AMBON, Siwalimanews – Sudah dua tahun dikerjakan, proyek rehabilitasi Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku hingga kini belum selesai juga.

Proyek yang didanai dengan APBD Perubahan tahun 2021 sebesar Rp5 miliar ini telah selesai tender sejak bulan November 2021 lalu.

Informasi yang diperoleh Siwalima di Kantor Kejati Maluku, rehabilitasi itu mulai dikerjakan pada lantai II.bHal itu membuat sebagian aktivitas yang berada di lantai dua, dialihkan ke lantai satu gedung yang berlokasi di jalan Sultan Hairun, Kecamatan Sirimau Kota Ambon.

Renovasi dilakukan pada lantai dua gedung termasuk didalamnya ruang rapat Kajati Maluku.

Sumber di Kejati Maluku yang enggan namanya dipublikasi ini kepada Siwalima mengaku, renovasinya kantor Kejati membuat sejumlah seksi terpaksa digabung di lantai satu gedung.““Hampir semua aktivitas kerja, tambah sumber ini, juga bertumpu dan berdesakan di lantai satu, sehingga mengganggu suasana kerja.

Baca Juga: Maluku Tenggara Raya Layak Mekar

“Saat ini kita semu gabung dilantai satu, menunggu renovasi selesai,” jelas sumber itu.

Sumber tersebut mengaku, proses renovasi sudah berjalan cukup lama dan belum rampung juga. “Renov­nya sudah cukup lama,” ujarnya.

Namun begitu, kata sumber, aktivitas pekerjaan kantor terutama pengusutan kasus-kasus dugaan korupsi maupun tindak pidana umum maupun khusus yang dita­ngani tetap berjalan dengan baik.

Sumber ini juga mengharapkan, proses kantor bisa secepatnya se­lesai sehingga aktivitas kerja tidak berdesakan dan berjalan dengan baik.

Sebelumnya, lambatnya penye­lesaian proyek ini memang dikait-kaitkan dengan penanganan sejumlah kasus di Kejati Maluku yang ada kaitannya dengan Dinas Pekerjaan Umum.

Pasalnya, proyek rehabilitasi Kantor Kejati ini, dikerjakan dengan APBD dari dinas tersebut.

Lambatnya penanganan proyek air bersih Pulau Haruku yang dibiayai dengan dana SMI, adalah satu contohnya.

Jaksa memang menutup rapat informasi penyelidikan terkait kasus jumbo itu.

Upaya pengumpulan data yang dilakukan Kejati Maluku, mendadak diterpa isu tidak sedap.

Beredar rumors kalau olah gerak yang dikerjakan oleh intelijen Kejati Maluku, nanti juga akan berhenti dengan sendirinya.

Sejumlah kasus lalu dihu­bungkan dengan kerja tim Adhyaksa yang sudah seminggu berjalan.

Diantaranya, proyek pengerjaan Kantor Kejati Maluku yang hingga kini belum rampung.

Konon proyek tersebut, dibiayai oleh APBD Maluku tahun 2021 dan 2022 lalu. Sayangnya kontraktor yang ditunjuk oleh Dinas Pekerjaan Umum Maluku, hingga kini belum mampu penyelesaikan pekerja­annya.

“Ada upaya untuk damai. Barter­nya antara lain dengan Kantor Kejati,” kata sumber terpercaya Siwalima, Selasa (7/3) siang.

Sumber yang minta namanya tidak ditulis itu mengatakan, pihak Dinas PU Maluku sudah melakukan berbagai upaya untuk mendinginkan proyek mangkrak senilai Rp12,4 miliar, di Kecamatan Pulau Haruku tersebut.

“Mereka optimis kasusnya ber­henti,” tambah sumber tadi.

Kendati demikian, Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba membantah rumors tersebut.

Menurut dia, pihak Kejati tetap akan melanjutkan setiap laporan masyarakat, termasuk di dalamnya soal air bersih mangkark di Pulau Haruku.

“Setiap laporan masyarakat tetap diproses, dipelajari jaksa, didalami lagi, tetapi tetap diproses setiap la­poran masyarakat,” ungkap Wah­yudi saat dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa sore (7/2) terkait kasus proyek air bersih SMI Haruku yang sementara diusut kejaksaan.

Dia juga membantah ada upaya penghentian kasus yangbterkait dengan rehab Kantor Kejati Maluku yang merupakan hibah Pemerintah Provinsi Maluku.

“Itu tidak benar, itu tidak benar,” ujarnya.

Kareba kembali menegaskan, setiap kasus yang dilaporkan masyarakat pihaknya memproses itu dengan cara mempelajari laporan tersebut dan mendalaminya.

Untuk diketahui ada 16 peserta yang mengikuti proses tender  rehabilitasi Kantor Kejati Maluku, yaitu, CV Bintang Sejati, CV Hitam Putih, PT Charlyn Jaya,  PT Makmur Jaya,  PT Hen Jaya, CV Cahaya Bintang Timur. CV Alfatih Mandiri dan CV Zhafira Subur Makmur.

