MODAL integritas dan kapasitas wakil rakyat menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Perlu disadari bahwa tujuan politik dan eksistensi negara adalah sebagai wahana perwujudan keadilan, kebajikan, dan kebahagiaan hidup.

Seperti diingatkan oleh Aristoteles, pembeda manusia dari hewan lainnya, selain kekuatan bicara, adalah kemampuannya untuk membedakan antara yang adil dan yang zalim, yang baik dan yang buruk. Seiring dengan itu, eksistensi negara sebagai institusi manusia pun memiliki tujuan moral.

Dalam memenuhi tujuan moral keadilan dan kebajikan kenegaraan, para aspiran kekuasaan perlu menyadari bahwa tak ada seorang pun, bahkan figur paling berjasa sekalipun, yang lebih besar dari negara.

Pemilu yang baik menjadi wahana pendidikan politik yang baik, bukan wahana perusak mental dan karakter kewargaan.

Masalah utama penyempurnaan demokrasi di negeri ini adalah kelemahan menjaga konsistensi posisi etis. Setiap kali ada usaha untuk meluruskan sesuatu yang terjadi malah menimbulkan lengkungan baru. Warga negara harus terbiasa kecewa dengan hasil yang dituai dari segala sumbangsih dan partisipasinya dalam politik.

Baca Juga:   Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu

Dari pemilu ke pemilu mereka turut merayakan pesta demokrasi hingga bertengkar ihwal jagonya masing-masing, tetapi diabaikan atau dikhianati wakil rakyat dan pemimpin politik pasca pemilihan.

Meski demikian, jika ada masalah dengan demokrasi, solusinya bukan berarti harus berpaling pada otokrasi, melainkan menuntut pendalaman dan perluasan demokrasi.

Demokrasi harus diperdalam dengan menjaga konsistensinya dengan basis prinsip, konstitusi, substansi, dan prosedur pelaksanaannya. Demokrasi diperluas dengan menjadikannya budaya dan praktik tata kelola di berbagai bidang dan lapis kehidupan.

Dalam negara demokrasi, kebijakan negara dianggap absah jika mendapatkan persetujuan rakyat, baik secara langsung maupun tak langsung. Salah satu mekanisme persetujuan rakyat itu lewat pemilu.

Pemilu merupakan asupan penting dalam proses penyehatan demokrasi. Apabila asupannya buruk, luaran demokrasi juga akan buruk.

Suatu demokrasi yang memberi ruang bagi pemilu yang irasional dan tak bertanggung jawab, penuh pelanggaran, dan kecurangan akan memberi pengantar bagi kemunculan berbagai bentuk malapraktik dalam kekuasaan dan distorsi dalam kebijakan negara.

Pemilu bermutu memiliki fungsi positif dan negatif. Fungsi positif pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat—di badan legislatif dan eksekutif—yang dapat memperjuangkan aspirasi rakyat lewat pembuatan peraturan dan kebijakan untuk perkembangan warga dan kebajikan publik.

Fungsi negatif pemilu adalah untuk menyediakan mekanisme kontrol atas kekuasaan, dengan mencegah orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaan dan memiliki rekam jejak buruk untuk berkuasa (mempertahankan kekuasaan), dengan jalan tidak memilihnya.

Prinsip pokok demokrasi menekankan bahwa setiap warga negara yang terpengaruh oleh suatu keputusan harus memiliki peluang berpartisipasi dalam pembuatan keputusan.

Kekuasaan legislatif sebagai kerja kelompok dalam merumuskan legislasi dan pengawasan lebih memerlukan kemampuan penalaran kritis, deliberatif, artikulatif, dan argumentatif dengan kearifan.

Tantangannya adalah bagaimana rakyat bisa memilih wakilnya di ,legislatif yang mampu mengemban aspirasinya dalam pembuatan kebijakan dan pelaksanaan pemerintahan.(*)