AMBON, Siwalimanews – Sudah empat tahun kasus dugaan korupsi dana MTQ ke-47 Provinsi Maluku di Nam­role, mangkrak di Kejaksaan Negeri Buru.

Mirisnya dalam kasus ini Kejari sudah menetapkan ter­sangka, namun tidak ada progres sama sekali.

Kasus yang merugikan ke­uangan negara Rp9 miliar ini, telah ditangani dari tahun 2019 lalu secara bergilir oleh tiga Kepala Kejaksaan Negeri Buru dan terakhir oleh Muhtadi di tahun 2021 dan sekarang oleh M Pakaja namun kasus dugaan mark up dana MTQ  hingga kini belum tuntas alias mandek.

Mangkraknya kasus dugaan ko­rup­si dana MTQ ini membuat se­jumlah kalangan meminta Kejaksaan Tinggi Maluku mengambil alih pena­nganan kasus yang sudah dari ta­hun 2019 lalu dilakukan penyeli­dikan dan penyidi­kan namun jalan tempat.

Praktisi hukum, Munir Kairoti mengatakan, sangat disayangkan kinerja Kejaksaan Negeri Buru yang hingga tahun 2019 hingga saat ini belum berhasil menuntaskan kasus dugaan mark up dana MTQ terse­but. “Kerugian negara cukup fantas­tis mencapai 9 miliar rupiah dan bahkan sudah ada tersangkanya, Kejari Buru bikin apa saja, sebagai praktisi hukum saya menyayangkan hal ini,” kesal Kairoti saat diwa­wancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (5/6).

Baca Juga: Rehab Mess Maluku tak Tuntas, Dewan Dorong Proses Hukum

Menurutnya, bila kinerja Kejari Buru seperti ini maka Kejaksaan Tinggi Maluku sebagai intansi di­atas mestinya tegas terhadap Kejari Buru, sebab masyarakat akan meni­lai buruk kinerja kejaksaan dalam menuntaskan kasus korupsi.

Kejaksaan Tinggi kata Kairoty memiliki tugas dan kewenangan untuk melakukan supervisi yang ketat terhadap perilaku kejari-kejari di wilayah hukum Provinsi Maluku  termasuk Kejari Buru.

Kejati tidak boleh membiarkan praktik-praktik seperti ini terjadi di Maluku, sebab akan mencoreng nama institusi dalam penegakan hukum apalagi Presiden Joko Wi­dodo dalam berbagai kesempatan me­ngingatkan kejaksaan dan kepo­lisian untuk serius menangani kasus korupsi.

“Kalau kasus sudah bertahun-tahun tidak jalan seperti ini maka Kejati harus tegas, jangan biarkan karena akan menimbulkan ketidak­per­cayaan masyarakat maka langkah terbaik ada Kejati ambil alih ka­susnya,” tegasnya.

Kairoty juga menyinggung per­soalan kepastian hukum yang wajib diberikan Kejari Buru bagi tersang­ka yang telah ditetapkan.

Didesak Serius

Terpisah, praktisi hukum Paris Laturake juga mendesak Kejari Buru untuk serius dalam menangani ka­sus dugaan tindak pidana korupsi mark up dana MTQ.

Menurutnya, Kejari Buru tidak boleh membiarkan kasus hukum berlarut-larut tanpa ada kejelasan baik bagi tersangka maupun masya­rakat yang selama ini melakukan pengawasan. “Kejari harus beri kepastian hukum dalam penanganan kasus, sebab ini sudah terlalu lama dan menyangkut tersangka juga,” ucap Laturake.

Kejari Buru tidak boleh bermain-main atau masuk angin dalam me­ngusut kasus korupsi MTQ Bursel, sebab hasil audit BPKP telah me­nunjukkan kerugian negara yang luar biasa besar.

Karenanya, Laturake mendesak Kejati Maluku untuk melakukan pe­ngawasan yang ketat terhadap ka­sus dan bila perlu diambil alih sehi­ngga kasus tersebut secepatnya tuntas.

“Masyarakat saat ini sudah apatis dengan penegakan hukum jadi jangan buat masyarakat lebih tidak percaya dengan kejaksaan dalam penegakan hukum, makanya saya bilang Kejati ambil alih aja biar beres,” pungkasnya.

Kajari Mutasi

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Buru Muh­tadi dimutasi. Dia dipromosikan sebagai  Jaksa Ahli Madya pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembi­naan Kejaksaan Agung.  Ia akan mengemban tugas sebagai Atase Hukum Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Arab Saudi berkedudukan di Riyadh.

Penganti Muhtadi M Hasan Pa­kaja yang saat ini Koordinator pada Kejati Gorontalo. Kepergian Muh­tadi meninggalkan pekerjaan rumah kasus Tindak Pidana Korupsi dana MTQ Tingkat Provinsi Maluku ke-27 di Namrole, Kabupaten Buru Selatan yang merugikan negara Rp.9 miliar lebih

Kasus MTQ telah ditangani dari tahun 2019 lalu secara bergilir oleh tiga Kepala Kejaksaan Negeri Buru dan terakhir oleh Muhtadi di tahun 2021 lalu, namun kasus dugaan mark up dana MTQ  hingga kini belum tuntas alias mandek.

Walau  telah ditetapkan tiga orang tersangka, kasus ini masih jalan tempat  dan belum mampu ditingkat­kan ke penuntutan, karena jaksa masih terus berkutat dengan saksi – saksi baru serta masih menuggu hasil akhir per­hitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP Per­wakilan Maluku.

Kajari Buru, Muhtadi yang meng­akhiri masa jabatan, Jumat (25/2) nanti menyampaikan kinerjanya yang telah dilaksanakan pada tahun 2021 lalu dan awal tahun 2022 ini serta dugaan  TPK apa saja yang menjadi PR yang belum terse­lesaikan. “PR yang masih tertunda, tungga­kan perkara dari tahun 2019 yaitu dugaan TPK mark up Dana MTQ tahun 2017,” jelas Muhtadi kepada wartawan, Rabu, 23 Februari 2022 lalu siang.

Dijelaskan, untuk kasus TPK dana MTQ  ini terakhir tanggal 12 Februari  jaksa melakukan pemeriksaan ter­hadap salah satu saksi yang ada di Jakarta, berinisial HSO.

Saksi ini merupakan suplayer vendor dari kegiatan MTQ Provinsi Ma­luku ke-27 tahun 2017 yang dilak­sanakan di Namrole, Kabupaten Buru Selatan.

Kata Muhtadi, HSO sudah banyak terlibat dalam kegiatan MTQ pada beberapa kota di Maluku, dia digan­deng oleh tiga tersangka penyalah­gunaan dana MTQ untuk menjadi bagian dalam kegiatan di Bursel.

“Saksi diperiksa guna melengkapi hasil penyidikan karena kita ingin optimal,” tegas Muhtadi.

Yang masih  kurang, lanjut Muh­tadi,  adalah ahli dari LKPP dimana pi­haknya sudah menyurati dan ber­koordinasi dengan LKPP. diharap­kan minggu depan ini bisa dilakukan penunjukan oleh LKPP siapa ahlinya. “Setelah dilakukan perhitu­ngan kerugian negara oleh BPKP,” ujarnya. (S-20)