AMBON, Siwalimanews – Petinggi UKIM tersing­gung ada intervensi yang kelewat batas. Tokoh gereja menganggap langkah genit itu sebagai salah kaprah.

Gubernur Maluku, Murad Is­mail diduga telah mengin­tervensi suksesi pemilihan Rektor UKIM periode 2021-2025.

Pasalnya, secara terang-tera­ngan gubernur menyurati Ketua Yayasan Perguruan Tinggi (Ya­perti) Gereja Protestan Maluku, untuk memilih Josephus Noya sebagai Rektor UKIM periode 2021-2025.

Dalam surat berlogo garuda emas dengan kop tertulis GU­BERNUR MALUKU itu berno­mor 424/2364, tanggal 22 Juli 2021, gubernur meminta Yaperti memilih Kepala Lembaga Pengabdian Masyarakat UKIM itu untuk selanjutnya menjadi Rektor UKIM periode 2021-2025, menggantikan Yafet Damamain yang sudah memasuki masa pensiun.

Menurut Murad seperti tertulis da­lam surat iru, rekomendasi ter­se­but diladasi beberapa hal antara lain,  integritas, kredibilitas dan kapabi­litas calon sangat baik.

Baca Juga: Bakti Bersihkan Kota, Dilakukan Pramuka

Selain itu Murad menegaskan ka­lau perhatian calon terhadap dunia pendidikan sangat tinggi, disamping kinerja dan kapasitas akademik calon sangat baik.

Selanjutnya Murad coba meya­kin­kan Yaperti kalau calon yang direkomendasikannya, bebas atau bersih dari segala dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pada poin berikutnya Murad me­nerangkan kalau calon juga memiliki komitmen yang sangat tinggi ter­hadap penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bersih (good governance and clean government).

Selain itu, Murad memastikan kalau hubungan kerja sama antar calon dengan Pemerintah Provinsi sangat baik.  Dalam surat itu juga gubernur me­rekomendasi kepada Ketua Yaya­san Pergurungan Tinggi GPM kiranya berkenan untuk memberikan hak suaranya kepada calon untuk menjadi Rektor UKIM periode 2021-2025.

Surat rekomendasi itu ditandata­ngani langsung oleh Gubernur Ma­luku, kemudian distempel dengan tinta basah, lazimnya administrasi surat menyurat resmi.

Surat itu kemudian tembusannya dikirim kepada Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi di Ambon, Ketua Sinode GPM, Senat UKIM, Rektor UKIM dan Josephus Noya sebagai calon yang dijagokan Gubernur Murad.

Mirisnya surat rekomendasi gu­ber­nur ini dikirim akhir Juli lalu, padahal saat itu Senat UKIM sama sekali belum membentuk Komisi Calon Pemilihan Rektor (KCPR).

Bahkan Yaperti GPM sama sekali belum menetapkan syarat atau kri­teria pencalonan rektor untuk selan­jutnya diserahkan kepada KCPR untuk dilaksanakan.

Akibatnya, rekomendasi itu men­dapat kecaman dari sejumlah kala­ngan yang menilai gubernur salah kaprah mengintervensi pencalonan Rektor UKIM.

Hingga kini belum diketahui pasti keaslian surat satu halaman itu. Si­wa­lima sudah menghubungi Guber­nur Maluku Murad Ismail juga pe­laksana harian Sekda Maluku Sadli Ie melalui pesan tertulis, mau­pun sambungan telepon guna me­minta penjelasan soal surat ini, namun belum diperoleh balasan hingga berita ini ditulis.

Yaperti Kaget

Sementara itu, pelaksana tugas Ketua Yaperti GPM, Bob Mosse kepada Siwalima mengaku belum mengetahuinya dan kaget kalau ada surat seperti ini ke Yaperti. “Saya belum tahu, perinsipnya saya juga kaget ada surat rekomendasi itu,” cetus Mosse melalui sambungan selulernya, Sabtu (7/8).

