DIGITALISASI kini merupakan salah satu unsur utama dari berbagai sektor kehidupan. Untuk kesehatan, dunia sudah memiliki Global Strategy on Digital Health 2020-2025, di mana pada 2023 ini kita ada di pertengahan waktu dari strategi global. Kita di Indonesia juga perlu menguasai dan menerapkan digitalisasi kesehatan ini agar pelayanan kesehatan menjadi lebih baik lagi. Salah satu implementasi dari digitalisasi kesehatan ialah penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang pada 2023 diperkirakan pasarnya di dunia akan mencapai lebih dari US$20 juta. Pelaksanaannya antara lain dalam bentuk pembelajaran mesin (machine learning/ML) dengan penerapan deep learning-nya, computer vision, internet of things (IoT), dan lain-lain. Beberapa contoh nyata di mana AI digunakan dalam dunia kesehatan antara lain penemuan obat baru. Khususnya, membantu memprediksikan hasil uji klinis dan efek samping obat yang mungkin terjadi. Juga, AI digunakan pada analisis gambaran radiologi seperti penggunaan algoritma komputer untuk mendeteksi gambaran awal di foto rontgen atau pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging).

Pendekatan AI pun sudah digunakan pada deteksi dan pengobatan gangguan neurologis, termasuk penyakit parkinson dan alzheimer. Selain manfaatnya pada kegiatan klinik, maka AI juga amat membantu proses manajemen dan administrasi pelayanan kesehatan, seperti memproses asuransi kesehatan dan manajeman keuangan, aturan pendaftaran dan alur pasien, analisis catatan medik, dll. Lebih lanjut lagi, pendekatan AI dapat dipakai untuk mengolah data yang dikumpulkan dari alat kesehatan yang digunakan melekat pada seseorang di mana pun dia berada (wearable medical devices) ,seperti jam tangan dengan data kesehatan atau telepon genggam dengan aplikasi data kesehatan, alat rekaman jantung yang dipasang di pasien dan bisa merekam 24 jam di mana pun pasien sedang berada, dll. Semuanya, bisa saja dalam hubungannya dengan pelayanan rumah sakit secara maya (virtual hospital settings), baik untuk mendapatkan kewaspadaan dini suatu kegawatan penyakit maupun semacam prediksi diagnosis apa yang mungkin terjadi pada pasien tanpa pasiennya harus ke klinik atau RS.

Penggunaan berbagai alat kesehatan oleh masyarakat dalam kegiatan sehari-harinya akan terus meningkat di waktu mendatang. Ini amat membantu anggota masyarakat memantau berbagai parameter kesehatannya, aktivitas fisik yang dia lakukan, dan juga dapat digunakan untuk selalu memonitor keadaan pasien dari jarak jauh (remotely). Penggunaan internet of medical things kita ketahui telah berkembang amat pesat, dari tadinya hanya menghitung langkah dan denyut nadi menjadi mampu mengukur tekanan darah, aktivitas tidur, saturasi oksigen, dan bahkan merekam aktivitas jantung dalam bentuk elektrokardiogram (EKG) dan akan terus berkembang nantinya. Semua data tentu dapat digunakan untuk kepentingan kesehatan penggunanya. Mulai dari penyakit kardiovaskular yang sudah kita kenal luas sampai bahkan yang lebih rumit lagi. Sebuah penelitian terakhir, misalnya, menunjukkan bagaimana kemungkinan indikator aktivitas fisik, pola tidur, dan denyut jantung dapat diolah secara digital untuk mendetaksi apakah seseorang sedang dalam risiko untuk depresi.

Dalam perkembangannya, maka berbagai alat ini bukan hanya dapat mencatat data-data pribadi, dan mungkin mengirimkannya ke cloud, tetapi akan makin canggih dalam prosesor di alatnya sehingga dapat mengolah langsung data yang ada. Ini akan punya dua keuntungan. Pertama, privasi akan lebih terjaga dan data sensitif dari penggunanya akan tetap ada dalam alat yang dia pakai, tidak tersebar luas. Kedua, analisis akan lebih cepat dilakukan, dan dengan segera akan juga dapat mendeteksi kemungkinan masalah kesehatan yang ada untuk segera ditangani secara real time. Aspek lain dari perkembangan dunia kesehatan ialah di mana pasien akan mungkin mendapat pelayanan kesehatan khusus/spesifik untuk keadaan kesehatannya. Ini mencakup kedokteran presisi, di mana obat dan jenis perawatan dikhususkan pada keadaan tertentu, dapat bergantung pada umur, faktor genetik, dan perkembangan penyakit secara spesifik. Jadi, tidak semua yang sakit A, misalnya, mendapat obat B sesuai standar umum yang ada. Akan banyak faktor personal lain yang menjadi pertimbangan pula. Aspek genetik dapat dianalisis dengan informasi genomik, dan kembali pendekatan AI dan ML akan sangat berperan. Berbagai contoh di atas menunjukkan bahwa kecerdasan buatan akan terus memberi peran pentingnya dalam pelayanan kesehatan di dunia, dan tentunya juga di negara kita.

