AMBON, Siwalimanews – Sekda Kabupaten Seram Bagian Timur, Syarif Makmur dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Uang Rp 100 juta yang diminta dari Ridwan Malaka sebagai mahar untuk mengangkatnya sebagai Plt Kepala Dinas Kesehatan jelas-jelas melanggar hukum.

Selain itu, permintaan agar Malaka bekerja memenangkan pasangan calon Bupati Fachri Husni Alkatiri dan Wakil Bupati Arobi Kilian (FAHAM) melang­gar netralitas ASN.

“Perbuatan Sekda SBT itu sudah masuk dalam perbuatan me­la­nggar hukum itu,” kata Akademisi Hukum Unpatti, Sherlock Leki­piouw, kepada Siwalima, Sabtu (5/12).

Menurutnya, Sekretaris Dinas Kesehatan, Ridwan Malaka harus membuat laporan polisi terkait dugaan suap yang dilakukan oleh sekda dan laporan ke Ba­waslu terhadap upaya intimidasi terhadap ASN, karena berkaitan dengan netralitas ASN.

Baca Juga: BPKP Rampungkan Dua Kasus Jumbo

“Kalau tidak melakukan langkah hukum maka persoalan ini akan menjadi sesuatu yang liar dan me­nimbulkan keresahan di masyara­kat,” ujar Sherlock.

Selain itu, peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa hukum dalam lingkup pemerintahan. Karena itu, kata Sherlock, mestinya Aparatur Pe­ngawas Internal Pemerintah (AP­IP) dan kepala kepegawaian mela­kukan tindakan hukum internal dengan memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait.

“Sudah pasti akan mengganggu pemerintahan karena ada intimidasi terhadap ASN dalam rangka pilka­da,” tandasnya.

Sementara Akademisi Fisip Un­patti, Paulus Koritelu mengatakan, tindakan yang dilakukan oleh Sekda SBT menjurus pada pelanggaran berat.

“Tindakan dilakukan oleh Sekda Kabupaten SBT bukan saja melang­gar etika tetapi melanggar syarat kon­disional yang memungkinkan re­gulasi dan undang-undang diterap­kan secara universal,” ujar Koritelu.

Menurutnya, terdapat dua sisi yang dapat dimaknai dari penolakan Sekretaris Dinas Kesehatan, Ridwan Malaka. Pertama, dari sisi psikologis Ridwan menyakini pasangan peta­hana akan memenangkan pertaru­ngan di Pilkada SBT. Kedua, dalam format pengangkatan sebagai ke­pala Dinas Kesehatan Kabupaten SBT, Ridwan mengetahui jika pengang­katannya sebagai Plt Kepala Dinas Kesehatan tidak didasarkan pada kompetensi dan kapabilitas, tetapi penyogokan.

“Tindakan dari Sekda secara tidak langsung menempelak muka sekda, akibatnya sekda bukan saja kehila­ngan muka, tetapi hampir tidak punya muka di mata publik,” ujar Koritelu.

Karena itu, Koritelu mendesak aparat penegak hukum untuk meng­usut dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Sekda SBT.

Minta Mahar

Seperti diberitakan, setelah M Abas Rumatamerik selesai masa jabatannya sebagai Kepala Dinas Kesehatan SBT karena pensiun, kursi orang nomor satu di dinas ini jadi incaran.

Sekda Syarif Makmur menawarkan jabatan tersebut dengan mahar se­besar Rp 100 juta, kepada Sekretaris Dinas kesehatan SBT Ridwan Malaka.

Selain uang Rp. 100 juta, Makmur juga mengharuskan Malaka bekerja maksimal untuk memenangkan pasangan FAHAM di pilkada 9 Desember nanti.

Malaka kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (4/12) siang menu­turkan, sebelum dirinya di tawar oleh sekda untuk menduduki jabatan Plt Kadis Kesehatan, ia dihubungi melalui telepon oleh Staf Ahli Bupati AQ Amahoru untuk menghadap sekda dengan tujuan berkoordinasi terkait akan ditanda­ta­nganinya SK pengangkatan diri­nya selaku Plt Kepala Dinas.

Mendapat pemberitahuan terse­but, Malaka kemudian bergegas menuju ke ruangan sekda. Sesampai­nya di sana, di dalam ruangan ter­sebut sudah ada Staf Ahli Bupati AQ. Amahoru.

“Sebelum saya duduk, Sekda langsung bicara kepada saya untuk tolong carikan uang Rp 100 juta, agar SK saya ditandatangani, itu juga karena mau usul ke Pjs Bupati,” beber Malaka.

Permintaan sekda itu, langsung direspon oleh Malaka. Ia menegas­kan, kalau dirinya tidak ada uang. Apalagi, dirinya masih mengambil pinjaman kredit di salah satu bank untuk keperluan membangun ru­mahnya.

