PENAMBANGAN emas yang dilakukan di Gunung Botak Pulau Buru oleh masyarakat setempat dan para pendatang masih mengunakan cara yang sangat sederhana. Para penambang menggali lubang baik secara vertikal maupun horisontal, 5 sampai 10 meter untuk mengambil pendapatan yang cukup bagi para penambangan, sehingga banyak masyarakat yang tergiur untuk melakukan kegiatan penambangan dan meninggalkan pekerjaan mereka yang lama.

Besarnya penghasilan yang didapat penambang emas di Gunung Botak diikuti pula dengan besarnya dampak   yang terjadi akibat adanya penambangan emas yakni dari sisi lingkungan.

Daerah Gunung Botak menjadi rawan longsor karena adanya penggalian – pengalian lubang untuk pertambangan. Banyak pohon yang ditebang dan dirusakan untuk keperluan para penambang membuat tenda dan membuat lubang tambang, daerah yang mulanya merupakan ekosistem hutan berubah menjadi lubang tambang yang ditinggalkan penambang tanpa dilakukan rehabilitasi, hal ini sangat merusak lingkungan. Kerusakan ekosistem hutan berdampak pada ketidakseimbangan sistim alam yang berdampak pada sungai yang mulanya bersih menjadi kotor dan tercemar mercury,

Salah satu dampak yang timbul akibat penambangan emas yakni terjadi penurunan kualitas air, air yang biasanya digunakan untuk kebutuhan manusia untuk minum tidak dapat dimanfaatkan karena terjadinya kekeruhan air.

Terjadi peningkatan konsentrasi logam berat seperti adanya merkuri yang biasanya ditemukan di badan sungai akibat limbah hasil pengelolahan.  Para penambang juga tidak memiliki kuasa atau  izin untuk pertambangan, sehingga para penambang melakukan kegiatan tidak sesuai dengan aturan – aturan yang berlaku.

Baca Juga: Mandeknya Penanganan Korupsi Jalan Rambatu

Dari dampak yang ditimbulkan dari aktifitas penambangan emas sangat tidak sesuai dengan UU No 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Dan Perlindungan Lingkungan Hidup, sehingga sangat dibutuhkan perhatian pemerintah dalam hal ini pemerintah kabupaten Buru untuk melakukan kewenangan sesuai dengan aturan yang berlaku. Oleh karena itu penyelengaraan pembinaan dan Pengawasan harus dilakukan berdasarkan pedoman dan standar yang baku diperoleh kejelasan dan kepastian bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha dibidang mineral dan batubara.

Selain kerusakan lingkungan, yang sangat terpenting dari aktivitas pertambangan di Gunung Botak adalah keselamatan dari para penambang itu sendiri.

Kini, tiga penambang kembali tewas akibat tertimbun tanah longsor, Sabtu (19/11). Mereka adalah anto (41) waga Desa Dorpedo Kota Ternate Selatan Provinsi Maluku Utara, Rizal Galela alias ical (40) warga asal Desa Tobelo Kecamatan Tobelo dan Lukas Tasidjawa (39) warga Kecamatan Fenaleisela, Kabupaten Buru.

Sejak ditemukannya emas di Gunung Botak di  Kabupaten Buru pada pertengahan tahun 2012, Gunung Botak menjadi salah satu wilayah pertambangan yang didatangi banyak penambang dari berbagi daerah di Indonesia.

Hingga kini, belum adanya kesepakatan dan ketegasan mengenai aturan penambangan emas di Gunung Botak oleh pemerintah daerah membuat Gunung Botak menjadi subur bagi penambang liar.

Tingginya tinggkat kriminalitas di wilayah pertambangan Gunung Botak membuat banyak permintaan agar wilayah pertambangan Gunung Botak ditutup bagi kegiatan pendulang emas. Saat ini diperlukan adanya kebijakan daerah yang sesuai dengan peraturan nasional terhadap pengelolaan penambangan emas Gunung Botak, sehingga sumber daya alam berupa emas di Gunung Botak dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Buru dan masyarakat Maluku pada umumnya. (*)