Pelayanan kesehatan di luar klinik/RS Pengalaman pandemi covid-19 membuat kita semua kini terbiasa dengan telemedisin, baik dalam bentuk telekonsultasi dan bahkan sampai diagnosis serta pemberian obatnya. Ini menunjukkan, salah satu opsi pelayanan kesehatan yang di satu sisi memang dapat lebih efisien dan juga lebih mudah dijangkau, tentu tetap mempertimbangan aspek etika dan juga kerahasiaan informasi medik pasien. Tentu saja, dalam beberapa keadaannya dapat dan telah digunakan pendekatan digitalisasi. Ada berbagai jenis pelayanan yang dapat dilakukan, seperti konsultasi langsung antara dokter di daerah terpencil dan dokter spesialis di RS rujukan tertinggi, sehingga pasien dapat lebih baik tertangani sesuai perkembangan ilmu pengetahuan terbaru. Bahkan, bukan tidak mungkin juga dapat dilakukan semacam pembedahan jarak jauh (remote surgery) dengan menggunakan teknologi robotik. Pun, dapat dibuat semacam bangsal RS (virtual hospital ward) di mana beberapa pasien dikumpulkan di suatu ruangan di daerah tempat tinggalnya (mungkin di semacam aula di desa dll), lalu dokter akan menangani mereka secara virtual dari RS tempatnya bekerja. Tentu saja, bentuk lain pelayanan kesehatan di luar klinik/RS ialah langsung datang ke rumah pasien, yang bukan hanya memudahkan pasien, tapi juga dapat memberi ‘suasana rumah’ yang dapat membantu perawatan dan kesembuhan.

Baca Juga: RUU Omnibus Law Kesehatan Terus Bergulir

Kini bahkan juga berkembang komunitas kesehatan online yang membahas penyakit-penyakit tertentu, baik di antara para penyintasnya, mereka yang sudah sembuh, dan juga petugas kesehatan yang terkait. Di sisi lain, kini juga mulai terus berkembang pelayanan kesehatan secara eceran (retail) di fasilitas umum. Di banyak negara, di supermarket, misalnya, orang dapat memeriksa darahnya, selain hanya berat badan dan tekanan darah yang sudah biasa kita lihat. Juga, ada tempat-tempat yang khusus memberi pelayanan medical check-up saja, atau juga vaksinasi. Orang juga dapat membeli tes antigen covid-19 misalnya di berbagai toko yang ada, tentu selain di apotek dll. Semuanya ini memberi pilihan kepada masyarakat dan pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, bukan hanya di RS dan klinik seperti yang secara tradisional kini masih banyak terjadi di negara kita. Pelayanan seperti ini bukan hanya lebih mudah dijangkau masyarakat, mungkin tidak perlu perjanjian, dan dapat membantu agar RS mengutamakan pelayanannya bagi kasus-kasus yang sedang dan berat. Juga, ada pendekatan pelayanan kesehatan personal, di mana pasien punya berbagai opsi tentang rencana dan bagaimana bentuk pelayanan kesehatan yang akan dia atau keluarganya jalani. Tantangan situasi kesehatan masa datang tentu berbeda dengan masa yang lalu. Dan, karena itu, perlu terobosan dan pendekatan baru pelayanan kesehatan pula, termasuk dengan sistem digitalisasi ini. Akan tetapi, perlu pula diperhatikan bahwa dalam pelayanan kedokteran dan kesehatan maka hubungan antarmanusia punya aspek psikologis yang amat penting, dan itu tetap harus dijaga dengan baik. Oleh: DTjandra Yoga Aditama Direktur Pascasarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes. (*)