Karena tak bisa menyanggupi per­mintaan tersebut, Malaka langsung pamit pulang ke rumah. Namun pada malam harinya ia kembali dihubungi lewat telepon sebanyak empat kali oleh Staf Ahli Bupati AQ Amahoru untuk kembali menghadap sekda.

Namun tak satu pun dari pang­gilan telepon itu yang ia jawab, sebab permintaan sekda tak bisa dipenuhinya.

“Karena saya tidak merespon telepon dari Amahoru, pada hari kedua Amahoru kembali menelepon saya untuk menghadap sekda,” tuturnya.

Lantaran dipanggil oleh sekda sesuai dengan hasil komunikasi me­lalui telepon dengan Amahoru, maka ia terpaksa memenuhi panggilan tersebut. Setibanya di ruang sekda, di sana sudah ada Sekretaris Kes­bangpol Abdul Halik Rumeon yang secara kebetulan juga ingin ber­urusan dengan sekda.

“Saya tiba di ruangan sekda, Pak Amahoru langsung sampaikan ke­pada saya bahwa kenapa datang de­ngan Sekretaris Kesbangpol? Kemu­dian saya jawab kepada Amahoru bahwa kebetulan pak Halik Juga ada urusan dengan pak sekda. Dan saat itu saya diajak jika setuju menjadi Plt Kadinkes, maka saya harus bekerja memenangkan Paslon FA­HAM,” ujar Malaka.

Untuk diketahui, sebelum sekda memanggil Ridwan Malaka, terdapat empat nama pejabat eselon di Dinas Kesehatan yang diusulkan untuk diangkat menjadi Plt Kadinkes.

Empat pejabat yang diusulkan Pjs Bupati Hadi Sulaiman ke BKD Masing-masing Ridwan Malaka, Samaun Rumakabis, Nur Kilmas dan Upi Punira Kilwalaga. Namun dari keempat nama ini, Pjs Bupati telah mendisposisikan ke BKD untuk disiapkan SK pengangkatan terha­dap Ridwan Malaka. Namun kenya­taannya justri tak sperti itu. Pasal­nya, SK yang keluar berbeda dengan yang diajukan BKD.

Sekda SBT Syarif Makmur yang coba dikonfirmasi Siwalima,  baik melalui telepon selulernya, maupun sopir pribadinya juga tidak bisa dihubungi. Bahkan saat mendatangi rumahnya juga sekda tidak berada di tempat.

Hadi Akui tak Tahu

Mantan Pjs Bupati SBT Hadi Sulai­man mengaku, tidak tahu menahu terkait dengan permintaan mahar Rp 100 juta oleh sekda. Apalagi, terkait dengan arahan untuk memilih pa­sangan FAHAM.

“Saya tidak tahu menahu terkait dengan masalah 100 juta itu, apalagi terkait arahan untuk memilih pasa­ngan calon FAHAM,” tegas Hadi saat dikonfirmasi Siwalima, melalui telepon selulernya, Sabtu (5/12).

Hadi malah menuding Ridwan Malaka sebagai orang yang gila jabatan. Padahal dia tidak codok jadi kepala dinas.

“Ridwan Malaka seng cocok jadi kadis, kita jadikan dia sebagai plt sekretaris saja, dia cuma datang duduk, diam saja, jadi memang dia seng cocok diangkat jadi kadis,” tandas Hadi

Sesuai yang diketahuinya, kata Hadi, Sekda telah melaporkan Rid­wan Malaka ke polisi atas pence­maran nama baik.

“Tadi itu saat ada penyerahan jabatan dari saya ke pak Mukti itu, saya dapat info bahwa pak sekda sudah lapor Malaka di polisi tadi pagi, terkait pencemaran nama baik,” tandas Hadi.

Memenuhi Syarat Formil

Laporan tentang pembagian mas­ker, jilbab dan kartu nama oleh tim paslon FAHAM sudah memenuhi syarat formil dugaan pelanggaran pemilu.

Selanjutnya dugaan pelanggaran itu akan dibahas oleh tim Gakumdu SBT.

Hal ini diungkapkan Ketua Ba­waslu SBT Supardjo Rustam Ruma­kamar, kepada Siwalima di ruang kerjanya, Minggu (6/12).

“Malam ini kami berencana membahas dugaan pelanggaran pemilu karena sudah memenuhi syarat formil materil,” jelas Rustam.

Dikatakan, gakumdu akan me­minta klarifikasi dari para pihak untuk menemukan fakta hukum yang berkaitan dengan peristiwa atau aduan yang diadukan oleh mas­yarakat.

“Nantinya kami akan membahas penerapan pasal dan klarifikasi para pihak. Kemudian pembahasan untuk menentukan kasus ini memenuhi unsur untuk naikan ke penyidik atau dihentikan,” jelas Rustam. (S-47)