NAMLEA, Siwalimanews – Bos PT Pemalut Utama Group, Arnis Kapitan alias Ko Hai didesak untuk menyelesaikan kerugian negara sebesar Rp 500 juta lebih, menyusul temuan BPK terkait proyek pembangunan RSUD Namlea Tahun 2018.

Desakan itu disampaikan langsung oleh Ketua DPRD, M Rum Soplestuny menanggapi tantangan yang dilontarkan Ko Hai yang enggan mengembalikan kerugian Negara Rp.500 juta lebih.

Menanggapi kebandelan Ko Hai itu, Ketua DPRD Buru ini menegaskan, pastinya sikap DPRD tidak bertentangan dengan aturan atau atensi temuan rekomendasi dari BPK RI.

“Hari ini kalau ada rekomendasi khusus juga dari BPK RI turun, maka DPRD juga Rp 500 juta menyusul adanya temuan BPR RI Perwakilan Maluku, yang menemukan adanya kerugian negara pada proyek pembengunan gedung RSUD Namlea tahun 2018. Padahal Ko Hai sudah diwarning mengembalikan kerugian itu sejak tahun 2019 lalu.

Bukan hanya menolak, tapi Arnis Kapitan juga menantang BPK RI dan Pemkab Buru yakni bupati, RSUD Namlea untuk membawa masalah ini ke ranah hukum.

Baca Juga: Jaksa Kumpul Bukti Kasus Pembebasan Lahan di Tawiri

“Saya 90 persen yakin akan menang,” tantang Arnis Kapitan. Ditemui di Cafe 88 , Rabu siang (27/1), di hadapan wartawan, lelaki yang di kalangan kontraktor dipanggil Ko Hai ini mengawali percakapan dengan menyalahkan BPK RI Perwakilan Maluku.

Ia mengaku, kalau BPK RI datang memeriksa proyek yang dikerjakan olehnya di Tahun Anggaran 2018 lalu, tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu. Konon saat petugas dari BPK RI datang, hanya didampingi pegawas dari Dinas PUPR Kabupaten Buru. Sedangkan dirinya selaku rekanan, juga konsultan proyek dan pihak RSUD Namlea tidak ada di sana.

Petugas BPK RI disindir seenaknya memeriksa proyek tersebut lalu menetapkan kerugian negara akibat pekerjaan pengecoran konstruksi tidak sesuai RAB yang

mengindikasikan adanya kerugian negara sebesar Rp.500 juta lebih.

Menanggapi temuan BPK RI tersebut, Ko Hai mengaku sudah menyanggah secara tertulis .Ia tidak menyangkal adanya fisik pengecoran konstruksi tiang bangunan yang tidak sesuai RAB.

“Waktu itu kita tidak mendampingi. Konsultan juga tidak mendampingi karena ada berangkat. Dia (BPK RI) datang sendiri lalu ukur sampai malammalam lalu buat temuan

Namun kata Ko Hai, ada dua item pekerjaan yang duluan dikerjakan di luar kontrak alias tidak ada dalam RAB senilai total mencapai Rp.575 juta.

Ia berdalih, pekerjaaan di luar kontrak itu karena kebutuhan konstruksi yang harus dilaksanakan saat itu juga.

Namun tidak dibuat CCO-nya. Ditanya siapa yang memerintahkan agar mengerjakan tersebut, ia menyebut konsultan pengawas tanpa mau disebutkan namanya.”Kalau tidak kerja, tidak jadi bangunan itu,”dalih Ko Hai.

Ko Hai juga mengaku telah berkoordinasi dengan pihak terkait pemilik proyek dan konon katanya mereka menyilahkan kerjakan saja pekerjaan yang di luar kontrak tersebut

Diminta ulang responnya atas perintah mengembalikan kerugian negara atas kekurangan volume pekerjaan proyek tersebut, Ko Hai tetap ogah mengembalikannya. Alasannya, karena BPK RI tidak turut menghitung pekerjaan yang di luar RAB.

Tegas Ko Hai, itu suka-sukanya BPK RI kalau mau menetapkan kerugian negara.Tapi ia tetap bertahan karena ada pekerjaan di luar kelas kontrak tadi.”Seharusnya negara yang

bayar,” tukas Ko Hai.

Ia juga sesumbar mendapat suport dari Kantor Kejaksaan Negeri Buru, kalau apa yang dilakukannya di proyek RSUD TA 2018 lalu tidak menyalahi.

Bahkan menurut kejaksaan, negara harus membayar tambah Ko Hai sebesar Rp.75 juta. Dikejar wartawan oknum siapa di Kantor Kejaksaan Negeri Buru yang menyatakan kekurangan volume itu tidak salah dan kerja mendahului kontrak juga tidak salah, dan negara harus bayar tambah Ko Hai?, ia terlihat panic dan tidak mau menyebutkan nama oknum jaksa tersebut. (S-31)