Mosse mengaku kaget, lantaran tahu kalau gubernur tidak memiliki kewenangan untuk itu. “Pemerintah tidak punya kewajiban untuk mem­berikan dukungan dalam bentuk re­ko­mendasi. Karena itu jika rekomen­dasi ini maka pihaknya akan mem­bahas dalam bentuk apa tujuannya rekomendasi ini diberikan. Kita akan bahas hanya sebatas surat ini untuk apa dan tujuannya apa, tidak bahas subtansi kita bahas untuk apa surat ini dan tujuannya apa. Karena jika mas­yarakat punya keinginan ter­tentu hanya sebatas mendukung, tetapi boleh sampai intervensi. Dan salah kalau yayasan bahas surat dari luar,” ujarnya.

Katanya, semua civitasnya akademika UKIM punya hak yang sama untuk mencalonkan diri degan tidak perlu meminta dukungan dari pihak luar.

Sementara itu Siwalima juga sudah beberapa kali menghubungi Josephus Noya melalui pesan ter­tulis, maupun sambungan telepon guna meminta penjelasan soal surat yang jadi polemik ini, namun tak direspons hingga berita ini ditulis.

Akui Terima Surat

Sementara itu, Rektor UKIM, Yafet Damamain ketika dikonfirmasi Siwalima terkait dengan surat rekomendasi gubernur itu mengakui pihaknya telah menerima surat tersebut.

Ia mengatakan, surat rekomendasi gubernur itu ditujukan ke Yaperti, senat hanya mendapatkan tembu­san.

“Kita mendapatkan tembusan surat itu dan tembusan disampaikan ke senat. Dan surat itu ditujukan ke yayasan dan yayasan yang punya kewenangan respon. Kita tidak ba­has surat ini, Kita mengin­formasi­kan ke senat dalam rapat,” ujarnya.

Setelah diterima, tambah mantan Anggota DPRD Maluku ini, dia langsung memimpin rapat senat dan meminta agar sekretaris senat mem­bacanya kepada seluruh anggota senat yang hadir.

“Kita telah terima lalu kita rapat senat, Jumat (6/8). Saya mintakan sekteraris membacakan saja. Kita hanya bacakannya dan tidak bahas, hanya bacakan saja untuk diketahui, karena surat ini hanya tembusan ke senat,” tutur Damamain melalui telepon selulernya, Sabtu (7/8).

Ditanyakan apakah karena Pem­prov Maluku setiap tahun memberi­kan bantuan kepada UKIM dan karena itu gubernur menganggap bisa memberikan surat rekomendasi itu kepada Yaperti, menurut Dama­main, saat dirinya masih menjadi anggota DPRD Maluku dirinya tahu UKIM mendapatkan bantuan dari pemda untuk pembangunan, tetapi belakangan ini tidak.

“Kalau bantuan itu dulu ya 10 tahun begitu ketika saya menjadi anggota DPRD Maluku, tetapi bela­kangan ini tidak,” ujarnya.

Intervensi Kekuasaan

Mantan Dekan Fakultas Ekonomi UKIM, Jopie Papilaja mengecam langkah intervensi yang dilakukan orang nomor satu di Maluku itu.

Kata mantan Walikota Ambon ini, isi surat gubernur itu bukan hanya memberikan rekomendasi kepada Yaperti GPM, tetapi meinta agar Yaperti GPM memberikan suaranya kepada Josephus Noya untuk men­ja­di rektor UKIM periode 2021-2025.

Gubernur kata Papilaja, sudah melakukan intervensi yang tidak etis, karena soal pimpinan universitas apalagi unversitas swasta bukan urusan gubernur.

“Rekomendasi gubernur itu, dari isinya bukan cuma merekomendasi orang tetapi juga meminta yayasan memberikan suaranya kepada yang bersangkutan. Fase memberikan suara ini bentuk intervensi. Dan gubernur telah melakukan intervensi yang tidak etis,” tandas  Papilaja kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (7/8).

Menurut hematnya, soal pimpinan universitas apalagi universitas swas­ta, sama sekali tidak ada urusan dengan gubernur.

