AMBON, Siwalimanews –  Badan Meteo­rologi dan Geofi­sika Ambon telah mencabut peri­ng­a­tan waspada tsunami di Maluku Te­ngah khususnya pada Keca­matan Tehoru, pasca gempa dengan megnitudo 6,1 Skala Richter yang melanda kawasan itu

Kepala Stasiun Geofisika Ambon Herlambang Huda menga­takan, pencabutan peringatan tsunami telah dilakukan pada Jumat (18/6), namun masyarakat masih merasakan khawatir se­hingga memilih tetap berada di lokasi pengungsian.

“Saat ini status potensi tsunami dan larangan menjauhi pesisir pantai telah dicabut oleh BMKG. Jadi kepada warga yang rumahnya tidak rusak sudah bisa kembali lagi, namun masyarakat masih trauma pasca terjadinya gempa 6,1 SR, sehingga mereka masih me­milih tinggal di lokasi peng­ungsian,” ungkap Herlambang.

Walaupun demikian, Herlam­bang juga mengingatkan masya­rakat di sekitar pantai untuk dapat menyiapkan jalur evakuasi dan membuat tempat evakuasi semen­tara di tempat yang lebih aman.

Akibat gempa dengan magni­tudo  6,1 SR itu mengakibatkan ter­jadinya longsor di Dusun Mahu Desa Tehoru dengan panjang longsoran yang terjadi searah garis pantai sejauh 350 meter sementara dari bibir pantai ke arah laut sepanjang 50 meter dengan kedalaman setinggi pohon kelapa.

Baca Juga: DPRD Maluku Kecewa RUU Kepulauan Belum Dibahas DPR

“Saat kejadian BMKG langsung ke lokasi longsor dan menanyakan  kepada masyarakat Selain itu juga kita di lokasi lihat ada patahan di sepanjang pantai Saunulu dengan panjang 220 meter dengan kedalaman 11 cm.

Saat ditanya berapa kali gempa yang dirasakan oleh masyarakat Tehoru, Herlambang menjelaskan, untuk gempa utama terjadi satu kali, sementara gempa susulan terjadi sebanyak 29 kali dan empat kali diantaranya dirasakan oleh masyarakat.

“Untuk saat ini, gempa susulannya sudah mulai tidak ada dalam beberapa hari. Namun BMKG masih terus memantau kondisi yang terjadi di Tehoru, termasuk di seluruh Maluku pada umumnya,” jelas Herlambang.

Enggan Kembali ke Rumah

Warga Kecamatan Tehoru dan Telutih Kabupaten Maluku Tengah, hingga kini belum berani kembali ke perkampungan mereka, pasca gempa dengan magnitudo 6,1 SR dua pekan lalu.

Walaupun status waspada tsunami telah dicabut oleh BMKG, namun mereka lebih memilih tinggal di lokasi pengungsian ketimbang kembali ke rumah.

Tokoh pemuda Tehoru Rifai Hatapayo yang dikonfirmasi Siwalima, Selasa (22/6) menyebutkan, mereka belum berani kembali lantaran guncangan gempa susulan masih terus dirasakan warga meskipun intensitasnya mulai berkurang.

Selain itu, warga telah mengetahui adanya informasi BMKG yang telah mencabut peringatan bahaya tsunami, namun mereka masih tetap khawatir akan adanya gempa besar seperti sebelumnya. Apalagi banyak anak-anak dan orang tua serta perempuan yang nantinya sulit dievakuasi jika terjadi gempa.

“Sekarang warga sudah mulai melakukan aktivitas seperti biasanya. Hanya pada pagi hari, namun pada sore hari mereka kembali lagi ke lokasi pengungsian. Hal ini karena warga masih trauma dan khawatir adanya gempa besar. Apalagi sampai sekarang masih terasa adanya guncangan gempa susulan meskipun intensitasnya sudah berkurang,” ucap Hatapayo kepada Siwalimanews melalui telepon selulernya, Selasa (22/6).

Ia juga mengaku, aktivitas yang dilakukan warga saat ini hanya memasak kemudian setalah mereka kembali lagi ke lokasi pengungsian.

“Jadi aktivitas seperti kantor, pasar atau melaut itu belum dilakukan. Mereka hanya kembali ke rumah untuk siapkan makanan. Setalah itu mereka kembali lagi ke lokasi pengungsian dan bermalam di sana,” pungkasnya. (S-51/S-36)