NAMLEA, Siwalimanews – Front Mahasiswa dan Pemuda Adat Buru melakukan aksi demonstrasi menuding, PT Ormat Geotermal Indonesia melakukan pelanggaran Hak Azasi Manusia.

Pasalnya, perusahaan tersebut diduga berusaha mengusir masya­rakat adat di delapan desa yang tinggal di dekat lokasi eksplorasi panas bumi milik perusahan itu.

Hal itu diungkap Koor­dinator Front Mahasiswa dan Pemuda Adat Buru, Taib Warhangan saat bertemu Penjabat Bupati Buru, Djalaludin Salam­pessy di ruang rapat uta­ma lantai dua gedung Kantor Bupati, Rabu (9/8).

Sebelum diterima bupati, FMPAB sempat melakukan demo di kawasan simpang Lima Namlea, Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan di depan pintu masuk Kantor bupati.

Saat tiba di halaman Kantor Bupati Buru, masa FMPAB setempat melakukan orasi. Kabag protokol, Irens keluar menemui para pendemo seraya menginformasikan kalau bupati sedang memimpin rapat di gedung lantai dua.

Baca Juga: Pelayanan Memprihatinkan, Perawat RSUD Masohi Diduga Ancam Pasien

Iren meminta waktu sepuluh menit lagi baru penjabat Bupati Buru menerima pendemo bila rapat selesai. Setelah itu bupati dengan terbuka menerima mahasiswa dan pemuda adat Buru.

Di hadapan mahasiswa dan pe­muda adat, Penjabat Bupati menga­takan kalau ia dapat ditemui kapan saja, baik di kantor maupun di rumah. Jadi tidak perlu harus pakai pengeras suara.

Selanjutnya Taib Warhangan dalam tatap muka dengan Penjabat bupati, menelanjangi keberadaan PT OGI yang sedang mengeksplorasi panas bumi di Wapsalit. Ia menge­cam keras perwakilan perusahan asing dari Amerika itu.

Kata Taib, kedatangan ia dan rekan-rekannya untuk menyam­paikan beberapa hal terkait dengan PT OGI atas dugaan pelanggaran HAM di sana.

Taib yang juga advokaat muda di Buru ini lebih lanjut mengatakan, yang beroperasi di kawasan panas bumi Desa Wapsalit itu PT OGI dan dua perusahan lagi. Kedatangan ketiga perusahan itu telah me­nyebabkan konflik dan segregasi terhadap masyarakat adat.

Konon hal yang terjadi itu tidak dibuka tapi sengaja ditutupi, sengaja didesain dengan bagus dan rapih, seakan-akan tidak ada masalah.

Namun seiring berjalannya waktu, setelah dilakukan advokasi, dite­mukan kalau warga yang berada di sekitar perusahan telah disuruh mengungsi.

Perusahan melalui orang tertentu membuat situasi menjadi hangat, sehingga terjadi perdebatan-per­debatan di ruang diskusi.

Tegasnya, kalau tindakan peng­usiran itu tidak dapat mereka terima, karena ini soal kemanusiaan. Bahkan dari awal perusahan itu datang, sosialisasi juga tidak menyentuh sampai ke lapisan masyarakat paling bawah yang mendiami desa-desa di sekitar eksplorasi panas bumi.

Taib juga menyampaikan banyak hal, soal sisi positif dan kemung­kinan dampak negatif yang timbul, sampai mereka tahu kalau PT OGI melakukan eksplorasi tanpa kanto­ngi izin amdal.

Advokaat muda ini mengaku, kalau masalah yang ditimbulkan oleh PT OGI telah dilaporkan ke Presiden, DPR, Mabes Polri dan Ombudsman di Jakarta.

Usai mendengar penjelasan Taib, penjabat bupati lalu membuka ruang diskusi dan menampung sejumlah informasi dari mahasiwa dan pe­muda adat.

Salah satu aktivis perempuan, Deliana Behuku dan beberapa mahasiswa ngotot agar PT OGI stop beroperasi dan angkat kaki dari Buru.

Beberapa mahasiswa sempat menaruh prasangka buruk kalau PT OGI bukan hanya mencari energi terbarukan untuk tenaga listrik, melainkan juga mengincar potensi mineral emas yang berada di sekitar lokasi panas bumi.

Sedangkan tokoh pemuda yang juga mantan anggota DPRD Buru, Alham Behuku dalam kesempatan dialog itu mengatakan, kalau ada terjadi salah pengertian sedikit di lokasi eksplorasi panas bumi.

Setelah ada koordinasi dengan tokoh adat di Soar Pito Soar Pa, lanjut dia, bahwa telah ada perintah agar sementara waktu ditutup eksplorasi PT OGI.

Namun ada yang menyela pen­jelasan itu dengan meminta agar bukan ditutup untuk sementara waktu, tapi PT OGI harus ditutup dan hengkang dari Buru.

Menanggapi semua masukan di atas, Djalaludin terlebih dahulu menjelaskan soal perizinan yang luasannya di atas 5 ha dan investasi modal besar adalah tugas dan tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Karena itu ia mengajak mahasiswa dan pemuda agar berpikir konstruktif sesuai dengan aturan, sebab gubernur dan bupati hanya mene­rima informasi soal izin investasi dari pemerintah pusat.

Terkait dengan dugaan pelang­garan HAM dan permintaan ditutup eksplorasi PT OGI, Djalaludin menyarankan kepada mahasiswa dan pemuda adat menyiapkan agar bukti-bukti,  baik dalam bentuk foto, video, audio terhadap hal yang disampaikan tadi.

“Katong berjuang bersama-sama untuk menyampaikan itu. Sekali lagi siapkan bukti-bukti video bahwa orang Ormat (OGI, red) mendorong mayarakat untuk keluar, mengajak masyarakat untuk keluar, menyam­paikan berita-berita buruk,” ucap Djalaludin.

Berikutnya, karena ini terkait dengan persoslan adat maka Djalaludin juga menyarankan kepada tokoh pemuda Alham Behuku agar menyampaikan secara resmi surat penolakan. “Soar Pito Soar Pa, Titar Pito Titar Pa secara resmi menyampaikan surat, “ saran Djalaludin.

Namun diingatkan Djalaludin, agar semua tetap berpikir positif, jangan sampai memfitnah.

Sebelum menutup pertemuan, Djalaludin mengungkapkan, kebutuhan listrik di Buru masih belum cukup untuk membuka pintu investasi di daerah itu, sehingga pemerintah terus mencari sumber listrik terbarukan, salah satunya dari energi panas bumi. (S-15)