MENDEKATI Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024, selain banjir deklarasi mendukung tokoh-tokoh politik, marak hasil analisis-analisis dari pengamat sosial politik. Begitu juga badan-badan survei, bahkan analisis-analisis dari pribadi-pribadi kalangan awam terutama di media media dan media sosial (medsos). Setiap kejadian yang sedikit istimewa langsung dikomentari dengan bermacam-macam analisis dan perkiraan. Simak saja keriuhan kandidat Panglima TNI sampai dengan adanya pertemuan tidak resmi alias ‘kebetulan’ dari tokoh atau figur-figur tertentu ramai dikomentari. Bahkan sosok Andika Perkasa langsung ditebak akan menjadi Panglima TNI karena dalam satu kesempatan ditugasi Presiden Joko Widodo untuk mengemu­dikan mobil golf yang ditumpangi Ibu Negara Iriana, 5 Oktober 2021. Kebetulan tebakan itu jadi kenya­taan Andika menjadi Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang segera akan pensiun. Pertemuan antara Prabowo Subianto dan Megawati di Jl Teuku Umar, Jakarta Pusat, beberapa tahun yang lalu kembali tayang. Tebakannya, jangan-jangan terjadi pembicaraan ‘serius’ mengenai capres dan cawapres 2024. Menurut penulis, memang sebagian analis, pengamat, dan pemerhati masalah-masalah sosial politik dan ekonomi piawai dalam ilmu utak-atik. Tanpa data-data informasi yang aktual. Hasilnya pun sangat meyakinkan. Bagi yang benar-benar serius, mereka menggunakan data-data akurat sehingga hasilnya juga dapat dipertanggung­jawabkan.

Salah satunya yang ditulis Saur Hutabarat di kolom Podium harian Media Indonesia mengenai pertemuan antara Megawati, Prabowo, dan Puan di Istana Negara saat pelantikan Panglima TNI Andika Perkasa (17/11). Saur mengutip pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bahwa di dalam pertemuan tersebut telah dibahas seputar politik kebangsaan dan berbagai dinamika politik nasional. Disebutkan pula pertemuan tersebut dikritik keras politikus Partai Demokrat Andi Mallarangeng yang berpendirian bahwa Istana Negara tidak boleh digunakan pimpinan parpol untuk mengadakan pertemuan-pertemuan politik. Penulis yang berpengalaman puluhan tahun menjadi putra presiden tahu benar kejadian-kejadian apa saja yang pernah terjadi di seluruh istana kepresidenan, mulai Istana Merdeka sampai Istana Tampak Siring di Bali. Bahkan di masa Orde Baru yang terkenal otoriter, entah mengapa penulis dan keluarga masih diizinkan menginap oleh Presiden Soeharto di istana-istana tersebut walaupun hanya di paviliun-paviliun. Yang menjadi favorit penulis dan keluarga sampai dengan saat ini ialah menginap di Istana Cipanas karena fasilitas-fasilitasnya lengkap. Kulinernya masih lezat layaknya di era Bung Karno. Kolam renang air dingin dari mata air dan kolam air panas dari mata air belerang pegunungan pun ada. Bila gemar berjalan kaki, bisa mengelilingi kawasan seluas kurang lebih 26 hektare itu. Mandi air sungai alami yang sangat bening airnya juga tersedia.

