lumayan,” ujarnya.

Setelah pelatihan tersebut, kedua­nya tidak saling bertemu untuk membicarakan bisnis. Tata berulang kali mengajaknya berbisnis melalui telepon. Mereka tidak sempat ber­temu meski Tata dan isterinya pernah ke Ambon untuk menghadiri pernikahan kerabat.

Lalu, pada Oktober 2018, Tata Ibra­him menerima ajakan berbisnis terse­but. Tata mengaku mentransfer uang sejumlah Rp. 98,8 miliar ke Faradiba. Namun, Faradiba baru menggantikan uangnya sebesar Rp. 80 miliar.

Mendengar hal itu, jaksa kemu­dian membacakan isi percakapan WhatsApp antara Tata Ibrahim dan Faradiba Yusuf. Dalam percakapan itu, Faradiba menyuruh Tata mem­buat dua atau tiga rekening lain un­tuk mentransfer uang karena sedang dipantau.

“Percakapan itu berbunyi: Dinda kirimi saja di CV Reihan saja mi dulu. Thanks dinda. Lalu Faradiba mem­balas, kasimi rekening lain, karena lagi dipantau terus. Kasih saja nama dengan nomor rekening lain tiga biar jangan lawan baca, kanda,” kata jaksa membacakan isi percakapan.

Tata Ibrahim kembali mengklaim tidak mengerti maksud percakapan tersebut. Dia mengatakan, dalam per­janjian Tata menyerahkan modal dan menunggu menerima keuntu­ngan.

“Saya beri modal begitu. Kadang seminggu begitu dia kirim uang. Tapi dia maunya beda rekening. Saya bisnis cengkeh awalnya beli 100 ton,” jelas Tata.

Dia sendiri bingung mendapat transferan dari beberapa rekening atas nama orang lain yang tidak dike­nal. Nama rekening tersebut adalah  Soraya Pelu, Jonny Wijaya, Agus Slamet.

“Saya pernah tanya kenapa tidak kirim dari rekening CV. Farhan milik Faradiba ke rekening perusahaan saya CV Reihan?. Intinya modal saya tadi itu dikirim cicil-cicil begitu ke saya,” kata Tata.

Tata Ibrahim mengatakan, tidak tahu menahu soal uang yang di­trans­fer Faradiba melalui BNI KCP Aru. “Saya tidak tahu ambil dari KCP Aru,” katanya.

Tata Ibrahim diketahui, memiliki dua usaha kos-kosan empat lantai di Makassar. Selain itu, ia juga me­miliki beberapa kedai.

Sementara itu, Taufan, mantan suami Faradiba mengaku, menerima uang sejumlah Rp. 7 miliar. Namun pengakuannya berbeda dari ke­saksian para teller sebelumnya.

“Saya memang menerima Rp. 7 miliar. Empat kali ditransfer ke rekening saya, tiga kali dibawa langsung Hendrik Laboba. Tapi setelah itu saya kirim lagi ke Yoseph Maitimu atas perintah Faradiba,” katanya.

Dalam persidangan yang melibat­kan para saksi secara online itu, hakim juga menyesalkan pernyataan saksi yang bertele-tele. Pasti Tarigan selaku ketua majelis hakim kembali mengeluhkan kinerja pegawai BNI.

Sidang Faradiba Cs yang terdaftar dengan Nomor perkara 5/Pid.Sus-TPK/2020/PN Ambon itupun di­tunda. Para hakim, jaksa, pengacara hadir langsung dalam persidangan.

Sedangkan, terdakwa Faradiba Yusuf dan  terdakwa Soraya Pelu alias Aya berada di Lapas Perem­puan. Terdakwa lainnya, Marce Mus­kita alias Ace selaku pemimpin BNI Cabang Pembantu Masohi, terdakwa Krestiantus Rumahlewang alias Kres selaku pengganti semen­tara pemimpin Kantor Cabang Pem­bantu Tual, terdakwa Joseph Resley Maitimu alias Ocep selaku pemimpin Kantor Cabang Pembantu Kepu­lauan Aru, terdakwa Andi Yahrizal Yahya alias Callu selaku Pemimpin BNI Kantor Kas Mardika berada di Rutan Kelas II A Ambon. (Mg-2)