PERNYATAAN “perang” dari Gubernur Maluku Murad Ismail terhadap kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mendapatkan dukungan dari masyarakat, tidak saja dari kalangan DPRD, tetapi juga akademisi dan masyarakat.

Sejak dikeluarkannya moratorium, KKP telah mengirimkan kurang lebih  1.600  kapal ikan ke laut Maluku. Namun tak satupun ABK orang Maluku yang bekerja di kapal-kapal itu. Selain itu, sekitar 400 kontainer ikan yang diambil dari laut Maluku setiap bulannya dibawa keluar dan diekspor ke luar negeri. Namun Maluku tidak kontribusi apapun.

Provinsi Maluku merupakan satu-satunya provinsi yang Kementerian Keluatan Perikanan menempatkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) terbanyak  yaitu, PPN Ambon, PPN Tual, Balai Pendidikan Pelatihan Perikanan di Desa Poka, SUPM yang baru dirubah namanya menjadi Politeknik Perikanan, UPT Karantina, UPT Balai Budidaya Laut, UPT Pengawasan berupa pangkalan pengawasan ikan di Ambon serta UPT Pesisir.

Resiko mendirikan UPT di Maluku adalah penempatan APBN jatuh ke seluruh UPT dimaksud dan  faktanya, UPT ini berdiri bebas dia atas lahan yang dibebaskan oleh pemerintah daerah kecuali UPT Balai Pendidikan dan pelatihan Perikanan. Sementara tidak ada kontribusi bagi peningkatan PAD.

Bertolak dari sumber daya perikanan yang tersedia di Indoneia, yang sudah dibagi habis menjadi 11 wilayah pengelolaan perikanan (WPP), ternyata Maluku menempati pada WPP 715 untuk kawasan laut Seram dan sekitarnya, WPP 714 di laut Banda dan sekitarnya, 718 laut Arafura.

Baca Juga: Kasus Suap DPRD SBB, Apa Kabar?

Ketiga WPP ini bila dibandingkan sumberdaya ikannya terkandung lebih dari 30 persen sumber daya ikan nasionalnya ada di laut Maluku dan cukup besar, sehingga berbagai kebijakan KKP yang memberi izin kepada kapal-kapal beroperasi di WPP tersebut seperti beroperasi 1600 kapal ikan yang mengantongi izin pusat, sementara yang izinkan Gubernur Maluku melalui PTSP yaitu hanya 288 kapal. Perbandingkan ini tentu saja terlalu jauh. Karena itu wajar jika kemudian Gubernur Maluku demi kepentingan masyarakat  mengkritik kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Alasan gubernur dan masyarakat Maluku mengkritisi kebijakan Menteri  Kelautan dan Perikanan, karena masyarakat Maluku meyakini sungguh, salah satu sektor yang mampu mengurangi angka kemiskinan dari sektor kelautan dan perikanan.

Kita tentu saja memberikan dukungan dan apresiasi bagi Gubernur Maluku, Murad Ismail, karena kritikannya itu membuat Menteri Keluatan dan Perikanan mengirimkannya timnya membicarakan masalah tersebut secara langsung dengan Gubernur Maluku.

Kita tentu pahami sebuah kebijakan nasional itu adalah kewenangan pemerintah pusat. Kebijakan diambil tujuannya untuk mensejahterakan rakyat. Tetapi jika ada kebijakan yang tidak mensejahterakan rakyat, berarti kebijakan itu dibuat tanpa mempertimbangkan kepentingan daerah.

Masyarakat Maluku sudah terbiasa menangkap ikan, hanya saja terbatas dengan fasilitas. Olehnya itu, fasilitas harus diberikan oleh kementerian, supaya masyarakat bisa mencari nafkah dengan tenang, mendapatkan income daerah dan juga mereka bisa hidup dengan layak secara ekonomi.

Kita berharap, tim yang diutus Menteri Susi masing-masing; Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo, Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zulfickar Mochtar, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Agus Suherman, serta staf khusus Satgas 115 Yunus Husein bisa menyampaikan tuntutan masyarakat Maluku. Minimal ada kontribusi yang masuk ke daerah. (*)