AMBON, Siwalimanews – Anggota Komisi VII DPR-RI, Mercy Barends mempertanyakan  kebijakan Presiden Joko Widodo terkait pemotongan tarif listrik 50 persen kepada pelanggan 900 VA ke pihak PLN saat rapat dengar pendapat yang dilakukan pihak Komisi VII dengan perusahaan plat merah itu.

Dalam rilisnya yang diterima Siwalima Rabu (17/6), Barends mengaku, ia sempat menyentil kebijakan  tersebut, karena wilayah Maluku merupakan daerah yang belum sepenuhnya menikmati listrik. “PT PLN tolong berikan gambaran formulasi potongan 50 persen untuk pelanggan 900 VA dan ini harus disampaikan secara transparan,” kata Barends dalam rapat tersebut.

Pada kesempatan itu, Barends menyampaikan tiga poin penting berkaitan dengan permasalahan kenaikan tarif listrik. Pertama, terkait adanya kenaikan tarif listrik yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dimana berdasarkan kebijakan Presiden Jokowi bahwa untuk masyarakat miskin dimana pelanggan 450 VA  dan 900 VA mendapat potongan 50 persen.

“Apakah potongan 50 persen ini berdasarkan kw/hour atau dari akumulasi penggunaan? Selanjutnya, ada multibeban yang dialami masyarakat kecil atau miskin akibat situasi pandemik Covid-19. Masyarakat tinggal di rumah melakukan pekerjaan dari rumah, anak-anak belajar dari rumah sehingga terjadi peningkatan penggunaan listrik,” jelasnya.

Politisi PDI-P ini mempertanyakan untuk peningkatan listrik yang tajam ini harus ada hitungan formulasinya. Katanya sesuai arahan Presiden Jokowi, pelanggan  450 VA digratiskan, pelanggan 900 VA mendapat potongan 50 persen. “Untuk itu saya ingin ada penjelasan transparan tentang simulasi formulasi hitungan potongan 50 persen ini darimana. Selaku wakil rakyat kami banyak keluhan dari masyarakat dimana tagihan listrik mereka membengkak dimasa pandemi,” bebernya.

Baca Juga: Pulihkan Maluku dari Covid-19, Wagub Buka Dialog

Dikatakan, yang terjadi di Maluku banyak keluhan yang disampaikan melalui media sosial, baik pelanggan kecil maupun pelanggan menengah. Semuanya berteriak karena tarif dasar listrik meningkat dengan sangat tajam, dan mereka menuntut kejelasan dan transparansi dari pihak PLN.

“Wajar saja masyarakat di Maluku berteriak, karena pengembangan persiapan listrik 35,000 MW, khusus untuk wilayah Indonesia Timur di beberapa kabupaten, kami mengucap terima kasih karena  saat ini sudah didatangkan beberapa mesin baru dana dari APBN dan penerangan sudah bisa berjalan di wilayah-wilayah yang sebelumnya tidak tersentuh oleh listrik. Pertanyaan saya khusus terkait dengan KSO (Kerja sama operasi PLN pemda kabupaten/kota). Implementasi KSO yang terjadi di kabupaten/kota yang mana hampir semuanya macet total dikarenakan APBD setempat tidak mampu mengalokassikan dana untuk mesin baru. Sedangkan seluruh jaringan transmisi lingkar pulau dananya berasal dari APBN,” beber Barends.

Menurutnya, dalam rapat dengan PLN yang lalu, perusahaan milik pemerintah ini menyampaikan bahwa untuk jaringan dan mesin baru akan disiapkan oleh pemerintah pusat cq PLN. Olehnya dibutuhkan kepastian terkait hal ini. Karena hampir di semua wilayah pulau terluar atau perbatasan terjadi kemangkrakan atau macet, dimana jaringan tersedia tapi pengadaan mesin genset  atau mesin travo, dan sarfas PLN lainnya belum terealisir sampai saat ini.  (S-32)