DUGAAN penyalahgunaan anggaran dana Covid-19, Kabupaten Maluku Tenggara terindikasi korupsi.

Adapun penggunaan dan pemanfaatan anggaran yang berasal dari refocusing anggaran dan realisasi kegiatan pada APBD dan APBD perubahan tahun anggaran 2020 yang digunakan untuk penanganan dan penanggulangan Covid 2019 di Kabupaten Kepulauan Aru berbau korupsi.

Dana Rp52 miliar seharusnya digunakan untuk penanggulangan Cobid-19, dialihkan Bupati Malra untuk membiayai proyek infrastruktur, yang tidak merupakan skala prioritas sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden No 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realisasi anggaran, dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.

Berdasarkan daftar usulan refocusing dan relokasi anggaran untuk program dan kegiatan penanganan Covid-19 Tahun 2020 kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan sebesar Rp52 miliar.

Padahal, berdasarkan Laporan Pertanggung Jawaban Bupati Malra tahun 2020, dana refocusing dan realokasi untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 hanya sebesar Rp36 miliar, sehingga terdapat selisih yang sangat mencolok yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh Pemkab Malra sebesar Rp16 miliar.

Baca Juga: Bidikan Jaksa di Kasus Command Center

Anggaran Rp52 miliar itu bersumber dari APBD induk senilai Rp3,833.000.000 pada post peralatan kesehatan sama sekali tidak dapat dirincikan secara pasti jenis barang yang dibelanjakan, jumlah/volume barang dan nilai belanja barang per peralatan, sehingga patut diduga terjadi korupsi.

Selain itu, pada pos belanja tak terduga, pada DPA Dinas Kesehatan TA 2020 senilai Rp5,796.029.278,51 yang digunakan untuk belanja bahan habis pakai berupa masker kain (scuba) dan masker kain (kaos) sebesar Rp2,6 miliar, sehingga sisa dana pos tak terdua sebesar Rp3.196.029.278,51, sisa dana ini tidak terdapat rincian penggunaannya sehingga patut diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan kerugian Negara senilai Rp3.196.029. 278,51.

Sesuai dengan laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Maluku atas laporan keuangan Kabupaten Malra TA 2020 menyatakan bahwa, belanja masker kain pada Dinas Kesehatan tidak dapat diyakini kewajarannya.

Sejumlah kejanggalan yang ditemukan yaitu, pencairan SP2D dari kas daerah dilakukan sebelum barang diterima seluruhnya. Hal ini merupakan bentuk kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai dugaan pelanggaran dan/atau perbuatan melawan hukum.

Selanjutnya, pencatatan jumlah barang masuk pada kartu stok tidak sesuai dengan berita acara serah terima. Kesalahan ini tentu merupakan bukti otentik adanya sebuah konspirasi melawan hukum yang dilakukan pelaksana pengadaan barang dan pengguna.

Berikutnya tidak dilakukan pemeriksaan barang secara detail dan menyeluruh. Hal ini merupakan bentuk kesalahan dan bukan kelalaian karena adanya kesengajaan akibat kolusi yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara, sehingga patut diduga adanya korupsi tersembunyi yang dimainkan oleh pihak pengadaan barang dan pengguna barang.

Dengan demikian, diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp9.629.029.278,51 yang berasal dari DPA Dinas Kesehatan Kabupaten Malra TA 2020 pada mata anggaran (1) belanja peralatan kesehatan senilai Rp3.833.000.000.000. (2) belanja tak terduga untuk belanja masker kain scuba dan kai koas senilai Rp2.600. 000.000 dan sisa dana BTT yang tidak dapat dipertanggung jawabkan senilai Rp.3.196.029.278,51.

Tindakan ini dinilai melanggar keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan No. 119/2813/SJ No:177/KMK 07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 dalam rangka penanganan Covid serta pengamanan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional serta Instruksi Menteri Dalam Negeri No: 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Covid di lingkungan Pemerintah Daerah.

Selain itu, bupati diduga secara sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengabaikan dan/atau tidak mengindahkan keputusan bersama menteri.

Kini kasus tersebut sementara ditangani Ditreskrimsus Polda Maluku sehingga diharapkan adanya transparansi dan komitmen yang serius untuk mengusut kasus ini karena  jika dilihat dari aspek hukum maka indikasi korupsi telah nyata terjadi dalam kasus dana Covid-19 di Kabupaten Maluku Tenggara. Indikasi korupsi tersebut terlihat dari nilai anggaran covid-19 yang berbeda antara satu instansi dengan yang lain.

Siapapun yang terlibat harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.(*)