Beravonturir di hutan lindung alami seluas lebih kurang 11 hektare pun ada atau keliling menunggang kuda juga bisa. Berkontemplasi atau salat Istikharah dan lain-lain juga bisa dilakukan karena ada sebuah bangunan yang dirancang dan dibangun Bung Karno yang disebut Gedung Bentol (khusus hanya untuk tamu-tamu tertentu). Dua mobil golf siap digunakan 24 jam. Itu semua ialah keistimewaan Istana Kepresidenan Cipanas yang tidak dimiliki istana-istana kepresidenan lainnya.     Istana rakyat Di era Bung Karno sebagai presiden, istana-istana kepresidenan difungsikan sejauh mungkin sebagai istananya rakyat. Siapa pun tidak memandang suku, agama, bahkan jabatan, keluar masuk istana secara mudah tanpa protokoler berbelit-belit. Batasannya ialah hanya faktor keamanan Presiden dan keluarganya. Kala itu tamu-tamu ‘tidak resmi’ untuk Presiden, Ibu Negara, dan putra putri dapat datang langsung tanpa membuat perjanjian terlebih dahulu. Cukup dengan melapor ke perwira piket istana kemudian masuk ke teras belakang Istana Merdeka, tempat Bung Karno biasanya sudah duduk minum-minum kopi pagi untuk menerima tamu-tamu tidak resmi tadi. Yang hadir di pagi hari ada ibu-ibu yang minta obat dari Bung Karno yang anaknya sakit parah, ada warga Badui untuk minta sekadar wejangan, duta-duta besar negara-negara sahabat, kawan dekat Bung Karno seperti Dubes AS Howard P Jones dan Dubes Republik Demokratik Kuba.

Yang paling berduyun datang di pagi hari biasanya kalangan wartawan dalam dan luar negeri. Kadang-kadang terjadi juga ada warga yang kurang waras jiwanya datang hanya untuk tidur di kursi panjang di ruang aula istana. Tamu semacam inilah yang membuat repot aparat keamanan dari DKP (Detasemen Kawal Pribadi) anak buah Mangil Martowidjojo. Kalau saja Andi Mallarangeng mengalami masa era Bung Karno, saat itu tidak ada peraturan atau keberatan dari Bung Karno yang melarang politikus-politikus mengadakan rapat/pertemuan di kawasan Istana Merdeka atau Istana Negara. Mereka kerap kali mengadakan pertemuan di bangunan taman kanak-kanak istana kepresidenan pagi atau sore hari. Tokoh-tokoh seperti Sitor Situmorang dari PNI Front Marhaenis, Mahbub Junaedi (NU), AM Hanafi (Partindo), tokoh partai Katolik Frans Seda, bahkan Nyoto dari PKI sering mengadakan pertemuan di sana.

Bung Karno tidak hadir walaupun tahu pasti adanya pertemuan-pertemuan tadi. Jadi, pertemuan-pertemuan itu boleh dikatakan sesuka hati mereka saja. Kembali pada pertemuan ‘kebetulan’ antara Megawati, Prabowo, dan Puan Maharani di ruang VVIP Istana Negara, sejauh pengenalan pribadi kepada Megawati yang merupakan adik kandung penulis, penulis tahu benar pola pikir dan watak Megawati. Demikian pula dengan Puan dan Prabowo yang sudah penulis kenal baik sejak masih berpangkat mayor TNI Kopassus sampai saat ini. Menurut hemat penulis, pertemuan mereka tidak akan masuk ke masalah-masalah kebangsaan, apalagi Pilpres 2024. Paling banter pembicaraan akan berkisar nostalgia pribadi masa lalu dan jauh dari masalah-masalah politik praktis masa kini, seperti pasangan capres dan cawapres 2024. Megawati di era covid-19 lebih banyak berdiam diri jika dibandingkan dengan di waktu-waktu yang lalu. Demikian pula dengan Puan, saat ini lebih banyak beraktivitas di DPR daripada di partai.

Baca Juga: MIS-C pada Anak Covid-19

Secara analitis pasti yang lebih banyak berinisiatif untuk mengobrol datang dari figur Prabowo. Seperti yang Saur jelaskan bahwa tulisannya mengandung spekulasi maka artikel ini pun sekadar mengutarakan pengalaman-pengalaman masa lalu dan khusus mengenai pertemuan ‘kebetulan’ tiga tokoh politik masa kini. Kendati berdasarkan analisis belaka, hasilnya penulis yakin hampir pasti dan hampir benar. Bila ingin kepastian, silakan tanya kepada tiga tokoh politik tadi.(Guntur Soekarno,  Pemerhati Sosial