Berikutnya CV Canari Group,  CV Kasem,  Inspira Multi Karya, PT Cipta Hutama Jaya, PT Benhil Mora Pratama, CV Dian Suis, CV Meillan dan CV As Jaya.

CV Hitam Putih yang beralamat di Air Mata Cina Atas, Urimesing, Kecamatan Nusaniwe, ditetapkan sebagai pemenang dengan harga penawaran Rp4,950.000.489.03 dan harga terkoreksi Rp4.950.000.489,03.

Bantahan Kejati

Sebelumnya, Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba mengakui kantor Kejati sedang dalam proses rehabilitas, namun semua kasus korupsi yang dilaporkan masyarakat itu diproses

“Setiap laporan masyarakat diproses, dipelajari jaksa, didalami lagi,” ungkap Wahyudi saat dikon­firmasi Siwalima melalui telepon selulernya, pekan lalu.

Jangan Mau Diintervensi

Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Maluku diingatkan untuk tetap menjaga konsistensi dan integritas dan jangan mau diintervensi oleh pihak manapun dalam mengusut dan mengungkapkan kasus dugaan korupsi

Hal ini penting, agar pengusutan dan pengungkapkan kasus dugaan korupsi proyek air bersih SMI Haruku, Kabupaten Maluku Tengah berjalan dengan cepat, tidak terham­bat dan tidak mandek ditengah jalan, hanya karena mendapatkan dana hibah rehab kantor Kejati.

Berbagai isu bahwa kejaksaan akan berdamai dengan pihak-pihak terkait kasus dugaan korupsi proyek air bersih SMI Haruku, Praktisi Hukum, Gideon Batmomolin mengatakan, pihak Kejaksaan Tinggi Maluku harus bisa membuktikan kepada masyarakat jika isu tersebut tidak benar, dengan jalan serius untuk mengusut kasus yang merugikan daerah 12,4 miliar ini hingga tuntas.

Jika Kejaksaan Tinggi Maluku tidak merespon dengan menunjukan kinerja dan keseriusan, lanjut dia, maka dugaan ini patut dipertanyakan sebab tidak berbanding lurus dengan progres penangangan dugaan kasus korupsi air bersih SMI.

Menurutnya, Kejaksaan Tinggi Maluku tidak boleh lengah dalam proses penegakan hukum khusus­nya berkaitan dengan tindak pidana korupsi termasuk jika ada intervensi dalam bentuk apapun.

“Kejaksaan Tinggi harus tetap bekerja dengan serius untuk menun­taskan kasus ini, dan tidak boleh lengah. Artinya, hibah renovasi gedung Kejati bukan berarti kasus harus dihentikan, jadi harus tetap jalan,” tegas Batmomolin kepada Siwalima melalui telepon seluler­nya, Sabtu (11/3).

Dijelaskan, penyalahgunaan anggaran daerah dan hibah renovasi gedung Kejati merupakan dua hal yang berbeda. Artinya hibah merupakan bantuan pemerintah daerah kepada Kejaksaan, sedang­kan penyalahgunan anggaran merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum dan wajib ditin­dak.

Kejati kata Batmomolin, harus berani untuk menolak semua tawaran dari pihak manapun dengan tujuan untuk menghambat proses penanganan perkara yang sedang ditangani, sebab akan melukai rasa keadilan masyarakat yang selama ini mempertaruhkan harapan kepada Kejati untuk membongkar kasus korupsi.

Tak Perlu Takut

Terpisah, praktisi hukum Paris Laturake menegaskan, Kejati Ma­luku merupakan lembaga penegak hukum yang dibiayai oleh negara dengan tugas menegakan hukum ditengah-tengah masyarakat, selain kepolisian termasuk tindak pidana korupsi.

Kejati kata Laturake, tidak perlu takut untuk membongkar kasus-kasus korupsi yang berkaitan langsung dengan pejabat daerah, sebab negara membayar aparat kejaksaan untuk menuntaskan semua kasus korupsi selain KPK dan kepolisian.

“Kejaksaan ini kan lembaga yang profesional jadi tidak boleh mau diintervensi dengan dalih pemberian hibah renovasi gedung. Kalau Kejati terpengaruh maka proses hukum tidak akan berjalan sesuai dengan aturan,” ucap Laturake saat diwa­wancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (11/3).

Dikatakan, untuk menjaga ke­percayaan publik terhadap Kejati Maluku maka transparansi harus dikedepankan. Kejaksaan dalam setiap tindakan yang dilakukan rakyat harus dilibatkan sepanjang tidak menyangkut pokok perkara.

Kata dia, transparansi merupakan salah satu cara untuk meyakinkan publik jika Kejaksaan Tinggi dalam pengusutan kasus dugaan korupsi air bersih di Pulau Haruku bebas dari intervensi dari oknum-oknum yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

“Kita berharap kejaksaan tetap profesional dan transparan dalam mengusut kasus ini karena akibat dari perbuatan ini masyarakat tidak dapat menikmati air bersih, jadi harus diproses hingga tuntas,” tam­bahnya. (S-10/S-20)