“Apa urusan gubernur soal rektor UKIM. Soal rektor UKIM adalah urusan internal, Yayasan pemilik UKIM, yayasan yang dibentuk oleh GPM. Oleh karena itu sebagai salah seorang dekan pendiri UKIM pada tahun 1985, Dekan Fakultas Ekonomi UKIM saya sangat menyesalkan intervensi Gubernur Maluku,” ujar Papilaja

Karenanya Papilaja menuding orang yang meminta rekomendasi itu sama dengan telah menjual hak kesulungannya kepada Gubernur Maluku.

“Menurut saya, orang yang se­perti ini tidak pantas menjadi Rektor di UKIM. Karena proses ini saja dia sudah jual kesulungan. Kalau dia jadi  rektor UKIM maka UKIM akan dia kasih perutnya, lehernya, kepa­lanya untuk diatur oleh gubernur,” tegas mantan Walikota Ambon dua periode itu.

Papilaja meminta, Senat UKIM dan Yaperti GPM untuk mendis­kua­lifikasi yang bersangkutan dalam proses pencalonan, karena cara-cara tersebut telah merusak UKIM.

“Kita mendirikan UKIM pada tahun 1985 bukan model-model seperti ini. Pemimpin-pemimpin di UKIM itu harus punya integritas. Bukan model kaya begini cari dukungan sana sini yang tidak pada tempatnya. Civitas akademika UKIM, intervensi semacam ini saya serukan lawan. Oleh karena itu saya minta untuk lawan,” ujarnya.

Kalau langkah intervensi ini tidak lawan, kata Papilaja, maka UKIM akan dikendalikan oleh pemda. Padahal pemda tidak ada urusan dengan UKIM. “Unpatti saja sebagai universitas negeri, Pemda tidak boleh campur apalagi perguruan tinggi swasta, sehingga tidak bisa diatur seenaknya. Karena yang berkuasa soal ini adalah Yayasan dan Senat,” tambahnya.

Jopie lalu menduga ada kepentingan tertentu sehingga rekomendasi itu dikeluarkan. “Pasti ada kepentingan tertentu sehingga kasih rekomendasi dan bukan kasih rekomendasi saja tetapi meminta Yaperti memberikan suara,” ujarnya.

Ada Aturan

Terpisah, staf pengajar Fakultas Ekonomi UKIM, Elia Radianto mengatakan, proses pemilihan rektor itu ada aturannya.

“Setahu saya proses pemilihan rektor UKIM itu ada mekanismenya. Biasanya pada tahap awal Yaperti GPM menurunkan aturan kepada rektor sebagai ketua senat untuk melakukan proses penjaringan sampai dengan penetapan bakal calon dan  pemilihan di tingkat senat universitas,” tuturnya kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Minggu (8/8).

Kata dia, sebagai ketua senat, rektor akan mengeluarkan SK untuk mengangkat KPCR yang dipimpin oleh Ketua dan Sekretaris KPCR. Setelah itu, akan dilakukan sosialisasi aturan di tingat fakultas dan proses penjaringan bakal calon rektor di tingkat fakultas sesuai mekanisme.

“Nantinya nama-nama balon dikirim ke KPCR untuk diperiksa dan jika secara administrasi memenuhi prosedur sesuai aturan, baru ditetapkan sebagai calon rektor untuk diproses lanjut dalam pentahapan pemilihan di tingkat senat universitas.

Selanjutnya, setelah calon terpilih, akan dikirim namanya ke Yaperti GPM utk ditetapkan da dilantik sebagai Rektor UKIM.

Ditanya tentang adanya satu balon mendapat rekomendasi gubernur, dia meminta hal itu ditanyakan langsung kepada balon yang bersangkutan.

“Saya kira sebaiknya ditanyakan saja kepada yang bersangkutan, karena yang bersangkutan merupakan salah satu anggota Senat UKIM yang paham betul tentang mekanisme proses pemilihan rektor UKIM.

Persoalan pak gubernur mengeluarkan rekomendasi kepada salah satu balon, saya kira sebaiknya ditanyakan juga kepada pak gubernur, agar tidak ada multitafsir tentang hal ini,” ujarnya. (S-19/S-50/S-52)