AMBON, Siwalimanews – Penyuap mantan Walikota Ambon itu hanya divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim  Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (15/7).

Sekalipun terbukti me­nyuap man­tan Walikota Ambon, Richard Lou­henapessy, hakim menghukum Ke­pala Perwakilan Regional Alfa­midi Ambon, Amri  dengan pidana ringan.

Amri divonis 2 tahun pen­jara, denda Rp100.000.000 dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.

Vonis hakim ini lebih ren­dah dari tuntutan Jaksa Komisi Pemberan­tasan Korupsi (KPK) yang menuntut terdakwa dengan pidana 2,6 tahun penjara, ditambah denda 100 juta rupiah dan jika tidak dibayar maka diganti pidana kurungan 4 bulan.

Dalam sidang putusan yang dipimpin hakim Wilson Shiver menyatakan, terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Jo.Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca Juga: Jaksa Libatkan Ahli Periksa Korupsi Tambatan Perahu

“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana pasal diatas, serta menjatuhkan hukuman 2 tahun dipotong masa tahanan selama terdakwa ditahan,”ungkap Majelis hakim saat membacakan amar putusan terdakwa.

Atas putusan tersebut, tim kua­sa hukum terdakwa menyata­kan menerima, sementara tim JPU KPK menyatakan pikir-pikir.

Dituntut Ringan

Penyuap mantan Walikota Ambon itu hanya dituntut 2,6 tahun penjara, ditambah denda 100 juta rupiah dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan.

Tuntutan KPK tersebut dibacakan oleh Taufiq Ibnugroho cs dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (17/11, dipimpin majelis hakim yang diketuai Nanang Zulkarnaen Faizal.

“Menuntut Terdakwa dengan pidana 2,6 tahun penjara, membayar denda 100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,”  jelas Taufig

KPK menyatakan, terdakwa Amri terbukti secara sah meya­kin­kan menurut hukum bersalah melakukan Tindak Pidana Korup­-si sebagaimana dalam dakwaan pertama melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Jo.Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain tuntutan 2,6 tahun Penjara, terlebih dahulu KPK juga memperhatikan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, terdakwa tidak membantu pemerintah dalam menuntaskan korupsi, kolusi dan nepotisme serta terdakwa berkelit dan tidak kooperatif dalam persidangan.

Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum. Sidang selanjutnya ditunda, Kamis (24/11) depan dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi oleh terdakwa.

Ditahan KPK 

Terbukti menyuap mantan Walikota Ambon, penyidik KPK menahan Kepala Perwakilan Regional Alfamidi, Ambon.

Amri yang hampir empat bulan dijadikan tersangka oleh KPK, akan ditahan selama 20 hari kedepan, sejak 7 September sampai 26 September.

Penahanan terhadap Amri merupakan upaya paksa yang dilakukan lembaga anti rasuah ini. KPK menemukan adanya bukti kuat atas dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon.

“Karena kepentingan proses penyidikan, penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk tersangka AR selama 20 hari pertama, terhitung 7 September 2022 s/d 26 September 2022,” jelas Juru Bicara Ali Fikri kepada Siwalima, Kamis (8/9) lalu.

Menurut Fikri, KPK menahan Amri di Rutan KPK pada Pom­dam Jaya, Guntur, Rabu (7/9).

KPK menyebutkan, dalam konstruksi, AR sebagai sebagai salah satu karyawan PT AM Alfamidi di Kota Ambon, ditunjuk oleh PT Midi Utama Indonesia dengan tugas salah satunya, melakukan pengurusan izin prinsip pembangunan beberapa cabang retail di Kota Ambon untuk tahun 2020.

Selain itu, agar proses pengurusan izin dimaksud dapat segera di terbitkan, AR diduga berinisiatif melakukan pende­katan dan komunikasi dengan RL yang menjabat Walikota Ambon periode 2017 sampai dengan 2022, karena salah satu kewenangan yang ada pada RL yaitu memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

Kemudian, AR diduga menawarkan sejumlah uang pada RL untuk mempermudah dan mempercepat terbitnya persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail yang kemudian disetujui RL.

Selanjutnya, RL memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin yang telah diajukan AR diantaranya, Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Fikri menyebutkan, dalam setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, RL meminta agar uang yang diserahkan AR besarannya minimal Rp25 juta yang kemudian ditransfer melalui rekening bank milik Andrew Erin Hehanussa (AEH), pegawai honor Pemkot Ambon, yang adalah orang kepercayaan RL.

Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL sekitar sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik AEH.

Atas perbuatannya tersebut, tersangka AR disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (S-10)