AMBON, Siwalimanews – Eks Raja Negeri Abubu, Kecama­tan Nusalaut, Kabupaten Maluku Te­ngah, Marthinus Lekahena tidak terima dihukum 6 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (27/9).

Usai majelis menjatuhkan huku­man tersebut, karena kesal dan kecewa terdakwa mengungkapkan, kasus dugaan korupsi ADD-DD Abubu terkesan dipaksakan.

Hal ini menurutnya, jaksa hanya menjeret dia sendiri yang bertang­gungjawab dalam kasus ini, se­mentara sekretaris dan bendahara diloloskan.

Selain itu, terdakwa di ruang jaksa Pengadilan Tipikor Ambon menduga ada unsur pemerasan dalam kasus ini sehingga dilanjutkan sampai ke persidangan.

“Kami tidak terima. Sebagai ter­dakwa saya cukup mengasihani kua­sa hukum dimana hakim mengabai­kan fakta persidangan, serta pem­belaan pengacara diabaikan hakim.” ungkap Lekahena kesal

Baca Juga: Jaksa Tambah Penahanan Askam Tuasikal Cs

Selain itu kata Lekahena, Jaksa sebelumnya telah bermasalah dengan dirinya, lantaran dirinya tidak memberikan uang sejumlah 300 juta kepada jaksa yang me­nurutnya itu adalah unsur peme­rasan, sehingga kasus ini dilapor­kannya ke pihak Kejaksaan Tinggi Maluku.

Terdakwa mengaku kaget dan bingung serta dirinya berupaya namun tak berhasil memberikan se­jumlah uang yang diminta ter­sebut.

“Waktu laporan masyarakat ke jaksa, lalu ada salah satu pega­wainya mendekati saya dimana disitu jaksa mengatakan, jika kasus korupsi Abubu mau selesai maka saya harus serahkan uang 300 juta.

Penyampaian itu disampaikan saat itu kasus ini belum masuk ta­hapan apapun baru sebatas lapo­ran masyarakat, jujur saya bingung sebagai orang awam hukum na­mun saat itu saya mencoba untuk penuhi itu namun Tuhan tidak berkehendak,” ungkap Terdakwa Marthinus Lekahena.

Dikatakan, hukum jangan tum­pul ke atas lalu tajam ke bawah.

“Hukum itu jangan tumpul ke atas dan tumpul ke bawah. Ada apa sampai dalam kasus ini saya sen­diri sementara pihak lainya seperti bendahara dan Sekretaris tidak,” ujarnya.

Dia bahkan menyebutkan biarlah dia yang jadi korban jangan yang lain, tindakan pemerasan dan mafia peradilan jangan ada di Maluku.

“Nanti laporan ini saya akan la­porkan sampaikan kepada Presi­den, Pa Mahfud MD, Kapolri dan lainnya sehingga mafia peradilan dan pemerasan yang dilakukan jangan orang lain yang jadi korban.” terangnya.

Bantahan Jaksa

Sementara itu, Kacabjari Sapa­rua Ardy membantah semua tudi­ngan Lekahena terhadap dirinya yang menyebutkan kasus ini se­ngaja dilanjutkan karena dendam.

Ardy juga menepis pernyataan Terdakwa Marthinus Lekahena terkait adanya dugaan pemerasan.

Ardy menegaskan, terdakwa yang salah memahami maksud permintaan dirinya, Rp300 juta bukan pemerasan tetapi untuk pengembalian kerugian negara berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara.

“Sebenarnya terdakwa salah mengerti. Yang kami minta kepa­da­nya saat itu untuk mengem­balikan kerugian negara berdasar­kan hasil hitung Inspektorat dae­rah sebesar 300 juta itu. Kami mau bantu sehingga kami ingin dirinya mengembalikan kerugian negara, namun belum juga dikembalikan dirinya sudah melaporkan kami ke Kejati Maluku. Padahal kami tidak memerasnya, saya tegaskan yang diminta adalah pengembalian kerugian negara bukan peras,” Tegas Kacabjari Ardy.

Lebih lanjut kata Ardy, Silahkan saja terdakwa mau bicara, pada dasarnya pihaknya tidak peras terdakwa.

“Kenapa kita lanjutkan kasus ini?, saat diminta pengembalian tidak mau makanya kami lanjutkan. Terserah dirinya mau bilang saya peras tapi ingat kami saat itu mau bantu untuk tidak lanjut,” tegasnya.

Mengenai kenapa dirinya sendiri yang dihukum, karena fakta persidangan yakni pemeriksaan saksi menyebutkan kalau terdakwa sendiri yang mengeluarkan uang. Serta fakta sidang soal pemakaian uang meski hanya satu atau dua juta, namun ada juga pinjaman-pinjaman lain senilai 9 juta.

“Bagi kami apa yang hakim putusan kan sudah sesuai dengan fakta persidangan,”ujar Ardy.

Tak Terima

Bukan saja terdakwa, kakak terdakwa juga tidak menerima vonis 6 tahun bagi adiknya itu.

Kakak terdakwa menyebutkan, jika adiknya tidak bersalah serta mempertanyakan JPU kenapa hanya adiknya, bagaimana dengan sekretaris desa dan bendahara­nya.

“Hakim tidak adil, adik saya tidak bersalah. Kenapa adik saya yang dihukum saja sementara sekre­taris desa dan bendahara tidak,” ungkapnya kesal di depan ruang persidangan.

Dihukum 6 Tahun

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menghukum, Marthinus Lekahena eks Raja Negeri Abubu, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah dengan pidana 6 tahun penjara.

Terdakwa dinyatakan terbukti korupsi Dana Desa Dan Anggaran Dana Desa Abubu, Kecamatan Nusalaut Tahun Anggaran 2016-2018.

Vonis hakim itu disampaikan dalam persidangan yang berlang­sung di Pengadilan Tipikor pada Pe­ngadilan Negeri Ambon yang di­ke­tuai Martha Maitimu didampingi dua hakim anggota lainnya, Rabu (27/9).

Hakim menyatakan terdakwa melanggar pasal Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi seba­gaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor R. I. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam Dakwaan Subsidair.

Selain pidana 6 tahun, hakim juga menghukum terdakwa mem­bayar denda sebesar Rp200 juta, subsider 3 bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp828.560.425 dengan ketentuan dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi pengganti tersebut, dan jikalau harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti dimaksud, maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 tahun penjara.

Usai mendengarkan vonis hakim, kuasa hukum terdakwa menyatakan banding. (S-26)